2 perlakuan blansir dengan media natrium metabisulfit pada umbi talas bertujuan mempertahankan
warna kecerahan umbi talas. Alat pengering yang digunakan untuk pengeringan umbi talas yaitu Sunbeam Food
Dehydrator, dimana alat pengering tersebut memiliki tiga level pengaturan suhu. Namun, suhu 35
o
C tidak digunakan, karena suhu tersebut direkomendasikan oleh panduan pemakaian alat untuk
pengeringan tanaman hias bunga dan tanaman rempah-rempah khususnya sebagai bahan pembuatan jamu. Parameter suhu merupakan salah satu parameter yang sangat penting dalam pengeringan,
karena perbedaan suhu pengeringan akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia umbi talas yang akan dikeringkan. Uji performansi alat pengering sangat diperlukan untuk mengetahui efisiensi
pengeringan dan kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan irisan umbi talas dalam satu kali proses pemakaian alat pengering. Selain itu, analisis mutu hasil pengeringan umbi talas umbi
talas kering diperlukan untuk mengetahui kadar air, reduksi kalsium oksalat, abu, pati dan residu sulfit. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh industri pembuatan tepung umbi talas atau
industri pangan yang menggunakan bahan baku talas kering baik untuk industri skala kecil maupun kecil menengah.
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Menguji performansi Sunbeam Food Dehydrator DT5600 untuk pengeringan umbi talas. 2.
Mempelajari pengaruh penanganan awal umbi talas dan suhu dehidrator menggunakan Sunbeam Food Dehydrator DT5600 terhadap mutu umbi talas kering.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TALAS 2.1.1 Karakteristik Talas
Talas Colocasia esculenta L. Schoot termasuk golongan sayuran jenis umbi yang tumbuh di dalam tanah Wirakusumah 2007, dimana umbi talas memiliki variasi berat berkisar antara 95 gram
sampai 932 gram dengan berat rata-rata mencapai sekitar 446 gram Syamsir 2012, berbentuk silinder dan agak bulat, berukuran 30 x 15 cm dan kulitnya berwarna cokelat Prihatman 2000. Jumlah
rendemen yang diperoleh dalam proses pengolahan umbi talas dapat dipengaruhi oleh berat umbi talas beserta ukuran dimensinya Syamsir 2012.
Menurut Syamsir 2012, sebagian besar umbi talas memiliki kulit tipis dengan permukaan kulit yang berserabut. Bentuk umbi talas sangat beragam, karena sebagian besar berbentuk kerucut,
silindris dan elips. Bentuk umbi talas akan mempengaruhi kemudahan dalam pengemasan untuk kepentingan transportasi maupun kemudahan dalam proses pengolahan umbi talas. Umumnya, umbi
talas yang dipasarkan berwarna putih dan kuning. Walaupun demikian, beberapa verietas talas memiliki daging umbi berwarna oranye, merah muda dan merah, dan umumnya serat daging umbi
didominasi oleh warna kuning muda, kuning oranye dan cokelat. Tabel 1. Perbedaan karakteristik umbi talas Bogor
Jenis Warna umbi
Lendir Efek gatal
Mentah Matang
Ketan Putih
Putih Banyak
Sangat gatal Mentega
Kuning Kuning
Sedikit Kurang gatal
Bentul Agak kuning
Putih marmer Sedikit
Kurang gatal Sumber: Widarso 2009
Lima kriteria varietas talas yang terdapat di Bogor Rukmana 1997 diacu dalam Widarso 2009, yaitu:
1. Talas pandan: tangkai daun berwarna keunguan, pohon pendek, pangkal batang berwarna
merah atau kemerahan, umbi lonjong berwarna cokelat dengan daging umbi keunguan, dan jika umbinya direbus akan berbau pandan.
2. Talas sutera: permukaan daun halus dan berwarna hijau muda, pangkal pelepah daun berwarna
putih, dan jika umbinya direbus akan berwarna putih dengan tekstur lembek. 3.
