Tradisi Perayaan Natal PENGERTIAN SEJARAH DAN TRADISI PERAYAAN NATAL

31 susu, gula, telur kocok dan brandy semacam minuman beralkohol atau rum. Konon, pada malam Natal, Santa Claus menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik oleh delapan ekor rusa kutub. Santa Claus lalu terbang menembus awan untuk mengantarkan hadiah-hadiah itu kepada anak-anak di seluruh dunia. Untuk mempersiapkan kunjungan Santa, anak-anak mendengarkan orangtuanya membacakan The Night Before Christmas Malam Sebelum Natal sebelum tidur pada Malam Natal. 25 Puisi tersebut dikarang oleh Clement Moore pada tahun 1832. Konon, para anak-anak menggantungkan stoking atau kaus kaki besar di atas perapian. Santa turun dari cerobong asap dan meninggalkan permen dan hadiah-hadiah dalam kaus kaki itu untuk anak-anak. Kini, tradisi itu tetap diteruskan, namun kaus kakinya digantikan oleh tas kain merah berbentuk kaus kaki. d. Hadiah Natal Dalam sejarah Perayaan Natal Bahkan sebelum Yesus dilahirkan, ada kebiasaan tukar hadiah atau kado saat upacara Romawi, Saturnalia. Pada hari raya perpindahan musim kuno ini, orang-orang yang menukarkan hadiah percaya bahwa kebaikan mereka akan membuat mereka beruntung pada tahun mendatang. Selama abad kekristenan mula-mula, orang yang baru memeluk agama Kristen masih sering merayakan tradisi dan perayaan Romawi ini. Mereka masih membeli dan menukarkan kado saat Saturnalia. Pada abad ke-4, saat tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari peringatan kelahiran Yesus, perayaan Saturnalia mulai redup. Karena tanggal resmi Natal jatuh pada periode yang sama dengan perayaan 25 Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, h.35. 32 Romawi, mungkin saja beberapa orang Kristen menerapkan kebiasaan tukar hadiah saat merayakan Natal. Bahkan di Indonesia banyak penjual parcel Natal sebelum perayaan Natal yang parcel tersebut saling ditukarkan ketika Perayaan Natal, bahkan tidak jarang penjual berbagai hadiah tersebut di Indonesia adalah dari kalangan umat Muslim. Bahkan ada juga sebagian Muslim yang ikut serta saling memberi hadiah atau diberi hadiah dari umat Krintiani pada saat Natal. e. Ucapan Selamat Natal Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” atau “Merry Christmas” di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain dilakukan bukan hanya oleh orang- orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang non-Kristen, termasuk kaum muslim. Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat Natal di Negeri ini datang dari saudara-saudara mereka yang beragama Islam. Misalnya kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar yang beragama Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat media-media, baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan selamat Natal atau hari besar agama lain non Islam oleh Presiden, padahal kita ketahui bahwa semua Presiden kita beragama Islam. 26 Di sinilah terjadi banyak perdebatan mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain yang pada dasarnya ucapan selamat Natal juga merupakan bagian dari Perayaan Natal. 26 Zainul Kamal, dkk, Fiqih Lintas Agama, Jakarta: Paramadina, 2004, .h. 89. 33

BAB III FATWA IKUT SERTA MERAYAKAN NATAL BAGI UMAT MUSLIM

A. Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia MUI menganjurkan umat Islam tak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya haram. 1 Demikian bunyi fatwa tentang perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan MUI pada 7 Maret 1981. Kala itu MUI dipimpin Haji Abdul Malik Karim Amrullah Hamka, sedangkan ketua Komisi Fatwa-nya adalah Syukri Ghozali. Fatwa tersebut dilatar belakangi fenomena yang kerap terjadi sejak 1968 ketika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Lantaran perayaan Lebaran berdekatan dengan Natal, banyak instansi menghelat acara perayaan Natal dan Halâl Bihalal bersamaan. Ceramah-ceramah keagaman dilakukan bergantian oleh ustâdz, kemudian pendeta. Hamka mengecam kebiasaan itu bukan toleransi namun memaksa kedua penganut Islam dan Kristiani menjadi munafik. Hamka juga menilai penganjur perayaan bersama itu sebagai penganut sinkretisme. 2 Dalam fatwanya, MUI sendiri melihat bahwa perayaan Natal Bersama disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat 1 Irena Handono, Perayaan Natal 25 Agustus Antara Dogma dan Toleransi, Jakarta: Bima Rodheta, 2004,Cet. IV, h.11. 2 Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, h.21 34 Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal, lanjut MUI, perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah. 3 Dengan pertimbangan, Umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain, perlu menambah iman dan takwa, serta tanpa mengurangi usaha menciptakan kerukunan antar umat beragama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Perayaan Natal Bersama. MUI berharap Umat Islam tak terjerumus dalam syubhat perkara-perkara samar dan larangan Allah. Dalam fatwanya, MUI mepertimbangkan faktor-faktor sosiologis dalam pengambilan fatwa pertama, Perayaan Natal bersama pada saat itu disalah artikan oleh sebagian Umat Islam dan disangka dengan Umat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Kedua, Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Ketiga, Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah. Sehingga MUI menganggap bahwa Umat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama. Yang hal tersebut dilakukan Tanpa mengurangi usaha Umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia. MUI dalam fatwanya juga mendasarkan pada ajaran agama Islam yang diformulasikan dalam bentuk argumentasi berikut: 3 Zainul Kamal, dkk, Fiqih Lintas Agama, Jakarta: Paramadina, 2004, .h. 77. 35 Pertama: Bahwa Umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan Umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas QS. al-Hujarat 49: 13 ڰ݌إ اوفܔاعتل لئا۹قݔ ابوعش ْمكانْلعجݔ ݗثْنأݔ ركܒ ْنم ْمكانْقلخ اڰنإ ܘاڰنلا اݓڱيأ اي ري۹خ ميلع هڰللا ڰ݌إ ْمكاقْتأ هڰللا ْܑنع ْم݃مرْكأ ۷ارجحلا 13: 49 Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” QS. Luqman 31: 15 يف ا݋ݓْ۹حاصݔ ا݋ݓْعطت الف مْلع هب كل سْيل ام يب ݀رْشت ْ݌أ ݗلع ݀اܑهاج ْ݌إݔ انأ ْنم لي۹س ْع۹ڰتاݔ افݔرْعم ايْنڱܑلا ݌ول݋ْعت ْمتْنك ا݋ب ْم݃۳ڲ۹نأف ْم݃عجْرم ڰيلإ ڰمث ڰيلإ ۶ ݇ا݆قل 15: 31 Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” QS. Mumtahanah 60: 8 ڰلا نع هڰللا مكاݓْني ال ْ݌أ ْمكܔايد ْنم ْمكوجرْ܏ي ْملݔ نيڲܑلا يف ْمكولتاقي ْمل نيذ نيطسْق݋ْلا ڱبحي هڰللا ڰ݌إ ْمݓْيلإ اوطسْقتݔ ْمهݔڱر۹ت ۶݊حت݆݆لا 8: 60 Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang be rlaku adil”