Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
al-Azhar Kairo mengirim utusan resmi mengunjungi gereja dan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani.
4
Pemerintah Mesir menjadikan perayaan Natal tanggal 7 januari sebagai hari libur resmi nasional sejak tahun 2002 silam.
Perbedaan perayaan tersebut, tentu didasari pada hukum yang berlaku dan fatwa-fatwa ulama setempat yang mempengaruhi masyarakat di negara-negara
tersebut dalam menyikapi perayaan Natal yang ada. Fatwa-fatwa ulama tersebut tentu dirumuskan dengan melihat bentuk negara, budaya serta latar belakang
negara dan masyarakatnya. Dalam ilmu ushul fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan oleh seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan
peminta fatwa dalam satu kasus yang sifatnya tidak mengikat.
5
Fatwa juga dapat diidentikkan dengan ra’yu. Ra’yu didefinisikan sebagai pendapat tentang suatu
masalah yang tidak diatur oleh al- Qur’ân dan Sunnah. Ra’yu adalah pendapat
yang dipertimbangkan dengan matang, yang dicapai sebagai hasil pemikiran yang dalam dan upaya keras individu dengan tujuan menyingkapkan dan mencari
pengetahuan tentang suatu subyek yang mungkin hanya menjadi pertanda atau indikasi dari hal lain.
6
Sehingga tentunya fatwa juga dapat mempengaruhi bagaimana seorang Muslim dapat bersikap terhadap suatu permasalahan yang
tidak diatur dalam al- Qur’ân dan Sunnah.
Dalam hal ini fatwa ulama terkait dengan perayaan Natal memiliki dimensi yang berbeda-beda. Dimensi yang paling mendasar adalah terkait dengan
4
“Natal di Negara Islam, dari Pelarangan Hingga Bagi Kado”, Republika, 21 Desember 2015, h.21.
5
Abdul Aziz Dahlan Eds, Einsiklopedi Hukum Islam I, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999, h. 326.
6
Mohammad Hasyim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Bandung: Mizan, 1996, h. 89.
4
”Tasyabuh” yaitu suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang mukmin menyerupai, dalam hal ini adalah menyerupai orang kafir baik dalam
perkataan, perbuatan maupun kebiasaan-kebiasaan mereka.
7
Sebagai mana yang tergambar dalam Hadîts Nabi:
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi Muhammad SAW bersabda,
نع نْبا
،رمع لاق
: لاق
لوسر هَلا
ىَص هَلا
هْي ع مَس
” : ْنم
هَبشت ْوقب
و ف ْم ْنم
“
ا ر د اد وبأ
4031
8
Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rosulullah Bersabda:
“
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” HR. Abu Daud
no. 4031. Dalam hal ini tentunya perayaan Natal yang dilakukan oleh seseorang
Muslim dapat dikatakan sebagai perbuatan tasyabuh, namun kalangan ulama juga masih berbeda pendapat sehingga fatwa yang diberikan terhadap persoalan ini
berbeda-beda pula. Perbedaan tersebut tentunya terlihat dari taks-taks pernyataan berbagai fatwa yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu Majelis Ulama
Indonesia, Lembaga Fatwa Mesir dan Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Yang dimana ketiga lembaga fatwa tersebut tentunya
memiliki metode yang berbeda dalam permasalahan fatwa perayaan Natal. Metode dan pendekatan tersebut juga akan berdampak pada substansi fatwa yang
menyebabkan terjadinya ikhtilâf dikalangan ulama.
9
Karena itu penulis merasa
7
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ringkasan Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim, Penerjemah
Ahmad Hamdani Ibnu Muslim, Solo: Pustaka Ar-Rayyan, h.68.
8
Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Beirut: Dar al-Fikr, 1994, h.77
9
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h.50.
5
tertarik untuk membahas
”Hukum Ikut Serta Merayakan Natal Bagi Muslim Dalam Pandangan Ulama Komparasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Dâr al-
Iftâ’ al-Misriyyah Dan Komisi Tetap Urusan Riset Dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi”. Sebagai kajian yang mencoba membandingkan metode, pendekatan serta
substansi fatwa ulama terhadap permasalahan kontemporer Umat Islam. B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis mencoba mengindentifikasi permasalahan yang ada dalam judul penelitian ini sebagai
berikikut: 1.
Apa saja metode pengambilan fatwa yang dialakukan oleh ketiga lembaga fatwa dalam permasalahan perayaan Natal dinegaranya?
2. Apa saja hal yang menjadi pertimbangan ulama tersebut dalam pengambilan
fatwa? 3.
Apa dalîl argumentasi yang digunakan ulama ketiga lembaga tersebut dalam pengambilan fatwa?
4. Bagaimana para ulama tersebut memaknai perayaan Natal oleh Umat Muslim
sebagai tindakan tasyabuh? 5.
Sampai sejauh mana fatwa tentang perayaan Natal oleh ketiga lembaga fatwa tersebut mempengaruhi masyarakat negaranya dalam menyikapi perayaan Natal?
6. Bagaimana kedudukan fatwa ulama ketiga lembaga fatwa tersebut dinegaranya?