Penilaian Persediaan Nilai Perolehan Harta

81 | H a l a m a n

G. Penilaian Persediaan

79 Pasal 10 ayat 6 Undang-undang Pajak Penghasilanmengatur bahwa persediaan 80 dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan hanya boleh menggunakan 81 : 1. Metode Rata-Rata Penilaian persediaan dilakukan secara rata-rata. 2. Metode FIFO first-in first-out Penilaian persediaan dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Contoh: 1. Persediaan Awal 100 satuan Rp 9,00 2. Pembelian 100 satuan Rp 12,00 3. Pembelian 100 satuan Rp 11,25 4. Penjualandipakai 100 satuan 5. Penjualandipakai 100 satuan Penghitungan harga pokok dan nilai persediaan dengan menggunakan cara rata-rata. No Didapat Dipakai SisaPersediaan a. 100 Rp9,00=Rp 900,- b. 100Rp12,00=Rp1.200,- 200Rp10,50=Rp2.100,- c. 100Rp11,25=Rp1.125,- 300Rp10,75=Rp3.225,- d. 100Rp10,75=Rp1.075,- 200Rp10,75=Rp2.150,- e. 100Rp10,75=Rp1.075,- 100Rp10,75=Rp1.075,- Penghitungan harga pokok penjualan dan nilai persediaan dengan menggunakan FIFO. No Didapat Dipakai SisaPersediaan a. 100 Rp 9,00 = Rp 900,- b. 100 Rp12,00 = Rp1.200,- 100 Rp 9,00 = Rp 900,- 100 Rp12,00 = Rp1.200,- c. 100 Rp11,25 = Rp1.125,- 100 Rp 9,00 = Rp 900,- 100 Rp12,00 = Rp1.200,- 100 Rp11,25 = Rp1.125,- d. 100 Rp 9,00 = Rp 900,- 100 Rp12,00 = Rp1.200,- 100 Rp11,25 = Rp1.125,- e. 100 Rp12,00 = Rp1.200,- 100 Rp11,25 = Rp1.125,-

