mempengaruhi aktor politik dalam proses implementasi tersebut sebagai bentuk politik kebijakan karena peraturan daerah ini sudah berjalan selama tiga tahun.
Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitiannya adalah: bagaimana politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam
implementasinya di Kecamatan Medan Johor?
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dalam
implementasinya di Kecamatan Medan Johor
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan profil Kecamatan Medan Johor dan peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah
2. Untuk mencari tahu politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang
rencana tata ruang wilayah dalam implementasinya di Kecamatan Medan Johor
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai politik kebijakan tentang
rencana tata ruang wilayah 2.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bukan hanya bagi peneliti tapi juga akademisi lainnya
mengenai kajian politik kebijakan dalam implementasinya terkait penataan ruang wilayah Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Johor. Serta
dapat menjadi referensi bagi departemen ilmu politik FISIP USU 3.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat dalam memahami implementasi kebijakan rencana tata ruang wilayah
yang diterapkan di Kecamatan Medan Johor.
1.6 Kerangka Teori 1.6.1 Teori Kebijakan Publik
Menurut James Anderson kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.
19
Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi ciri khusus dari kebijakan publik.
Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebijakan itu diformulasikan oleh apa yang dikatakan David Easton sebagai “penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para
sesepuh tertinggi suku, anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasihat, raja, dan semacamnya. Menurut Easton, mereka ini
merupakan orang-orang yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem politik, mempunyai
tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang diterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar
anggota sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang diharapkan.
20
Menurut James Anderson, implikasi dari kebijakan publik yaitu: Selalu mempunyai tujuan tertentutindakan yang berorientasi pada tujuan
Berisi tindakan atau pola-pola tindakan pemerintah atau pejabat Merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah bahkan
merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu
Bersifat positif, yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatif sebagai
keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
19
Budi Winarno. 2012. Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta: CAPS. hal. 21
20
Ibid., hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan undang-undang yang bersifat memaksa
otoritatif. Sifat otoritatif dari kebijakan tersebut: Easton 1953 menyatakan dalam kebijakan publik, hanya pemerintahlah yang secara sah
dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya, atau sering disebut pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat.
Berarti bukan tindakan golongan yang sengaja merebut posisi pemerintah dalam urusan negara. Dari beberapa pengertian tersebut pada gilirannya di
tingkatan praktik banyak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sepenuhnya tidak terimplementasikan. Justru kebijakan hanya sebatas
simbol dan formalitas dari suatu tatanan pemerintahan. Dalam tataran idealnya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya memberi
makna yang berarti atau setidaknya akan berdampak positif bagi masyarakat. Dengan rasionalisasi bahwa kebijakan publik adalah yang
berasal dari masyarakat dan mampu menjawab persoalan masyarakat.
21
Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, antara lain:
1. Tuntutan-tuntutan kebijakan policy decisions adalah tuntutan-tuntutan
yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan
tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil
21
Saiful Arif. 2006. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik. Malang: PLaCID’s dan
KID.hal. 3-4
Universitas Sumatera Utara
tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu. Biasanya tuntutan-tuntutan ini diajukan oleh berbagai kelompok dalam
masyarakat dan mungkin berkisar antara desakan secara umum bahwa pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar pemerintah
mengambil tindakan tertentu mengenai suatu persoalan. 2.
Keputusan-keputusan kebijakan policy demands didefenisikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang
mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan
undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau pernyataan- pernyataan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan administratif atau
membuat interpretasi yuridis terhadap undang-undang. 3.
Pernyataan-pernyataan kebijakan policy statements adalah pernyataan- pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Yang
termasuk dalam kategori ini adalah undang-undang legislatif, perintah- perintah dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administratif dan
pengadilan, maupun pernyataan-pernyataan atau pidato-pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa
yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. 4.
Hasil-hasil kebijakan policy outputs lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya
Universitas Sumatera Utara
dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.
5. Dampak-dampak kebijakan policy outcomes lebih merujuk pada akibat-
akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan dari pemerintah.
22
Teori kebijakan publik digunakan dalam penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu mengenai politik kebijakan pemerintah Kota
Medan tentang rencana tata ruang wilayah. Teori ini dapat digunakan untuk menganalisis arah tindakan pemerintah Kota Medan sebagai aktor politik yang
berkuasa dalam mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan, dengan melihat tujuan, isi, tindakan, dan sifat dari kebijakan itu sendiri. Selanjutnya arah
kebijakan yang akan dilakukan juga dapat dianalisis berdasarkan sifatnya mulai dari tuntutan sampai pada dampaknya bagi masyarakat. Sehingga pada akhirnya
dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan apakah kebijakan yang dibuat pemerintah Kota Medan mampu atau tidak dijadikan sebagai penentu arah politik
kebijakan para aktor politik dalam mengimplementasikan peraturan daerah tersebut untuk mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan.
1.6.2 Implementasi Kebijakan Publik
George C. Edwards menyatakan implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-
konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu
22
Budi Winarno, Op.cit, 2012, hal. 23-26.
Universitas Sumatera Utara
kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan
sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan
mengalami kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan,
Edwards mulai dengan mengajukan dua pertanyaan yakni: prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi kebijakan berhasil? Dan
hambatan hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu implementasi gagal? Edwards berusaha menjawab dua pertanyaan penting ini dengan membicarakan
empat faktor atau variable krusial dalam implementasi kebijakan publik. Oleh karena empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan, maka pendekatan yang ideal
adalah dengan cara merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut sekaligus untuk memahami suatu implementasi kebijakan perlu
menyederhanakan, dan untuk menyederhanakan perlu merinci penjelasan- penjelasan tentang implementasi dalam komponen-komponen utama. Patut
diperhatikan disini bahwa implementasi dari setiap kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang mencakup banyak interaksi dari banyak variabel. Oleh
karenanya, tidak ada variabel tunggal dalam proses implementasi, sehingga perlu
Universitas Sumatera Utara
dijelaskan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain, dan bagaimana variabel-variabel ini memengaruhi proses implementasi kebijakan.
23
Berdasarkan pandangan yang diutarakan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku
badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut
jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi san sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang
pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif.
24
Dalam mengkaji implementasi kebijakan, empat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik yang dimaksud oleh George C. Edwards
diantaranya: 1.
Komunikasi Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya
adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan
mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat, jelas dan konsisten. Jika para pembuat keputusan ini berkehendak untuk melihat
yang diimplementasikan tidak jelas dan bagaimana rinciannya maka kemungkinan akan timbul kesalahpahaman diantara pembuat kebijakan dan implementornya.
23
Ibid., hal. 177-178.
24
Hesel Nogi S. Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset. hal. 19
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi yang tidak cukup juga memberikan implementor dengan kewenangan ketika mereka mencoba untuk membalik kebijakan umum menjadi tindakan-
tindakan khusus. Kewenangan ini tidak akan perlu dilakukan untuk memajukan tujuan para pembuat keputusan aslinya. Dengan demikian, perintah-perintah
implementasi yang tidak ditransmisikan, yang terdistorsi dalam transmisi, atau yang tidak pasti atau tidak konsisten mendatangkan rintangan-rintangan serius
bagi implementasi kebijakan. Sebaliknya, ukuran-ukuran yang terlalu akurat mungkin merintangi implementasi dengan perubahan kreativitas dan daya
adaptasinya. 2.
Sumberdaya
Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian yang diperlukan,
informasi yang
relevan dan
cukup tentang
cara untuk
mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat dalam implementasi. Kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan
semuanya sebagaimana dimaksudkan dan berbagai fasilitas termasuk bangunan, peralatan, tanah, dan persediaan di dalamnya atau dengannya harus memberikan
pelayanan. Sumberdaya yang tidak cukup akan berarti bahwa undang-undang tidak akan diberlakukan, pelayanan tidak akan diberikan dan peraturan-peraturan yang
layak tidak akan dikembangkan.
3.
Disposisi
Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Jika implementasi
adalah untuk melanjutkan secara efektif, bukan saja mesti para implementor tahu
Universitas Sumatera Utara
apa yang harus dikerjakan dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal ini, melainkan juga mereka mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Para
implementor kebanyakan bisa melakukan seleksi yang layak di dalam implementasi kebijakan. Salah satu dari berbagai alasan untuk ini adalah
indenpendensinya dari atasan superior nominal yang merumuskan kebijakan. Alasan lain adalah kompleksitas dari kebijakan mereka sendiri. Cara dimana para
implementor ini melakukan seleksinya, bagaimanapun juga, bergantung sebagian besar pada disposisinya terhadap kebijakan. Sikap-sikapnya pada gilirannya, akan
dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebijakan masing-masing dan dengan cara apa mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan
organisasional dan pribadinya. Para implementor tidak selalu siap untuk mengimplementasikan kebijakan
sebagaimana mereka para pembuat kebijakan. Konsekuensinya, para pembuat keputusan sering dihadapkan dengan tugas untuk mencoba untuk memanipulasi
atau mengerjakan semua disposisi implementor atau untuk mengurangi opsi- opsinya.
4. Struktur Birokrasi
Bahkan jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan ini ada dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan ini ada
dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah karena kekurangan dalam struktur
birokrasi. Fragmentasi organisasi mungkin merintangi koordinasi yang perlu
Universitas Sumatera Utara
untuk mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan
sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi
penting yang terabaikan. Sebagaimana unit-unit organisasional menyelenggarakan kebijakan mereka
mengembangkan prosedur pengoperasian standard standart operating procedure SOP untuk menangani situasi rutin alam pola hubungan yang beraturan.
Malangnya, SOP yang dirancang untuk kebijakan-kebijakan masa depan sering tidak tepat bagi kebijakan-kebijakan baru dan mungkin menyebabkan perintangan
terhadap perubahan, penundaan, pemborosan, atau tindakan-tindakan yang diinginkan. SOP kadang merintangi bukan membantu implementasi kebijakan.
25
Teori implementasi kebijakan publik digunakan sebagai teori kedua di dalam penelitian ini karena relevan dengan permasalahan yang diteliti yaitu proses
implementasi kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah yang diterapkan di Kecamatan Medan johor. Teori ini digunakan untuk
menganalisis tindakan yang dilakukan pemerintah sebagai aktor politik yang melaksanakan kebijakan dalam pencapaian program ditinjau dari variabel
komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan penyebab dari
keberhasilan atau kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan
25
Hessel Nogi. S Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik Transformasi Pikiran George Edwards. Yogyakarta: Lukman Offset. hal. 12-14
Universitas Sumatera Utara
tentang rencana tata ruang wilayah di Kecamatan Medan Johor sebagai bentuk politik kebijakan yang terjadi di dalam ruang lingkup aktor politik yang terlibat.
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitataif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses
penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik
dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data.
26
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penilitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk
menjelaskan ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan
objek atau subjek amatan secara rinci.
27
26
John W. Creswell. 2012. Research Design. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. hal. 4
27
Bagong Suyanto dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 17-18.
Universitas Sumatera Utara
1.7.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di: 1.
Kantor DPRD Kota Medan 2.
Kantor Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Medan 3.
Kantor Camat Medan Johor 4.
Kantor LSM Wahana Lingkungan Hidup WALHI
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
a.
Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama
di lokasi penelitian atau objek penelitian.
28
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah pengumpulan data dengan teknik wawancara.
Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data
sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh informan. Dengan kata lain, wawancara secara sederhana adalah alat pengumpul data
berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber informasi yang berlangsung secara lisan.
29
Adapun yang menjadi informan dalam wawancara ini yaitu:
1. Anggota DPRD Kota Medan
2. Kepala Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Kota Medan
3. Camat Medan Johor
28
Burhan Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. hal. 132.
29
Hadari Nawawi dan Martini Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hal. 98
Universitas Sumatera Utara
4. Ketua LSM WALHI
5. Tokoh masyarakat
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari sumber kedua atau
data yang sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui buku, jurnal, internet, ataupun literatur lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
1.7.4 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisisnya
pada sebuah proses pengambilan kesimpulan secara induktif serta analisis pada fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah.
30
Dalam penelitian ini data dan informasi yang terkumpul baik data primer maupun data
sekunder selanjutnya disusun dan diuraikan dengan cara menjelaskan fenomena yang ditemukan dalam proses pengumpulan data.
1.8 Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
30
Burhan Bungin. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. hal. 103.
Universitas Sumatera Utara
Bab II: Profil Kecamatan Medan Johor dan Peraturan Daerah Kota Medan No.13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Bab ini akan menjelaskan mengenai profil Kecamatan Medan Johor dan peraturan daerah kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang
wilayah Bab III: Politik Kebijakan Pemerintah Kota Medan Dalam Implementasinya di
Kecamatan Medan Johor Bab ini berisi penyajian data dan analisis data yang diperoleh dari lapangan
mengenai politik kebijakan pemerintah Kota Medan dalam implementasinya di Kecamatan Medan Johor.
Bab IV: Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data, dan
memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PROFIL KECAMATAN MEDAN JOHOR DAN PERATURAN DAERAH
KOTA MEDAN NO.13 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
Bab dua berisi penjelasan secara umum mengenai profil Kecamatan Medan Johor dan penjelasan secara umum mengenai peraturan daerah Kota Medan No.13
tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah. Penting untuk diketahui mengenai profil Kecamatan Medan Johor karena Kecamatan Medan Johor merupakan objek
di dalam penelitian ini. Hal penting kedua adalah menjelaskan secara umum mengenai perda Kota Medan No.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang karena
peraturan daerah ini merupakan bentuk kebijakan yang akan dianalisis implementasinya di Kecamatan Medan Johor. Maka penjelasan pertama yang
akan dipaparkan pada bab dua adalah profil Kecamatan Medan Johor, dan dilanjutkan dengan penjelasan mengenai peraturan daerah Kota Medan No.13
tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah.
2.1 Profil Kecamatan Medan Johor