tidak ada, nyatanya terdapat juga kesulitan dalam berkoordinasi karena masing- masing SKPD tentu memiliki urusan yang lebih penting. Pemerintah Kecamatan
selalu berkoordinasi dengan SKPD mengenai kebutuhan di Kecamatan. Buktinya sebagian jalan yang diperbaiki, tidak mungkin 100 juga karena diimbangi
dengan anggaran karena itu harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Secara bertahap memang sudah dilaksanakan pembuatan jalan, pengecoran jalan,
atau pengerasan jalan ulang, itu sudah dibuat dari kelurahan, dari Kecamatan, Kecamatan ke Instansi masing-masing.
Setelah mengetahui
keterlibatan para
aktor politik
dalam mengimplementasikan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah di
Kecamatan Medan johor, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data yang diperoleh selama penelitian berlangsung dengan menggunakan teori kebijakan
publik dan teori implementasi kebijakan publik.
3.5 Analisis
Politik Kebijakan
Pemerintah Kota
Medan dalam
Implementasinya di Kecamatan Medan Johor
Politik kebijakan pemerintah Kota Medan tentang rencana tata ruang wilayah dapat diketahui dengan melihat alur politik kebijakan pada gambar 3.1
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1 Alur politik kebijakan pemerintah Kota Medan Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah
Kebijakan pemerintah Kota Medan dalam bentuk peraturan daerah Kota Medan no. 13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah merupakan
kebijakan yang dibuat untuk mengatur tata ruang wilayah di Kota Medan. Seperti yang dinyatakan oleh James Anderson:
Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu
masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada
apa yang diusulkan atau dimaksudkan.
Tuntutan berasal dari masyarakat
dan pemerintah pusat untuk
membentuk perda RTRW
Keputusan pemerintah adalah menetapkan
peraturan daerah no.13 tahun 2011 tentang
RTRW. Diundangkan, disosialisasikan
melalui beberapa forum dan internet
sebagai bentuk pernyataan
Hasil implementasi perda RTRW di Kecamatan Medan
Johor tidak maksimal karena belum ada sosialisasi di
Kelurahan dan Kecamatan, program yang berhasil hanya
RTH Cadika dan fly over, namun RTH Kanal, pelebaran
jalan, dan drainase yang baik belum terwujud.
Dampak positif terhadap masyarakat adalah adanya peluang usaha, fasilitas,
dan RTH Cadika yang dapat dinikmati masyarakat Kecamatan Medan Johor.
Dampak negatif yang muncul adalah masih terjadi banjir, buruknya drainse,
dan kemacetan.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Kota Medan telah menetapkan sebuah kebijakan publik mengenai rencana tata ruang wilayah sebagai bentuk tindakan yang telah
dilakukan dan bukan sebatas pada apa yang diusulkan. Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi ciri khusus dari kebijakan publik.
Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kebijakan itu diformulasikan oleh apa yang dikatakan David Easton sebagai “penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para
sesepuh tertinggi suku, anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasihat, raja, dan semacamnya. Menurut Easton, mereka ini
merupakan orang-orang yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem politik, mempunyai
tanggung jawab untuk masalah-masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang diterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar
anggota sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang diharapkan.