Talas mentega talas Lampung: daun dan pelepah daun berwarna kuning keunguan, umbi berbentuk bulat dengan daging umbi berwarna kuning, dan jika umbinya direbus akan terasa
gatal. 4.
Talas ketan: batang yang mengecil tepat di atas umbi, pelepah daun berwarna hijau dengan garis hitam, dan jika umbinya direbus akan terasa gatal.
5. Talas bentul: batang yang mengecil di atas umbi, pelepah daun berwarna hijau dengan garis
hitam keunguan, daging umbi berwarna kuning, dan jika umbinya direbus akan terasa gatal.
4
2.1.2 Prapanen dan Pascapanen Umbi Talas
Umumnya, jarak tanam talas disesuaikan dengan kondisi tanah dan keadaan musim, dimana jarak tanam talas dapat berukuran 75 x 75 cm, 70 x 70 cm atau 50 x 70 cm. Musim tanam yang baik
untuk tanaman talas yaitu menjelang musim hujan, sedangkan musim panen tergantung varietas talas. Tanaman talas peka terhadap tempat terbuka dengan penyinaran penuh, serta mudah tumbuh pada
suhu lingkungan 25-30
o
C dan kelembaban tinggi. Tanaman talas dapat tumbuh di dataran tinggi terutama pada tanah tadah hujan dan tumbuh sangat baik pada lahan yang bercurah hujan 2000
mmtahun atau lebih Prihatman 2000. Tanaman talas dikenal dengan sebutan “the potato of the
humid tropics ” Hedges dan Lister 2006.
Penyiangan terhadap rumput-rumput liar di sekitar tanaman agar diperoleh umbi yang besar dan kualitas yang baik. Kualitas umbi talas yang baik dapat ditinjau berdasarkan penanganannya yaitu
saat budidaya atau prapanen talas, karena kualitas umbi talas dapat menurun selama prapanen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit terhadap tanaman talas. Beberapa jenis hama yang
menyerang tanaman talas ditinjau dari bagian daun, pelepah dan umbinya, antara lain serangga Aphis gossypii Hemiptera: Aphididae, ulat Heppotion calerino Lepidoptera: Sphingidae, serangga Agrius
convolvuli kupu-kupu: Sphingidae, serangga Tarophagus proserpina Hemiptera: Delphacidae, serangga Bernisia tabaci Hemiptera: Aleurodidae, ulat Spodoptera litura kupu-kupu: Noctuidae,
serangga Tetranychus cinnabarinus Acarina: Tetranichidae dan Hepialiscus sordida kupu-kupu: Hepialidae. Jenis penyakit yang menyerang tanaman talas yaitu penyakit hawar daun Phytohptora
colocasiae Prihatman 2000. Pemanenan umbi untuk beberapa jenis talas dapat dipanen antara umur 8-10 BST bulan
setelah tanam Setyowati et al. 2007. Selain itu, masa panen umbi talas yang tidak tepat akan menurunkan kualitas umbi, karena panen yang terlalu cepat akan menghasilkan talas yang tidak
kenyal dan pulen, sedangkan panen yang terlalu lambat akan menghasilkan umbi talas yang terlalu keras dan liat. Beberapa penanganan pascapanen umbi talas, antara lain pengumpulan hasil panen,
penyortiran sortasi dan penggolongan, serta pengemasan dan pengangkutan Prihatman 2000. Menurut Widodo dan Supramana 2011, penyakit busuk umbi merupakan salah satu penyakit penting
pada talas di wilayah Bogor dan dapat menimbulkan kehilangan hasil sampai 70. Penyakit busuk umbi pada talas, yaitu Fusarium solani dapat menyebabkan pembusukan pada semua famili Araceae
yang dapat dikonsumsi, sedangkan Fusarium oxysporum hanya menimbulkan pembusukan pada tanaman talas Gambar 1.
Gambar 1. Inokulasi F.solani dan F. oxysporum pada talas atas, talas besar tengah, talas busukblue taro bawah pada irisan umbi talas: a. F.solani, b. F. oxysporum, dan c. tanpa
inokulasi Widodo dan Supramana 2011
5
2.1.3 Kandungan Kimia Umbi Talas
Komposisi kimia umbi talas tergantung dari jenis varietas yang dipengaruhi oleh faktor iklim, kesuburan tanah, umur panen dan lain-lain. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung di dalam umbi
talas, antara lain alkaloid, glikosida, saponin, essential oil, resin, gula dan asam-asam organik. Umbi talas memiliki kandungan pati sekitar 18.2 , sedangkan sukrosa dan gula pereduksinya sekitar 1.42
. Umbi talas mengandung pigmen karotenoid yang berwarna kuning dan anthosianin yang berwarna merah Muchtadi et al. 2010. Umbi talas merupakan sumber karbohidrat yang memiliki rasa agak
manis. Kandungan zat gizi dan fitonutrien dalam umbi talas, antara lain vitamin B
1
dan B
2
, kalsium oksalat dan pati Wirakusumah 2007. Pati termasuk salah satu komponen karbohidrat utama di dalam
umbi talas Syamsir 2012. Umbi talas yang masih mentah terdapat kandungan racun, sehingga konsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan rasa begah dan gangguan pencernaan Dalimartha
2006. Protein pada umbi talas lebih terkonsentrasi di bagian luar daripada di bagian tengah, sehingga proses pengupasan harus dilakukan secara hati-hati agar protein tidak banyak yang terbuang Syamsir
2012. Tabel 2. Komposisi kimia umbi talas segar
Komponen Jumlah 100 gram
bahan
1
Jumlah100 gram bahan
2
Air -
63.00-85.00 Kalori
98.00 kal -
Protein 1.90 g
1.40-3.00 Lemak
0.20 g 0.16-0.36
Karbohidrat 23.70 g
13.00-29.00 Serat kasar
- 0.60-1.18
Abu -
0.60-1.30 Mineral
Kalsium 28.00 mg
- Fosfor
61.00 mg -
Besi 1.00 mg
- Vitamin
Vitamin A 20.00 SI
- Thiamin 131
0.13 mg 0.18 mg
Riboflavin -
0.04 mg Niacin
- -
Vitamin C 0.04 mg
7.00-9.00 mg
1
Muchtadi et al. 2010
2
Syamsir 2012
2.1.4 Kalsium Oksalat pada Umbi Talas
Beberapa kendala dalam pemanfaatan umbi talas sebagai bahan pangan, antara lain timbulnya rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran pencernaan saat
dikonsumsi. Masalah tersebut disebabkan oleh kalsium oksalat yang terdapat di dalam umbi talas. Selain itu, talas mengandung asam oksalat yang dapat membentuk secara kompleks dengan kalsium.
Adanya asam oksalat pada talas, diduga dapat menggangu penyerapan kalsium., dimana asam oksalat bersifat larut dalam air, sedangkan kalsium oksalat tidak larut air tetapi dapat larut dalam larutan asam
kuat Syamsir 2012.
6 Oksalat terdistribusi tidak merata di dalam umbi talas, dimana bagian pangkal umbi talas
memiliki kadar oksalat tertinggi, sedangkan bagian ujungnya memiliki kadar oksalat terendah, sedangkan akumulasi oksalat paling tinggi terletak pada bagian yang mendekati daun. Kadar kalsium
oksalat di setiap daerah yang ada di Indonesia sangat beragam, dimana kadar oksalat tertinggi ditemukan dalam talas Banten 61,783.75 ppm, sedangkan kadar oksalat terendah ditemukan dalam
talas Pontianak 7,328.18 ppm. Di dalam umbi talas terdapat raphide, yang merupakan kristal kalsium oksalat berbentuk seperti jarum dan diduga menyebabkan rasa gatal melalui mekanisme
penusukan pada kulit dan raphide tersebut diduga membawa suatu senyawa yang berupa protein protease Yuliani et al. 2009. Selain itu, berdasarkan jenis varietas yang sama, kalsium oksalat
dapat dipengaruhi oleh letak penanaman talas, yaitu baik di lahan basah maupun kering Syamsir 2012.