H. Nilai Perolehan Harta

1. Jual Beli Harta Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa 82 adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan 82 | H a l a m a n atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Pada umumnya dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima. Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan. Dalam hal jual beli yang dipengaruhi hubungan istimewa, maka bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima. 2. Tukar-Menukar Harta Pasal 10 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa harta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar-menukar dengan harta lain, nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Contoh: PT A Harta X PT B Harta Y Nilai Sisa Buku Rp10.000.000,00 Rp12.000.000,00 Harga Pasar Rp20.000.000,00 Rp20.000.000,00 Antara PT A dan PT B terjadi pertukaran harta. Walaupun tidak terdapat realisasi pembayaran antara pihak-pihak yang bersangkutan, namun karena harga pasar harta yang dipertukarkan adalah Rp 20.000.000,00, maka jumlah sebesar Rp20.000.000,00 merupakan nilai perolehan yang seharusnya dikeluarkan atau nilai penjualan yang seharusnya diterima. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan keuntungan yang dikenakan pajak. PT A memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000.000,00 Rp 20.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 83 | H a l a m a n dan PT B memperoleh keuntungan sebesar Rp 8.000.000,00 Rp 20.000.000,00 - Rp.12.000.000,00. 3. Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha Pasal 10 ayat 3 Undang-undang Pajak Penghasilanmengatur bahwa nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Contoh: PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah sebagai berikut: PT A PT B Nilai Sisa Buku Rp200.000.000,00 Rp300.000.000,00 Harga Pasar Rp300.000.000,00 Rp450.000.000,00 Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian, PT A mendapat keuntungan sebesar Rp100.000.000,00 Rp300.000.000,00- Rp200.000.000,00 dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp150.000.000,00 Rp450.000.000,00 - Rp300.000.000,00. Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp750.000.000,00 Rp300.000.000,00 + Rp450.000.000,00. Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, misalnya atas dasar nilai sisa buku pooling of interest. Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp500.000.000,00 Rp200.000.000,00 + Rp300.000.000,00. 84 | H a l a m a n Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43PMK.032008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha, mengatur antara lain: a. Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku. b. Merger meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha. c. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil. d. Peleburan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru. e. Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah: 4 Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana Initial Public Offering; atau 5 Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana Initial Public Offering. f. Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama. g. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1 Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha; 2 Melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; 3 Memenuhi persyaratan tujuan bisnis business purpose test. h. Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku tidak boleh mengkompensasikan kerugiansisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diriWajib Pajak yang dilebur. 85 | H a l a m a n i. Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mencatat nilai perolehan harta tersebut sesuai dengan nilai sisa buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan. j. Penyusutan atas harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak- pihak yang mengalihkan. 4. Penyerahan Harta karena Hibah, Bantuan, Sumbangan dan Warisan Pasal 10 ayat 4 Undang-undang Pajak Penghasilanmengatur bahwa apabila terjadi pengalihan harta: a. Yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf bUndang-undang Pajak Penghasilan, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal terjadi penyerahan harta karena hibah, bantuan, sumbangan yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a Undang- undang Pajak Penghasilan atau warisan, maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui, maka nilai perolehan atas harta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. b. Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf aUndang-undang Pajak Penghasilan, maka dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. 5. Penyerahan Harta sebagai Pengganti Saham atau Penyertaan Modal Pasal 10 ayat 5 Undang-undang Pajak Penghasilanmengatur bahwa apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf cUndang-undang Pajak Penghaslan, maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. Penyerahan Wajib Pajak dalam permodalan suatu badan dapat dipenuhi dengan setoran tunai atau pengalihan harta. 86 | H a l a m a n Ketentuan ini mengatur tentang penilaian harta yang diserahkan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal dimaksud, yaitu dinilai berdasarkan nilai pasar dari harta yang dialihkan tersebut. Contoh: Wajib Pajak X menyerahkan 20 unit mesin bubut yang nilai bukunya adalah Rp.25.000.000,00 kepada PT. Y sebagai pengganti penyertaan sahamnya dengan nilai nominal Rp 20.000.000,00. Harga pasar mesin-mesin bubut tersebut adalah Rp 40.000.000,00. Dalam hal ini PT. Y akan mencatat mesin bubut tersebut sebagai aktiva dengan nilai Rp 40.000.000,00 dan sebesar nilai tersebut bukan merupakan penghasilan bagi PT. Y. Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta, yaitu sebesar Rp 20.000.000,00 Rp 40.000.000,00 - Rp.20.000.000,00 dibukukan sebagai agio. Bagi Wajib Pajak X selisih sebesar Rp.15.000.000,00 Rp 40.000.000,00 - Rp 25.000.000,00 merupakan Objek Pajak. 6. Penilaian Kembali Aktiva Tetap Revaluasi Pasal 19 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79PMK.032008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan, mengatur antara lain: - Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan adalah Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap BUT, tidak termasuk perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. - Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan terhadap: 1 Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan; 87 | H a l a m a n 2 Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. - Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 tahun terhitung sejak penilaian kembali aktiva tetap perusahaan terakhir dilakukan. - Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari Pemerintah 83 . - Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut: 1 Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali adalah nilai pada saat penilaian kembali; 2 Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk kelompok aktiva tetap tersebut; 3 Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan. - Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut: 1 Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan. 2 Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan. 3 Perhitungan penyusutannya dihitung secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut. - Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula sebelum dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan 84 . 88 | H a l a m a n BAB CARA MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN Penghasilan Kena Pajak PhKP merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terutang. Dalam Undang- undangPajak Penghasilan dikenal dua golongan Wajib Pajak, yaitu: 1. Wajib Pajak dalam negeri. Bagi Wajib Pajak dalam negeri pada dasarnya terdapat dua cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu: a. Penghitungan dengan cara biasa Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut: Peredaran bruto Rp6.000.000.000,00 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Rp5.400.000.000,00 - Laba usaha penghasilan netto usaha Rp 600.000.000,00 5 Tujuan Instruksional Khusus: 1. Mampu menjelaskan tentang cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri. 2. Mampu menjelaskan tentang arm’s length transaction dan hubungan istimewa dalam penghitungan Pajak Penghasilan. 3. Mampu menguraikan tentang kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan. 4. Mampu menguraikan tentang tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. 5. Mampu menguraikan tentang Kredit Pajak Penghasilan yang dipotongdipungut oleh pihak lain yang meliputi PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23. 6. Mampu menguraikan tentang Kredit Pajak Luar Negeri KPLN. 7. Mampu menguraikan tentang angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. 8. Mampu menguraikan tentang PPh Pasal 26. 89 | H a l a m a n Penghasilan lainnya Rp50.000.000,00 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya tersebut Rp30.000.000,00 - Rp 20.000.000,00 + Jumlah seluruh penghasilan netto Rp 620.000.000,00 Kompensasi kerugian Rp 10.000.000,00 - Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan Rp 610.000.000,00 Pengurangan berupa PTKP untuk Wajib Pajak orang pribadi isteri + 2 anak Rp 19.800.000,00 - Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi Rp 590.200.000,00 b. Penghitungan dengan menggunakan Norma Penghitungan 85 . Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan contoh sebagai berikut: Peredaran bruto Rp4.000.000.000,00 Penghasilan netto menurut Norma Penghitungan misal: 20 Rp 800.000.000,00 Penghasilan netto lainnya Rp 5.000.000,00 + Jumlah seluruh penghasilan netto Rp 805.000.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak isteri + 3 anak Rp 21.120.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Rp 783.880.000,00 Di samping itu terdapat cara penghitungan dengan mempergunakan Norma Penghitungan Khusus 86 , yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2. Wajib Pajak luar negeri. Bagi Wajib Pajak luar negeri penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak dibedakan antara: a. Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia. Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, cara penghitungan Penghasilan Kena Pajaknya pada dasarnya sama dengan cara penghitungan Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri. Karena bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan cara penghitungan biasa. Peredaran bruto Rp10.000.000.000,00 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan Rp 8.000.000.000,00 - Laba usaha penghasilan netto usaha Rp 2.000.000.000,00 Penghasilan Bunga Rp 50.000.000,00 Penjualan langsung barang yang sejenis dengan barang yang dijual bentuk usaha tetap oleh kantor pusat Rp2.000.000.000,00 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan Rp1.500.000.000,00 - Rp 500.000.000,00 90 | H a l a m a n memelihara penghasilan lainnya tersebut Dividen yang diterima atau diperoleh kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap Rp1.000.000.000,00 + Rp 3.550.000.000,00 Biaya-biaya menurut Pasal 5 ayat 3 UU PPh Rp 450.800.000,00 - Penghasilan Kena Pajak Rp3.100.000.000,00 b. Wajib Pajak luar negeri lainnya.

A. Arm’s Length Transaction dan Hubungan Istimewa