Kebijakan dalam bentuk peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah diformulasikan oleh aktor-aktor sebagai penguasa di dalam sistem politik
yaitu lembaga legislatif dalam hal ini adalah DPRD Kota Medan, lembaga eksekutif melalui Dinas Tata Ruang Tata Bangunan beserta pemerintah
Kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor sebagai fokus dalam penelitian ini. Aktor-aktor tersebut merupakan orang-orang yang terlibat dalam merumuskan
kebijakan tentang rencana tata ruang karena sebelum peraturan daerah tersebut dibentuk, penetapan program di masing-masing Kecamatan berasal dari
Universitas Sumatera Utara
pemerintah Kecamatan, kemudian ke Dinas Tata Ruang Tata Bangunan, yang selanjutnya ke DPRD Kota Medan. Peran DPRD Kota Medan dalam hal ini
sangat penting karena tiga fungsinya yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Maka DPRD Kota Medan sebagai penguasa dalam sistem politik mempunyai tanggung jawab untuk membentuk peraturan daerah yang dibahas
dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama dalam hal ini menetapkan peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata
ruang wilayah, selanjutnya bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi anggaran dan pengawasan terhadap peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah jika telah masuk dalam tahap implementasi. Untuk memahami suatu kebijakan publik dapat ditinjau melalui implikasi dari kebijakan publik menurut
James Anderson. Pertama, selalu mempunyai tujuan tertentutindakan yang berorientasi pada
tujuan. Maka diketahui bahwa peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah mempunyai dua tujuan utama yang pertama
yaitu mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta mempunyai daya saing dan daya tarik sebagai daerah tujuan investasi. Kedua
yaitu memanfaatkan ruang daratan, lautan dan udara untuk aktifitas pembangunan kota berbasis ekonomi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata serta industri
yang berwawasan lingkungan. Secara lebih jelas, dibentuknya perda ini sebagai amanat dari UU no. 26 tahun 2007 bahwa setelah 3 tahun setiap daerah harus
Universitas Sumatera Utara
mempunyai perda rencana tata ruang wilayah sendiri, selain itu perda ini bertujuan untuk dijadikan pedoman dalam mengatur tata ruang wilayah dan
mengatur kehidupan masyarakat. Kedua, berisi tindakan atau pola-pola tindakan pemerintah atau pejabat.
Maka diketahui bahwa peraturan daerah ini berisi tentang ketentuan mengenai perencanaan setiap wilayah yang dijadikan sebagai pola tindakan pemerintah
dalam mengatur dan mengatasi masalah tata ruang di Kota Medan. Ketiga, merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah bahkan merupakan
apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu. Dalam hal ini pemerintah Kota Medan melalui SKPD terkait yaitu Dinas
Tata Ruang Tata Bangunan bersama dengan DPRD Kota Medan beserta jajarannya telah melakukan dengar pendapat sebelum membahas dan menetapkan
peraturan daerah tentang rencana tata ruang, lembaga legislatif juga melakukan studi banding ke DKI Jakarta dan Surabaya. Aktivitas tersebut merupakan bentuk
dari apa yang pemerintah kerjakan sampai ditetapkannya perda tentang rencana tata ruang wilayah.
Keempat, Bersifat positif yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatif sebagai keputusan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. Diketahui bahwa tindakan pemerintah bersifat positif karena memutuskan untuk melakukan sesuatu dengan melihat
masalah tata ruang Kota Medan yang perlu diperbaiki akibat dari peningkatan aktivitas ekonomi. Dalam hal ini pemerintah memutuskan untuk membentuk
Universitas Sumatera Utara
peraturan daerah tentang rencana tata ruang sebagai peluang dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan memperhatikan ketentuan pemerintah pusat yang
mengharuskan pembentukan peraturan daerah tentang rencana tata ruang. Hal ini didukung oleh DPRD Kota Medan dengan disetujuinya rancangan peraturan
daerah ini oleh seluruh fraksi sehingga dapat disahkan. Kelima, kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau
selalu dilandaskan pada peraturan undang-undang yang bersifat memaksa otoritatif. Sifat otoritatif dari kebijakan tersebut: Easton 1953 menyatakan
dalam kebijakan publik, hanya pemerintahlah yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya, atau sering disebut pengalokasian nilai-nilai secara
paksa kepada seluruh anggota masyarakat. Berarti bukan tindakan golongan yang sengaja merebut posisi pemerintah dalam urusan negara. Diketahui bahwa
peraturan daerah tentang rencana tata ruang bersifat memaksa karena terdapat sanksi di dalam peraturan daerah ini yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana
apabila masyarakat melanggar ketentuan yang telah ditetapkan di dalam peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah.
Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori. Pertama, tuntutan-tuntutan
kebijakan policy decisions adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu
sistem politik. Diketahui bahwa tuntutan yang muncul terhadap perda rencana tata ruang wilayah berasal dari masyarakat karena kondisi ekonomi masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
terus berkembang sehingga membutuhkan kebijakan tentang rencana tata ruang wilayah, tuntutan ini dalam bentuk diwakili oleh pemerintah Kecamatan. Selain
itu, tuntutan kedua yang muncul berasal dari aktor pemerintah yaitu pemerintah pusat dimana pemerintah Kota Medan dituntut untuk membentuk sebuah
peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah sendiri dalam kurun waktu 3 tahun pasca diberlakukannya UU no.26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
Kondisi ini mendesak pemerintah Kota Medan untuk segera membentuk peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah dengan mengajukan tuntutan tersebut
kepada DPRD Kota Medan. Kedua, keputusan-keputusan kebijakan policy demands didefenisikan
sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan
kebijakan publik. Setelah adanya tuntutan yang mendesak untuk segera membuat sebuah perda tentang rencana tata ruang wilayah, maka disahkannya perda tentang
rencana tata ruang wilayah pada tahun 2011 merupakan bentuk keputusan kebijakan oleh pemerintah Kota Medan. Perda ini disahkan dengan persetujuan
seluruh fraksi yang terdapat di DPRD Kota Medan. Peraturan daerah ini mencakup arahan sebuah kebijakan yang akan dilakukan pemerintah Kota Medan
dalam mengatur tata ruang seluruh wilayah administratif Kota Medan dalam kurun waktu 20 tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan 2031.
Kecamatan Medan Johor sebagai salah satu wilayah administratif Kota Medan ditetapkan sebagai wilayah pemukiman sekaligus sebagai fungsi
Universitas Sumatera Utara
pendukung pusat kota yang didukung dengan ruang terbuka hijau dan transportasi. Jika pada tahun 1995 Kecamatan Medan Johor ditetapkan sebagai wilayah
konservasi, maka pada perda rencana tata ruang wilayah tahun 2011 Kecamatan Medan Johor tidak lagi ditetapkan sebagai wilayah konservasi. Di dalam perda
tentang rencana tata ruang wilayah tahun 2011 Kecamatan Medan Johor ditetapkan sebagai salah satu lokasi pembangunan ruang terbuka hijau bagi Kota
Medan tepatnya di Cadika dan Kanal. Keputusan ini tertuang di dalam pasal 38 ayat 5 peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang rencana tata
ruang wilayah. Dilaksanakan dalam kurun waktu sejak tahun 2011 sampai tahun 2031 dan pendanaan berasal dari APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Keputusan selanjutnya adalah membangun tiga ruas utama ke selatan yaitu jalan menuju Kedai Durian dan Deli Tua, Namorambe dan Karya Jaya, Jl. Eka
Surya dan Jl. Pintu Air. Ketentuan mengenai ruas jalan tersebut tertuang di dalam pasal 17 ayat 2 huruf c peraturan daerah Kota Medan no.13 tahun 2011 tentang
rencana tata ruang wilayah, bahwa jaringan jalan arteri primer meliputi ruas jalan A.H Nasution. Untuk waktu pelaksanaannya, pembangunan jalan tersebut
dijadwalkan pada tahun 2012-2015. Selanjutnya pembangunan fly over yang termasuk wilayah Medan Johor dijadwalkan pada tahun 2013-2025. Program yang
terakhir adalah masalah drainase yang ditetapkan bagi seluruh wilayah administratif Kota Medan yang menjadi peluang bagi Kecamatan Medan Johor
dalam menyelesaikan masalah banjir. Masalah drainase tertuang di dalam Pasal 32 ayat a yang menyebutkan bahwa sistem drainase kota bertujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi genangan air bagi kawasan permukiman dan komersial di permukiman. Berdasarkan waktu pelaksanaan, program ini dilaksanakan pada
tahun 2011-2014 dengan sumber dana yang berasal dari APBD. Ketiga, pernyataan-pernyataan kebijakan policy statements adalah
pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Setelah adanya tuntutan lalu keputusan yang diambil, maka peraturan daerah tentang
rencana tata ruang wilayah diberlakukan mulai akhir tahun 2011, diundangkan dan disosialisasikan sejak itu sampai dengan tahun 2012 melalui beberapa forum
dan disebarluaskan melalui internet. Keempat, Hasil-hasil kebijakan policy outputs lebih merujuk pada
manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.
Diketahui bahwa hasil dari adanya kebijakan ini di Kecamatan Medan Johor selama 3 tahun berjalan belum mencapai keberhasilan karena belum tercapainya
program yang ditetapkan di Kecamatan Medan Johor. Terdapat beberapa program kebijakan yang akan ditetapkan di Kecamatan Medan Johor diantaranya
pembangunan ruang terbuka hijau di Cadika dan Kanal, pembangunan jalan arteri primer A.H Nasution yang mencakup tiga ruas utama ke selatan, dan fly over. Di
antara semua program tersebut, hanya beberapa yang tampak sudah terbangun. Diantaranya ruang terbuka hijau di Cadika dan fly over yang merupakan
kewenangan bersama pemerintah pusat. Sementara ruang terbuka hijau di Kanal Titi Kuning dan pembangunan jalan arteri primer A.H Nasution yang mencakup
Universitas Sumatera Utara
tiga ruas belum dapat terbangun. Padahal waktu pelaksanaan pembangunan tiga ruas jalan di Kecamatan Medan Johor dijadwalkan pada tahun 2012-2015.
Terdapat pula perbaikan beberapa drainase di Kecamatan Medan Johor namun banjir masih terjadi, ditambah lagi dengan belum adanya sosialisasi mengenai
perda rencana tata ruang wilayah untuk masyarakat, baik di tingkat Kelurahan dan tingkat Kecamatan.
Hasil kebijakan yang diterapkan di Kecamatan Medan Johor masih belum mampu menyelesaikan permasalahan tata ruang di Kecamatan Medan Johor
karena masih muncul masalah banjir meskipun sebagian drainase sudah diperbaiki, masih adanya masalah kemacetan karena jalan arteri primer A. H
Nasution yang mencakup tiga ruas ke selatan belum terlaksana. Ditambah lagi dengan tidak dinyatakannya wilayah Medan Johor sebagai daerah konservasi yang
menyebabkan pembangunan semakin marak yang tidak diimbangi dengan drainase yang baik sehingga menimbulkan banjir. Pelebaran jalan sangat
dibutuhkan karena jumlah penduduk Medan Johor terus meningkat sebesar 23.901 jiwa sepanjang tahun 2011-2014 yang berarti bahwa semakin besar jumlah
penduduk yang bermukim dan melintasi wilayah Medan Johor setiap hari namun ruas jalan tidak kunjung diperluas. Kabid Dinas Tata Ruang Tata Bangunan
menyatakan sebagai berikut: Itu yang wujud dari pelaksanaan RTRW nya sementara. Yang lainnya
bertahap karena keuangan terbatas. Yang kita harapkan sebetulnya jalan- jalan tadi terbentuk tapi belum terbentuk. Tapi tentu saja karena baru tiga
tahun belum banyak yang terbuat dan kalau terlaksana semua pasti mampu.