2.2 PENANGANAN AWAL SEBELUM PENGERINGAN UMBI TALAS 2.2.1 Perlakuan Blansir Menggunakan Medium Air
Blansir merupakan suatu pemanasan pendahuluan bahan pangan pada suhu mendidih atau hampir mendidih dengan waktu yang singkat. Umumnya, blansir dilakukan sebelum bahan
dikalengkan, dibekukan atau dikeringkan yang bertujuan menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme pada bahan pangan. Blansir dapat mencegah atau menghambat perubahan warna
yang tidak dikehendaki, memperbaiki flavor atau aroma, melunakkan atau melayukan jaringan bahan, mengeluarkan udara dari jaringan bahan, serta menghilangkan getah atau kotoran Muchtadi et al.
2010. Keberadaan banyaknya getah gum dan kadar amilopektin umbi talas menyebabkan rasa dan tekstur talas menjadi lengket dan pulen Syamsir 2012.
Blansir akan mempercepat proses pengeringan terhadap bahan pangan, karena membran sel permeabel melakukan perpindahan air. Lama perlakuan blansir dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain ukuran bahan, suhu, ketebalan tumpukan bahan, serta medium blansir. Bahan pangan yang memiliki ukuran besar atau tebal memerlukan waktu blansir yang lebih lama, karena
diperlukan penetrasi panas yang lebih lama. Blansir dengan medium air memerlukan waktu yang lebih singkat, karena penetrasi panas lebih cepat terjadi pada medium cair dan dapat memungkinkan
terjadinya kehilangan komponen terlarut bahan pangan yang lebih besar Muchtadi et al. 2010. Suhu dan lama perlakuan blansir tergantung pada jenis bahan pangan yang akan diblansir.
Umumnya, bahan pangan mengandung enzim oksidasi dan hidrolisis. Sebagian besar enzim tersebut menjadi inaktif pada suhu 71.1
o
C atau lebih, tetapi suhu 87.8
o
C dianggap sebagai batas minimum yang aman untuk perlakuan blansir. Blansir hanya dilakukan selama beberapa menit untuk
menginatifkan enzim Muchtadi et al. 2010. Metode blansir dapat digunakan untuk mereduksi kalsium oksalat, terutama pada irisan umbi
talas taro chips. Water bath merupakan suatu alat yang digunakan untuk memblansir irisan umbi talas, dimana suhu yang digunakan yaitu 80
o
C selama 15 menit Hang et al. 2011. Studi kasus lain yang berkaitan tentang perlakuan blansir irisan umbi talas beserta dampaknya, yaitu irisan umbi talas
yang diblansir pada suhu 80
o
C selama 5 menit dapat memisahkan residu permukaan pati dan menginaktifasi enzim Emmanuel-Ikpeme et al. 2007.
2.2.2 Perendaman dalam Larutan NaCl
Reduksi kalsium oksalat dapat dilakukan dengan cara merendam umbi talas dalam larutan garam Natrium klorida, dimana peningkatan konsentrasi garam cenderung meningkatkan reduksi
7 oksalat. Selain itu, garam dapat berfungsi sebagai pencegah terjadinya reaksi browning Yuliani et al.
2009. Garam terbentuk dari hasil reaksi asam dan basa yang terdiri dari ion positif kation dan ion negatif anion, sehingga membentuk senyawa netral yang tidak memiliki muatan. Natrium klorida
NaCl akan terionisasi di dalam air menjadi ion Na
+
dan Cl
-
yang akan berikatan dengan kalsium oksalat CaC
2
O
4
. Ion Na
+
menarik ion-ion yang bermuatan negatif, sedangkan ion Cl
-
menarik ion-ion yang bermuatan positif. Kalsium oksalat CaC
2
O
4
yang terdapat di dalam air akan terurai menjadi ion Ca
2+
dan C
2
O
4 2
. Ion Na
+
mengikat ion C
2
O
4 2-
, sehingga membentuk natrium oksalat Na
2
C
2
O
4
. Ion Cl
-
mengikat ion Ca
2+
, sehingga membentuk endapan putih kalsium diklorida CaCl
2
yang mudah larut dalam air Schumm 1978 diacu dalam Marliana 2011. Bentuk persamaan reaksi kimia antara
natrium klorida dan kalsium oksalat adalah sebagai berikut: CaC
2
O
4
+ 2NaCl → Na
2
C
2
O
4
+ CaCl
2
Schumm 1978 diacu dalam Marliana 2011
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi NaCl dan lama perendaman terhadap reduksi kadar oksalat Talas Bogor Yuliani et al. 2009
2.2.3 Perlakuan Blansir Menggunakan Larutan Na
2
S
2
O
5
Natrium metabisulfit
Menurut Winarno 2008, sulfit digunakan dalam bentuk gas SO
2
, garam Na atau K-sulfit, bisulfit dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang tidak
terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetal dehida membentuk senyawa yang tidak dapat
difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan. Selama sebagai
pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sebagai mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan
dan meningkatkan daya kembang terigu. Umumnya, penggunaan sulfit dilakukan melalui perendaman, tetapi sulfit dapat dilakukan
melalui perlakuan blansir. Penambahan bahan kimia tersebut hanya bertujuan memperbaiki warna bahan pangan Muchtadi et al. 2010. Salah satu studi kasus perlakuan blansir menggunakan larutan
natrium metabisulfit adalah perlakuan blansir pada irisan umbi kentang yang dilakukan pada suhu 80- 85
o
C selama 1 menit Tjahyadi 2000 diacu dalam Wirdayanti 2012. Penggunaan natrium metabisulfit memiliki batas maksimum yang telah ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu 2 gkg berat bahan atau 2000 ppm Desrosier 1988 diacu dalam Wirdayanti 2012. Salah satu aplikasi yang terkait dengan batas maksimum penggunaan
natrium metabisulfit yaitu tepung tapioka yang mendapatkan persyaratan dari SNI dengan batas maksimum 0.2 natrium metabisulfit Husniati 2010.
8
2.3 PENGERINGAN UMBI TALAS
Definisi pengeringan dan dehidrasi bahan pangan dapat dibedakan berdasarkan tingkat kadar air bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan bahan pangan merupakan suatu metoda pengeluaran
sebagian air dalam suatu bahan pangan menggunakan energi panas hingga tingkat kadar air kesetimbangan pada kondisi udara atmosfir normal atau berbanding lurus dengan nilai aktivitas air
Aw yang aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis maupun kimiawi. Dehidrasi bahan pangan merupakan proses pengeluaran air menggunakan energi panas hingga tingkat kadar air yang sangat
rendah mendekati bone dry. Bone dry adalah suatu kondisi dimana seluruh air pada bahan pangan telah dikeluarkan hingga kadar air bahan pangan tersebut adalah nol Wirakartakusumah et al. 1989.
Tujuan dari pengeringan yaitu mencegah terjadinya pembusukan bahan pangan yang dikarenakan mikrooganisme dapat tumbuh dan berkembang biak saat membutuhkan air dalam jumlah yang cukup.
Penurunan kadar air harus dilakukan untuk mencapai aktivitas air tertentu, karena pertumbuhan mikroorganisme terutama ditentukan oleh aktivitas air, bukan oleh kadar air bahan pangan Effendi
2009. Bahan pangan segar merupakan akumulasi dari bahan kering padatan dan sejumlah air,
dimana air dalam bahan pangan termasuk bagian seutuhnya dan terdapat adanya air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat di bagian permukaan bahan atau padatan, diantara sel-sel maupun dalam
pori-pori, sehingga air tersebut mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat terdiri dari air terikat secara fisik menurut sistem kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan, serta air terikat
secara kimia merupakan air yang berada dalam bahan pangan dalam bentuk kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat dapat berikatan dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin
dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan Effendi 2009. Metode pengeringan bahan pangan yaitu energi panas diberikan pada bahan pangan dan air
dalam bahan pangan dikeluarkan, sehingga dua fenomena tersebut berkaitan dengan proses pindah panas ke dalam dan pindah massa keluar. Beberapa parameter pengeringan bahan pangan yang
berpengaruh terhadap laju pengeringan yaitu luas permukaan, suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara Muchtadi 2008. Mekanisme keluarnya air dari dalam bahan pangan selama pengeringan, yaitu
air bergerak melalui tekanan kapiler, penarikan air yang disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan di setiap bagian bahan pangan, penarikan air ke permukaan bahan pangan yang disebabkan
oleh absorpsi dari lapisan-lapisan permukaan komponen padatan dari bahan, serta perpindahan air dari bahan ke udara yang disebabkan oleh perbedaan tekanan uap Supriyono 2003.
Beberapa fenomena yang terjadi pada pengeringan bahan pangan, antara lain: shrinkage berkaitan dengan perubahan dimensi dan bentuk potongan bahan; densitas kamba berkaitan dengan
keretakan dan rongga dalam potongan bahan; browning berkaitan dengan perubahan warna, flavor dan kapasitas dehidrasi; migrasi zat larut dan kehilangan zat yang mudah menguap berkaitan dengan aliran
dan kemampuan dinding sel jaringan bahan pangan; serta case hardening yang merupakan suatu bagian dari hasil pengeringan bahan pangan yang tidak merata, karena kondisi bahan pangan yang
tidak konstan Hubeis 2007 atau suatu kondisi dimana bagian permukaan luar bahan pangan telah kering, sedangkan di bagian dalamnya belum kering Rachmawan 2001. Umumnya, bahan pangan
yang dikeringkan memiliki nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya, karena selama pengeringan dapat mengakibatkan perubahan warna, tekstur, aroma, Muchtadi 2008, bentuk,
sifat-sifat fisik dan kimiawinya Wirakartakusumah et al. 1989, dan lain-lain. Pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak kualitas bahan pangan, karena
permukaan bahan pangan menjadi cepat kering dan sulit mengimbangi kecepatan gerakan air bahan pangan menuju permukaan bahan pangan, sehingga mengakibatkan pengerasan pada permukaan
bahan pangan. Selain itu, air dalam bahan pangan menjadi terhambat dan tidak dapat menguap lagi.
9 Berdasarkan pertimbangan standar gizi, pemanasan bahan pangan yang dianjurkan yaitu tidak lebih
dari 85
o
C Suharto 1991 diacu dalam Setyoko et al. 2012. Laju pengeringan termasuk suatu penentuan waktu pengeringan dan perkiraan untuk mengetahui ukuran alat yang digunakan untuk
pengeringan bahan pangan Effendi 2009 Salah satu studi kasus terkait pengeringan bahan pangan, yaitu pada proses pengeringan ubi
maupun kentang dalam tray dryer, suhu yang digunakan untuk kebutuhan pangan, khususnya keripik yaitu 40-60
o
C Aviara et al. 2010 diacu dalam Hani 2012. Standar mutu gaplek ubi kering dipilih sebagai acuan umbi talas kering, karena umbi talas memiliki kesamaan yang dapat dilihat dari
pertumbuhan umbinya yang berada di dalam tanah dan tergolong umbi-umbian. Tabel 3. Standar mutu gaplek menurut SNI No. 01.2905.1992
No Jenis uji
Persyaratan mutu Mutu super
Mutu I Mutu II
Mutu III 1.
Kadar air bb Maks. 14
Maks. 14 Maks. 14
Maks. 14 2.
Kadar pati bb Min. 70
Min. 68 Maks. 65
Maks. 62 3.
Kadar serat bb Maks. 4
Maks. 5 Maks. 5
Maks. 5 4.
Kadar Pasirsilika bb Maks. 2
Maks. 3 Maks. 3
Maks. 3 Sumber: BSN 1992
10
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN