Kredit Pajak PPh Bahan Ajar Pajak Penghasilan

107 | H a l a m a n 3 Jumlah PhKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: 4 Jumlah PhKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang: 5 50 x 28 x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00 6 28 x Rp2.520.000.000,00 = Rp 705.600.000,00 + Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp 772.800.000,00

D. Kredit Pajak PPh

Gambar 5: Skema Kredit Pajak Penghasilan Pasal 1 angka 22 Undang-undang KUP menyatakan bahwa Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang 108 | H a l a m a n dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. Pasal 20 ayat 1 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain, serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri. Agar pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan mendekati jumlah pajak yang akan terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, maka pelaksanaannya dilakukan melalui: - PemotonganPemungutan pajak oleh pihak lain: 7 Pemotongan PPh Pasal 21 dalam hal diperoleh penghasilan oleh Wajib Pajak dari pekerjaan, jasa atau kegiatan; 8 Pemungutan PPh Pasal 22 atas penghasilan dari usaha; 9 Pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan dari modal, jasa dan kegiatan tertentu. - Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 oleh Wajib Pajak sendiri. Pelunasan pajak tersebut merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. Dengan pertimbangan kemudahan, kesederhanaan, kepastian, pengenaan pajak yang tepat waktu, dan pertimbangan lainnya, maka dapat diatur pelunasan pajak dalam tahun berjalan yang bersifat final atas jenis-jenis penghasilan tertentu seperti dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang. 1. PemotonganPemungutan Pajak Penghasilan oleh Pihak Lain • Kredit Pajak Dalam Negeri 1 Pemotongan PPh Pasal 21 Ketentuan ini mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. 109 | H a l a m a n a Pemotong PPh Pasal 21 • Pemberi Kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain 92 dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai 93 . Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah: - Kantor perwakilan Negara asing; - Organisasi-organisasi internasional 94 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; - Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. • Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNIPOLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; • Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; • Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: - Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa danatau kegiatan yang dilakukan 110 | H a l a m a n oleh orang pribadai dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya; - Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; - Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; • penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. b Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21adalah orang pribadi yang merupakan: • Pegawai; • Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; • Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi: - Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; - Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawanperagawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; - Olahragawan; 111 | H a l a m a n - Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; - Pengarang, peneliti, dan penerjemah; - Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; - Agen iklan; - Pengawas atau pengelola proyek; - Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; - Petugas penjaja barang dagangan; - Petugas dinas luar asuransi; - Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; • Peserta kegiatan 95 yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : - Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; - Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; - Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; - Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; - Peserta kegiatan lainnya. c Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 • Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: 112 | H a l a m a n - Bukan warga negara Indonesia; - Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta - Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. • Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat: - Bukan warga negara Indonesia; - Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. d Penghasilan 96 yang dipotong PPh Pasal 21 • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; • Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; • Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; • Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; • Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. 113 | H a l a m a n • Penerimaan dalam bentuk natura danatau kenikmatan 97 lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: - Bukan Wajib pajak; - Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; - Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus deemed profit. e Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 • Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; • Penerimaan dalam bentuk natura danatau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah 98 ; • Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; • Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak- pihak yang bersangkutan; • Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf l Undang-undang Pajak Penghasilan. 114 | H a l a m a n f Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 DPP PPh Pasal 21 Berlaku Bagi Skema Penghitungan PPh 21 Penghasilan Kena Pajak Pegawai Tetap 99 Penghasilan Bruto xxx Pengurangan:

1. Biaya Jabatan

100 xxx

2. Iuran yg

terkait dengan gaji 101 xxx + xxx - Penghasilan Netto xxx PTKP xxx - Penghasilan Kena Pajak xxx Penerima Pensiun Berkala Penghasilan Bruto xxx Pengurangan: Biaya Pensiun 102 xxx - Penghasilan Netto xxx PTKP xxx - Penghasilan Kena Pajak xxx Pegawai Tidak Tetap 103 yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlahkumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00 Penghasilan Bruto xxx PTKP xxx - Penghasilan Kena Pajak xxx Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifatberkesinambun gan Jumlah Penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 sehari Pegawai Tidak Tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 50 dari jumlah penghasilan bruto Bukan Pegawaiyang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan Jumlah penghasilan bruto Lainnya g Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 • Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a 104 Undang-undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari : - Pegawai tetap; - Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan; 115 | H a l a m a n - Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan. • Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif lapisan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan diterapkan atas: - Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp150.000,00; - Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00. Dalam hal jumlah pengasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp6.000.000,00 PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang- undang Pajak Penghasilan atas jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan. • Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dalam satu tahun kalender dari: - Penghasilan Kena Pajak bagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi ketentuan: § Bukan pegawai yang bersangkutan telah mempunyai NPWP; § Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 danatau PPh Pasal 26; § Tidak memperoleh penghasilan lainnya. - 50 dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan bagi bukan yang bersifat berkesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan untuk memperoleh pengurangan berupa PTKP sebagaimana dimaksud pada angka 1. 116 | H a l a m a n - Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama; - Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;atau - Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. • Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan diterapkan atas: - 50 dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan; - Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. h Besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20 daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Kepemilikan NPWP dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu NPWP. i Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Gilang Pamungkas pegawai pada perusahaan PT Yasa Buana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp2.000.000,00. PT Yasa Buana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50 dan 0,30 dari gaji. PT Yasa Buana menanggung iuran Jaminan Hari Tua 117 | H a l a m a n setiap bulan sebesar 3,70 dari gaji sedangkan Gilang Pamungkas membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00 dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Yasa Buana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Yasa Buana membayar iuran pensiun untuk Gilang Pamungkas ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebeasr Rp 100.000,00, sedangkan Gilang Pamungkas membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21: Gaji sebulan Rp 2.000.000,00 Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 10.000,00 Premi Jaminan Kematian Rp 6.000,00 + Penghasilan Bruto Rp 2.016.000,00 Pengurangan: 1. Biaya jabatan 105 5 x Rp 2.016.000,00 Rp 100.800,00 2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00 3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 40.000,00 + Rp 190.800,00 - Penghasilan Netto sebulan Rp 1.825.200,00 Penghasilan Netto setahun 12 x Rp 1.825.200,00 Rp 21.902.400,00 PTKP § untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 § tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00 + Rp 17.160.000,00 - Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 4.742.400,00 Pembulatan Rp 4.742.000,00 PPh Pasal 21 terutang 5 x Rp 4.742.000,00 Rp 237.100,00 PPh Pasal 21 sebulan 106 Rp 237.100,00 : 12 Rp 19.758,00 2 Pemungutan PPh Pasal 22 Pasal 22 Undang-undang Pajak Penghasilan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154PMK.032010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253PMK.032008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai 118 | H a l a m a n Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah, mengatur antara lain: Objek PPh Pasal 22 Pemungut PPh Pasal 22 Besarnya Pungutan PPh Pasal 22 Sifat Impor Barang - Bank Devisa - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Menggunakan API 107 : § 2,5 dari Nilai Impor 108 § 0,5 dari Nilai Impor, atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai Kredit Pajak bagi Wajib Pajak yang dipungut Tidak Menggunakan API: 7,5 dari Nilai Impor Tidak dikuasai: 7,5 dari harga jual lelang Pembayaran atas pembelian barang Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran KPA sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga- lembaga negara lainnya 1,5 dari harga pembelian bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai Kredit Pajak bagi Wajib Pajak yang dipungut Pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan UP Bendahara pengeluaran 1,5 dari harga pembelian Pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung LS Kuasa Pengguna Anggaran KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA 1,5 dari harga pembelian Penjualan hasil produksi di dalam negeri Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha: § Industri semen § Industri kertas § Industri baja § Industri otomotif penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1 dari DPP PPN bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai Kredit Pajak bagi Wajib Pajak yang dipungut penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25 dari DPP PPN penjualan semua 119 | H a l a m a n yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45 dari DPP PPN penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3 dari DPP PPN Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas Bahan Bakar Minyak sebesar: a. 0,25 dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina; b. 0,3 dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU Pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada: a. penyaluragen bersifat final; b. selain penyaluragen bersifat tidak final dan dapat diperhitungka n sebagai Kredit Pajak. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3 dari penjualan tidak termasuk PPN Pelumas sebesar 0,3 dari penjualan tidak termasuk PPN Pembelian bahan- bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak 0,25 dari harga pembelian tidak termasuk PPN bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut Barang yang tergolong sangat mewah adalah: a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 b. kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 c. rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah 5 dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM Dapat diperhitungkan sebagai Kredit Pajak bagi Wajib Pajak yang melakukan pembelian barang yang tergolong sangat mewah. 120 | H a l a m a n dan luas bangunan lebih dari 500m2. d. apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 danatau luas bangunan lebih dari 400m2. e. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, spart utility vehicle suv, multi purpose vehicle mpv, minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100 daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22: a Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perUndang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan; b Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk danatau PPN 109 : • Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. • Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia. 121 | H a l a m a n • Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana. • Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum. • Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. • Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya. • Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah. • Barang pindahan. • Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan. • Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum. • Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara. • Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan Negara. • Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional PIN. • Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama. • Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang Pembelian barang yang tergolong sangat mewah mencerminkan potensi kemampuan ekonomis penghasilan yang sangat besar yang pajaknya kemungkinan belum sepenuhnya dibayar. 122 | H a l a m a n diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional. • Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. • Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia. • Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia. • Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama. c Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. d Impor kembali re-import, yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. e Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan KPA, bendahara pengeluaran, dan KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar, berkenaan dengan: • Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; • Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minumPDAM dan benda-benda pos. f Pembayaran untuk pembelian gabah danatau beras oleh BULOG. g Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. h Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah BOS. 123 | H a l a m a n 3 Pemotongan PPh Pasal 23 Pemotong PPh Pasal 23 Objek PPh Pasal 23 Tarif Pemotongan PPh Pasal 23 § Badan pemerintah § Subjek pajak badan dalam negeri § Penyelenggara kegiatan § Bentuk usaha tetap § Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 1. Dividen 2. Bunga 3. Royalti 4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 15 dari jumlah bruto 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 110 Imbalan sehubungan dengan: a. Jasa teknik b. Jasa manajemen c. Jasa konstruksi d. Jasa konsultan e. Jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21. 2. Jenis jasa lain 111 terdiri dari: a. Jasa penilai appraisal. b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa perancang design; e. Jasa pengeboran drilling di bidang penambangan minyak dan gas bumi migas, kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap BUT; f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i. Jasa penebangan hutan; j. Jasa pengolahan limbah; k. Jasa penyedia tenaga kerja outsourcing services l. Jasa perantara danatau keagenan; m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; n. Jasa kustodianpemyimpanan penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; o. Jasa pengisian suara dubbing danatau sulih suara; p. Jasa mixing film; q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; r. Jasa instalasipemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, danatau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin danatau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; s. Jasa perawatanperbaikanpemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasikendaraan danatau 2 dari jumlah bruto 124 | H a l a m a n bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin danatau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; t. Jasa maklon; u. Jasa penyelidikan dan keamanan; v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w.Jasa pengepakan; x. Jasa penyediaan tempat danatau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y. Jasa pembasmian hama; z. Jasa kebersihan atau cleaning service; aa. Jasa catering atau tata boga. Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100. Pasal 23 ayat 3 Undang-undang Pajak Penghasilan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50PJ.1994 tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23, mengatur hal-hal sebagai berikut: a Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah: • Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah PPAT kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas; • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan. b Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu tersebut Wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa. Tarif yang dikenakan atas dividen yang diterima WP OP dalam negeri adalah setinggi-tingginya sebesar 10 dan bersifat final Alasan Perubahan: • RUndang-Undang Pajak Penghasilan tetap menganut classical system sehingga dividen tetap merupakan objek pajak. • Namun, perlu diberikan insentif berupa tarif PPh yang rendah atas dividen: - agar beban pajak yang ditanggung pemegang saham orang pribadi dapat dikurangi; - untuk mendorong perusahaan agar mendistribusikan penghasilannya kepada para pemegang saham; - karena investasi dalam bentuk penyertaan modal mengandung risiko yang lebih besar daripada investasi dalam dentuk deposito dan obligasi; • Tarif final memberikan kesederhaan administrasi bagi WP dan DJP. 125 | H a l a m a n c Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak. Pemotongan PPh Pasal 23 tidak dilakukan atas: a Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. b Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi financial lease. c Dividen yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan 112 dan dividenyang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri 113 . d Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif 114 . e Sisa hasil usaha SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya. f Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman danatau pembiayaan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251PMK.032008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi Sebagai Penyalur Pinjaman danatau Pembiayaan yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23, mengatur hal-hal sebagai berikut: • Atas penghasilan sehubungan dengan jasa keuangan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman danatau pembiayaan, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23. Memberikan kesederhanaan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa-jasa dengan menerapkan tarif tunggal 2. 126 | H a l a m a n • Penghasilan sehubungan dengan jasa keuangan adalah berupa bunga atau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan atau pemberian pembiayaan, termasuk yang menggunakan pembiayaan berbasis syariah. • Badan usaha yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman danatau pembiayaan terdiri dari: - Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan; - BUMN atau BUMD yang khusus didirikan untuk memberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT Persero Permodalan Nasional Madani. • Kredit Pajak Luar Negeri KPLN Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri. Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164KMK.032002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri, mengatur hal-hal sebagai berikut: 1 Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterimadiperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan dalam tahun pajak yang sama. Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia 127 | H a l a m a n hanyalahpajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. Contoh: PT A di Indonesia merupakan pemegang saham tunggal dari Z Inc. di Negara X. Z Inc. tersebut dalam tahun 1995 memperoleh keuntungan sebesar US100,000.00. Pajak Penghasilan yang berlaku di negara X adalah 48 dan Pajak Dividen adalah 38. Penghitungan pajak atas dividen tersebut adalah sebagai berikut: Keuntungan Z Inc US 100,000.00 Pajak Penghasilan Corporate income tax atas Z Inc. : 48 US 48,000.00 - US 52,000.00 Pajak atas dividen 38 US 19,760.00 - Dividen yang dikirim ke Indonesia US 32,240.00 • Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan terhadap seluruh Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A adalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, dalam contoh di atas yaitu jumlah sebesar US19,760.00. • Pajak Penghasilan Corporate income tax atas Z Inc. sebesar US48,000.00 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak sebesar US48,000.00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas keuntungan Z Inc. di negara X. 2 Besarnya KPLN adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu, yang dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak 115 dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri. 128 | H a l a m a n Rumus KPLN: KPLN = Penghasilan dari Luar Negeri x PPh Terutang Penghasilan Kena Pajak 3 Dalam hal penghasilan yang diterimadiperoleh di luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan KPLN berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara ordinary credit per country basis. 4 Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. 5 Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah KPLN yang diperkenankan, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi. 6 Apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang menurut Undang-undangPajak Penghasilan. Misalnya, dalam tahun 2010, Wajib Pajak mendapat pengurangan pajak atas penghasilan luar negeri tahun pajak 2009 sebesar Rp5.000.000,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang dikreditkan terhadap pajak yang terutang untuk tahun pajak 2009, maka jumlah sebesar Rp5.000.000,00 tersebut ditambahkan pada Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun pajak 2010. 2. PPh yang Dibayar Sendiri Angsuran PPh Pasal 25 a. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan PPhtahun pajak yang lalu dikurangi: 1 PPh Pasal 21 yang dipotong Pemberi Kerja 2 PPh Pasal 22 yang dipungut oleh pihak lain 129 | H a l a m a n 3 PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pihak lain 4 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan PPh Pasal 24KPLN,dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Contoh 1: PPh terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh 2009 Rp 50.000.000,00 Dikurangi: a PPh Pasal 21 116 Rp 15.000.000,00 b PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00 c PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00 d PPh Pasal 24 KPLN Rp 7.500.000,00 + Jumlah Kredit Pajak Rp 35.000.000,00 - Selisih Rp 15.000.000,00 • Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah sebesar Rp 1.250.000,00 Rp15.000.000,00 dibagi 12. • Apabila Pajak Penghasilan tersebut berkenaan dengan penghasilan yang diterimadiperoleh untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 6 bulan dalam tahun 2009, besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan dalam tahun 2010 adalah sebesar Rp2.500.000,00 Rp15.000.000,00 dibagi 6. b. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh 117 sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu. Contoh: Apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh WP Orang Pribadi pada bulan Februari 2010, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar WP tersebut untuk bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009, misalnya sebesar Rp1.000.000,00. c. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali 130 | H a l a m a n berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. Contoh: Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2009 yang disampaikan WP dalam bulan Februari 2010, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2010 telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2009 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000,00. Besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2010 adalah sebesar Rp2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan. d. Pasal 25 ayat 6 Undang-undang Pajak PenghasilandanKeputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537PJ.2000 mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut: 1 WPberhak atas Kompensasi Kerugian. a Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 31A Undang-undang Pajak Penghasilan. b Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan 118 dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undangPajak Penghasilan, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. c Contoh 1: Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak yang bersangkutan atau Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat 131 | H a l a m a n melakukan kompensasi kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan netto Tahun Pajak yang bersangkutan dan tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian. Contoh: Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2010: • Kerugian habis dikompensasi Penghasilan Netto Rp116.800.000,00 Kerugian tahun 2009 Rp20.000.000,00 Kompensasi atas kerugian 2009 Rp 20.000.000,00 - Penghasilan Netto setelah Kompensasi Rp 96.800.000,00 PTKP – K3 Rp 21.120.000,00 Penghasilan Kena Pajak Rp 75.680.000,00 • Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian. Penghasilan Netto Rp116.800.000,00 Kerugian tahun 2005 Rp166.800.000,00 Dikompensasi 119 Rp116.800.000,00 - Penghasilan Netto setelah kompensasi N I H I L Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24 Tahun Pajak 2010 Rp2.250.000,00 Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011: Berdasarkan contoh di atas, dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun Pajak 2011 adalah penghasilan netto Tahun Pajak 2010 tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian, sebagai berikut: Penghasilan Netto Tahun Pajak 2010 Rp116.800.000,00 PTKP - K3 Rp 21.120.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Rp 95.680.000,00 PPh terutang: 5 x Rp50.000.000 = Rp2.500.000,00 15 x Rp45.680.000 = Rp6.852.000,00 + Rp 9.352.000,00 Jumlah PPh Pasal 21,22,23, dan 24 Rp 2.250.000,00 - Rp 7.102.000,00 Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2011: 132 | H a l a m a n 112 x Rp7.102.000,00 = Rp 591.833,00 d Contoh 2: Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak yang bersangkutan dan Tahun Pajak yang bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan netto Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak berikutnya. Apabila penghasilan netto Tahun Pajak yang bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL. Contoh A: Menurut SPT Tahunan Tahun 2010: Penghasilan Netto Rp116.800.000,00 Kerugian Tahun Pajak 2009 Rp166.800.000,00 Dikompensasi 120 Rp116.800.000,00 - Penghasilan Netto setelah kompensasi NIHIL Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24 Rp 2.250.000,00 Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2011: Penghasilan Netto Tahun Pajak 2010 Rp116.800.000,00 Sisa kerugian Tahun Pajak 2009 yang masihdapat dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak 2011 Rp 50.000.000,00 - Penghasilan Netto setelah kompensasi Rp 66.800.000,00 PTKP - K3 Rp 21.120.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Rp 45.680.000,00 PPh terutang: 5 x Rp45.680.000,00 Rp 2.284.000,00 Jumlah PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24 Rp 2.250.000,00 - Rp 34.000,00 Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2011: 112 x Rp 34.000,00 Rp 2.833,00 133 | H a l a m a n Contoh B: Menurut SPT Tahunan Tahun 2010: Penghasilan Netto Rp116.800.000,00 Kerugian Tahun Pajak 2009 Rp233.800.000,00 Dikompensasi Rp116.800.000,00 - Penghasilan Netto setelah kompensasi NIHIL Penghitungan PPh Pasal 25 untuk Tahu Pajak 2011: Penghasilan Netto Tahun Pajak 2009 Rp116.800.000,00 Sisa kerugian Tahun Pajak 2009 yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak 2011 Rp117.000.000,00 Karena sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan netto Tahun Pajak 2011 lebih besar dari penghasilan netto Tahun Pajak 2010, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak 2011 adalah NIHIL. 2 Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur. a Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; b Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utangpiutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta capital gain sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil; c Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan 121 dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undangPajak Penghasilan, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 134 | H a l a m a n d Contoh: Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya penghasilan dari sewa mobil, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung berdasarkan penghasilan netto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut. Contoh: Menurut SPT Tahunan Tahun 2010: Penghasilan Netto seluruhnya Rp516.800.000,00 Jumlah PPh Pasal 21, 22 dan 24 Rp 51.250.000,00 Jumlah PPh Pasal 23 atas sewa mobil sebesar Rp60.000.000,00 Rp 1.200.000,00 Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2011: Penghasilan Netto seluruhnya Rp516.800.000,00 Penghasilan Netto tidak teratur – Sewa Mobil Rp 60.000.000,00 - Penghasilan Netto teratur Rp456.800.000,00 PTKP K3 Rp 21.120.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Rp435.680.000,00 PPh Terutang: 5 x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00 15 x Rp200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 25 x Rp185.680.000,00 = Rp 46.420.000,00 + Rp 78.920.000,00 Jumlah PPh Pasal 21, 22, dan 24 Tahun Pajak 2010tidak termasuk PPh Pasal 23 atas sewa mobil Rp 51.250.000,00 - Rp 27.670.000,00 Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2011: 112 x Rp27.670.000,00 Rp 2.306.833,00 3 SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan. a Dalam hal SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu disampaikan Wajib Pajak setelah lewat batas waktu yang ditentukan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan 135 | H a l a m a n besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. b Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut 122 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. 4 Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. a Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan. b Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. 5 Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan. • Dalam hal Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut 123 dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan. 6 Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. a Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75 dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan 136 | H a l a m a n besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. b Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150 dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. c Contoh: Perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan atau peningkatan usaha. PT B yang bergerak di bidang produksi benang dalam tahun 2009 membayar angsuran bulanan sebesar Rp15.000.000,00. Dalam bulan Juni 2009 pabrik milik PT B terbakar. Oleh karena itu, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mulai bulan Juli 2009 angsuran bulanan PT B dapat disesuaikan menjadi lebih kecil dari Rp15.000.000,00. Sebaliknya, apabila PT B mengalami peningkatan usaha, misalnya adanya peningkatan penjualan dan diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kewajiban angsuran bulanan PT B dapat disesuaikan oleh Direktur Jenderal Pajak. e. Pasal 25 ayat 7 Undang-undang Pajak Penghasilandan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255PMK.032008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208PMK.032009 mengatur bahwa Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi: 1 Wajib Pajak Baru 124 . 137 | H a l a m a n a Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12. b Penghasilan netto adalah: • Dalam hal WPBaru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya; • Dalam hal WP Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atas peredaran atau penerimaan bruto. c Untuk WPOP Baru, jumlah penghasilan netto fiskal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP. d Dalam hal WP Baru berupa Wajib Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12. 2 WPBank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi capital lease adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12. 3 Badan Usaha Milik Negara BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah BUMD Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecualiWP bank dan Sewa 138 | H a l a m a n Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan RKAP tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS 125 dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12. 4 WP Masuk Bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk bursa dan WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12. 5 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu WP OPPT. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT ditetapkan sebesar 0,75 dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Fiskal Luar Negeri - Fiskal Luar Negeri FLN hanya wajib dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang bertolak ke luar negeri yang telah berusia lebih dari 21 tahun dan belum memiliki NPWP. - Ketentuan ini berlaku sampai dengan tahun 2010 sehingga mulai tahun 2011 seluruh WP yang bertolak ke luar negeri tidak perlu membayar FLN. Alasan Perubahan FLN: Mendorong WP untuk mendaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP. Jangka waktu 2 tahun akan dipergunakan Ditjen Pajak untuk memperbaiki dan mempersiapkan sistem dan administrasi perpajakan sehingga FLN tidak diperlukan lagi. 139 | H a l a m a n

E. PPh Pasal 26