Universitas Sumatera Utara
Jika semua program terlaksana pasti akan mampu menyelesaikan masalah tata ruang di Kecamatan Medan Johor seperti yang disampaikan Kabid Tata
Ruang Tata Bangunan tersebut. Namun faktanya, program dari kebijakan yang ditetapkan di Kecamatan Medan Johor belum terlaksana semua sehingga
kesimpulannya adalah perda ini belum mampu menyelesaikan masalah. Program yang dihasilkan selama tiga tahun ini hanya mengacu pada fungsi
Medan Johor sebagai pendukung pusat Kota Medan karena program yang terbangun adalah ruang terbuka hijau Cadika yang mampu menjadi salah satu
daerah pendukung ketersediaan 30 ruang terbuka hijau untuk Kota Medan. Cadika menyumbang lahan sebesar 254.293 m² 25,4293 h dari luas wilayah
Kota Medan sebesar 265,10 km² 26.510 h yang berarti bahwa Cadika menyumbang 0,95 ruang terbuka hijau untuk Kota Medan. Program selanjutnya
adalah fly over yang merupakan pendukung pusat Kota Medan karena ini merupakan proyek pemerintah pusat yang pendanaannya murni bersumber dari
APBN. Namun untuk fungsi kedua Medan Johor yang ingin dikembangkan sebagai wilayah pemukiman belum diimbangi dengan kondisi tata ruang yang
baik karena masalah kemacetan dan banjir masih tampak di daerah ini meskipun drainase diperbaiki dan adanya kegiatan gotong royong.
Kelima, dampak-dampak kebijakan policy outcomes lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan
yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan dari pemerintah. Dampak kebijakan rencana tata ruang wilayah di Kecamatan Medan Johor dapat dilihat
Universitas Sumatera Utara
dari segi positif dan segi negatif. Dari segi positif, dinyatakannya Medan Johor bukan lagi sebagai daerah konservasi menjadikan pembangunan di Medan Johor
semakin berkembang yang memberikan dampak positif bagi masyarakat karena dapat dijadikan peluang usaha dan dapat dinikmati berbagai fasilitas yang
semakin banyak seperti supermarket, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Ruang terbuka hijau yang sudah terbangun juga memberikan dampak positif karena dapat
dinikmati masyarakat Medan Johor, selanjutnya kegiatan gotong royong dan perbaikan drainase yang dilakukan pemerintah Kecamatan Medan Johor
memberikan dampak berkurangnya banjir meskipun kalangan tokoh masyarakat berpendapat bahwa banjir di Medan Johor masih terjadi akibat pembangunan yang
tidak memperhatikan drainase, ini merupakan dampak negatifnya bagi masyarakat. Dampak negatif lainnya yang dirasakan masyarakat Medan Johor
adalah masalah kemacetan yang sampai sekarang belum selesai akibat ruas jalan yang tidak mampu menampung volume kendaraan yang melintas ditambah lagi
dengan masyarakat yang berdagang di pinggir jalan sembarangan sehingga semakin menambah kemacetan. Hal seperti ini disebabkan karena sosialisasi yang
belum dilakukan pemerintah terhadap masyarakat sehingga masyarakat belum dapat diajak untuk berpartisipasi.
Hasil analisis dengan menggunakan teori kebijakan publik dapat diketahui bahwa kebijakan tentang rencana tata ruang wilayah merupakan bentuk kebijakan
yang baik karena mempunyai tujuan, tindakan, bersifat positif, dan telah melalui setiap kategorinya mulai dari tuntutan, keputusan, pernyataan, hasil, dan
Universitas Sumatera Utara
dampaknya bagi masyarakat. Seharusnya peraturan daerah ini sudah mampu untuk dijadikan sebagai penentu arah tindakan yang dilakukan oleh para aktor
politik. Namun faktanya dalam upaya pencapaian program diketahui belum berhasil. Maka yang menarik adalah mengungkap lebih dalam politik kebijakan
seperti apa yang terjadi di dalam proses implementasi perda ini di Kecamatan Medan johor sehingga mempengaruhi hasil kebijakan tersebut.
George C. Edwards menyatakan bahwa: Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang
merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan
sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan, jika kebijakan
tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya
menyangkut prilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi
perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif.
Fakta yang terjadi berdasarkan hasil penelitian adalah, kebijakan pemko Medan dalam bentuk peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah pada
dasarnya merupakan kebijakan yang sudah direncanakan dengan sangat baik karena berasal dari tuntutan masyarakat dan pemerintah pusat. Di dalamnya
mencakup program kebijakan yang dibutuhkan oleh Kecamatan Medan Johor dalam mengatasi masalah tata ruang namun kebijakan ini kurang
diimplementasikan dengan cukup baik oleh para implementor sebagai aktor politik yang berkuasa karena dipengaruhi oleh empat variabel krusial dalam
Universitas Sumatera Utara
implementasi kebijakan publik yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi
Agar implementasi menjadi efektif, maka mereka yang tanggungjawabnya adalah untuk mengimplementasikan sebuah keputusan mesti tahu apa yang
seharusnya mereka kerjakan. Komando untuk mengimplementasikan kebijakan mesti ditransmisikan kepada personalia yang tepat dan kebijakan ini mesti akurat,
jelas dan konsisten. Komunikasi yang terjalin di antara implementor yaitu Dinas Tata Ruang Tata Bangunan, Kecamatan Medan Johor, dan masyarakat belum
berjalan dengan baik. Dinas Tata Ruang Tata Bangunan mengetahui bahwa perda tersebut diberlakukan pada akhir tahun 2011 dan mengetahui apa yang harus
dikerjakan yaitu membuat rencana detail tata ruang, serta adanya aturan waktu pelaksanaan di dalam indikasi program.
Sementara pemerintah Kecamatan Medan Johor tidak mengetahui kapan perda tersebut berlaku dan adanya sosialisasi dinilai kurang kooperatif sehingga
membingungkan mereka tentang apa yang harus dilakukan. Maka mereka hanya dapat melakukan tugasnya yaitu menyurati kebutuhan di Kecamatan dan
mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam gotong royong. Kalangan masyarakat mengetahui adanya perda ini melalui internet dan masih ada yang
belum mengetahui. Tidak adanya sosialisasi di level Kelurahan dan Kecamatan menyebabkan informasi perda ini tidak sampai ke seluruh lapisan masyarakat
sehingga wajar masih terjadi masalah yang dilakukan masyarakat seperti
Universitas Sumatera Utara
pedagang yang berjualan di pinggir jalan, pembangunan yang tidak mengutamakan drainase, dan membuang sampah sembarangan sebagai umpan
balik untuk pemerintah. Perda ini dianggap sudah jelas dan konsisten menurut lembaga legislatif namun implementor menganggap belum jelas karena masih
bersifat arahan umum dan belum detail. Namun untuk konsisten, perda ini dianggap masih konsisten karena belum ada yang tidak direncanakan dilakukan,
dan yang direncanakan tidak dilakukan. 2.
Sumberdaya Sumberdaya yang penting meliputi staf ukuran yang tepat dengan keahlian
yang diperlukan, informasi yang relevan dan cukup tentang cara untuk mengimplementasikan kebijakan dan dalam penyesuaian lainnya yang terlibat
dalam implementasi. Kewenangan untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan semuanya sebagaimana dimaksudkan dan berbagai fasilitas termasuk
bangunan, peralatan, tanah, dan persediaan di dalamnya atau dengannya harus memberikan pelayanan. Maka berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
implementor utama dalam perda ini yaitu Dinas Tata Ruang Tata Bangunan dinilai tepat dengan keahliannya di bidang tata ruang dan bangunan Kota Medan.
Staf yang terlibat dalam proses implementasi perda tentang rencana tata ruang dinilai masih mencukupi meskipun tidak ada kriteria khusus yang ditentukan.
Informasi yang dibutuhkan diketahui belum maksimal karena hanya implementor di Dinas Tata Ruang Tata Bangunan saja yang mengetahui sementara pemerintah
Kecamatan Medan Johor tidak mengetahui apa yang harus dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya wewenang, keterbatasan wewenang yang dimiliki pemko Medan saat ingin membangun jalan arteri primer A.H Nasution yang mencakup
tiga ruas utama ke selatan menyebabkan mereka menggunakan wewenang yang dimiliki melakukan terobosan lain dengan melebarkan Jl. Karya Budi yang
merupakan kepemilikan pemko Medan, selanjutnya bekerja sama dengan pihak swasta yaitu J.City untuk membangun jembatan penghubung antara Jl. Karya
Wisata dengan Jl. Pintu Air. Wewenang selanjutnya yang akan dimanfaatkan pemko Medan melalui Dinas Tata Ruang Tata Bangunan kedepannya yaitu
mensosialisasikan perda rencana tata ruang dengan menempel informasi di level Kelurahan dan Kecamatan, menyebarkan brosur ke masyarakat, dan membentuk
komunitas rencana tata ruang wilayah. Sementara di level Kecamatan, wewenang yang mereka miliki adalah
menyurati dan mendorong partisipasi masyarakat untuk bergotong royong untuk memelihara drainase yang ada. Karena drainase yang ada pada dasarnya sudah
mencukupi namun pemeliharaan oleh masyarakat yang perlu ditingkatkan. Selanjutnya DPRD Kota Medan dengan wewenangnya untuk mengawasi
diketahui sudah melakukan pengawasan terhadap implementasi perda rencana tata ruang wilayah. Untuk masalah fasilitas, pemko Medan masih sangat
membutuhkan fasilitas karena keterbatasan kewenangan dan keuangan, maka keterlibatan berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menunjang fasilitas terkait
inplementasi rencana tata ruang wilayah di Kecamatan Medan Johor misalnya penanaman pohon oleh masyarakat dan pemeliharaan Cadika. Untuk
Universitas Sumatera Utara
pemerintahan Kecamatan Medan Johor sendiri, fasilitas seperti peralatan kantor sudah mencukupi untuk mendukung pekerjaan untuk melakukan pelayanan.
3. Disposisi
Disposisi atau sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga di dalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan publik. Cara dimana para
implementor ini melakukan seleksinya, bagaimanapun juga, bergantung sebagian besar pada disposisinya terhadap kebijakan. Sikap-sikapnya pada gilirannya, akan
dipengaruhi oleh berbagai pandangannya terhadap kebijakan masing-masing dan dengan cara apa mereka melihat kebijakan yang mempengaruhi kepentingan
organisasional dan pribadinya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui bahwa sikap pemerintah dalam melaksanakan kebijakan ini dipengaruhi
oleh pandangannya yang menyatakan bahwa perda ini sulit dilaksanakan karena belum adanya rencana detail tentang rencana tata ruang wilayah, perda ini harus
terus dikawal meskipun ada beberapa kelemahan agar kedepannya dapat diperbaiki. Namun meskipun begitu, pemerintah tetap ingin perda ini harus terus
dilanjutkan. Adanya kebijakan tentang rencana tata ruang wilayah dinilai memberikan pengaruh bagi pemerintah untuk mampu memberikan pelayanan
terkait dengan tata ruang. 4.
Struktur Birokrasi Fragmentasi organisasi mungkin merintangi koordinasi yang perlu untuk
mengimplementasikan dengan sukses sebuah kebijakan kompleks yang mensyaratkan kerjasama banyak orang, dan mungkin juga memboroskan
Universitas Sumatera Utara
sumberdaya langka, merintangi perubahan, menciptakan kekacauan, mengarah kepada kebijakan bekerja dalam lintas tujuan, dan menghasilkan fungsi-fungsi
penting yang terabaikan. Sebagaimana unit-unit organisasional menyelenggarakan kebijakan mereka mengembangkan prosedur pengoperasian standard standart
operating procedure SOP untuk menangani situasi rutin alam pola hubungan yang beraturan.
Struktur birokrasi yang terjadi pada lingkup pemerintah sebagai aktor politik diketahui masih mengalami kesulitan namun harus terus cermat melakukan
koordinasi dalam konteks mebidangro. Masih sulitnya koordinasi yang terbangun disebabkan karena setiap SKPD yang akan dilibatkan dalam proses implementasi
memiliki prioritas penting masing-masing. Namun untuk kesepahaman dalam melaksanakan kebijakan, indikasi program utama tahunan dan lima tahunan
dijadikan sebagai standard operasi sistem yang dipegang.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan