29 pendederan gurame di Desa Petir ada beberapa variabel dari input produksi yang
diduga mempengaruhi output yang dihasilkan. Variabel tersebut diantaranya adalah benih gurame X
1
, urea X
2
, TSP X
3
, kapur X
4
, postal X
5
, tepung pelet X
6
dan tenaga kerja X
7
No
. Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan gurame ini adalah model fungsi produksi Cobb-
Douglas. Hasil analisis dengan meggunakan metode kuadrat terkecil Ordinary Least Square diperoleh hasil koefisien regresi yang menggambarkan elastisitas
produksi. Data hasil pendugaan tersebut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil
pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir
Peubah Koefisien Regresi
t
hitung
1 Intercept
0,625 0,399
2 X
1
0,752 Benih Gurame
1,120 3
X
2
0,093 Urea
0,836 4
X
3
-0,065 TSP
-0,412 5
X
4
0,005 Kapur
0,040 6
X
5
0,081 Postal
0,134 7
X
6
0,172 Tepung Pelet
1,021 8
X
7
-0,029 Tenaga Kerja
-0,323
Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan :
Multiple R Square = 0,976
R square = 0,952
Adjusted R Square = 0,911
Standard Error = 0,099
F
hitung
= 22,832 F
tabel
= 14,067
Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 7, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut :
Y = 0,625. X
1 0,752
. X
2 0,093
. X
3 -0,065
. X
4 0,005
. X
5 0, 081
.X
6 0,174
.X
7 -0,029
................................................................................................................ 12 Atau
Ln Y = 0,625 + 0,752 Ln X
1
+ 0,093 Ln X
2
– 0,065 Ln X
3
+ 0,005 Ln X
4
+ 0,081 Ln X
5
+ 0,174 Ln X
6
– 0,029 Ln X
7
Berdasarkan hasil analisis pendugaan fungsi produksi dengan model kuadrat terkecil melalui analisis kriteria statistik diperoleh nilai Multiple R Square
…………………….. 13
3.5.1 Analisis Kriteria Statistik
30 0,976 yang menunjukkan bahwa nilai tersebut mendekati satu, sehingga dapat
dikatakan bahwa nilai tersebut berkorelasi positif. Nilai korelasi positif menjelaskan bahwa apabila nilai input dinaikkan maka akan mempengaruhi
kenaikkan nilai output. Nilai R Square 0,952 menunjukkan bahwa dari variabel input benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja
menjelaskan produksi output sebesar 95,2 . Sedangkan sisanya yaitu 4,8 dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model fungsi
produksi. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,911 menunjukkan bahwa dengan
semakin banyak variabel dimasukkan untuk variabel penjelas maka dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Adapun nilai standard error yang diperoleh
dari hasil analisis model kuadrat terkecil sebesar 0,099 adalah merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Nilai F
hitung
yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 22,832 dan F
tabel
sebesar 14,067 hal ini menunjukkan bahwa Apabila nilai F
hitung
lebih besar daripada F
tabel
maka tolak H
3.5.2 Analisis Ekonometrik
, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan pula bahwa model produksi pada
persamaan 12 dan 13 dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
Analisis ekonometrik merupakan kelanjutan dari analisa statistik. Adapun fungsi dari analisis ekonometrik adalah untuk mengetahui apakah model regresi
memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi Santoso, 2000. Untuk analisa kriteria ekonometrik dalam penelitian
ini digunakan software SPSS 16.0 Statistical Product and Service Solution versi 16.0. Hasil analisis diperoleh bahwa pada model regresi terpenuhi asumsi
normalitas. Asumsi normalitas ditunjukkan pada grafik Normal P-P Plot of Regression. Terlihat bahwa nilai Y variabel dependent didistribusikan secara
normal terhadap nilai X variabel independent, dimana data menyebar disekitar garis diagonal dengan mengikuti arah garis tersebut Lampiran 6
Multikolinearitas dapat diuji dengan melihat nilai toleransi dan nilai VIF Variance Inflation Factor. Suatu model regresi dikatakan bebas dari
multikolinearitas apabila memiliki nilai toleransi mendekati angka satu dan nilai
31 VIF disekitar angka satu. Hasil pengujian diperoleh data bahwa untuk nilai
toleransi tidak ada satupun variabel yang mendekati angka satu dan pada nilai VIF tidak ada satu variabel yang berada disekitar angka satu Tabel 8. Artinya bahwa
variabel seperti benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja pada data mengalami multikolinearitas. Multikolinearitas dapat dihindari
dengan menambah sampel dan mengeluarkan variabel yang memiliki korelasi tinggi. Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan karena sampel penelitian yang
diperoleh hanya 16 sampel. Tabel 8. Nilai Toleransi dan VIF untuk Setiap Variabel Input
No Keterangan
Nilai Toleransi VIF
1 Benih Gurame X
1
0,014 73,667
2 Urea X
2
0,147 6,787
3 TSP X
3
0,088 11,310
4 Kapur X
4
0,345 2,903
5 Postal X
5
0,016 63,934
6 Tepung Pelet X
6
0,150 6,684
7 Tenaga Kerja X
7
0,191 5,242
Sumber : Data Primer, 2011
Walaupun demikian pada hasil analisis fungsi produksi dengan menggunakan Cobb-Douglas ini, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit
dihindari. Masalah multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel-variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi.
Multikolinearitas yang terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas yang tidak sempurna.
Hasil analisis ekonometrik selanjutnya adalah asumsi model regresi homoskedastisitas yang merupakan variasi dari garis regresi yang konstan untuk
nilai variabel X. Apabila tidak terjadi, diduga mengalami heteroskedastisitas yang merupakan adanya ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Untuk melihat terjadinya heteroskedastisitas dapat dilihat pada grafik scatterplot apakah terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot atau
tidak ada pola Lampiran 7. Pada grafik scatterplot terlihat jelas bahwa titik- titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini membuktikan
bahwa model regresi pada usaha pendederan gurame di Desa Petir tidak
32 mengalami heteroskedastisitas dan layak digunakan untuk analisis pendugaan
fungsi produksi. Pada analisis ekonometrik diperoleh pula nilai Durbin-Watson sebesar
1,880 hal ini membuktikan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Suatu model regresi yang bebas dari autokorelasi dapat terjadi apabila nilai Durbin-Watson diantara -2
sampai dengan +2. Problem autokorelasi positif terjadi jika pada suatu model regresi nilai Durbin-Watson dibawah -2 sedangkan problem autokorelasi negatif
terjadi apabila diatas +2. Sehingga autokorelasi terjadi akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau karena data tidak linear.
Apabila suatu model regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai.
3.5.3 Kriteria Ekonomi