33 dengan asumsi input yang lain tetap cateris paribus maka masing–masing output
akan meningkat sebanyak 0,093 ; 0,005 ; 0,081 dan 0,174. Analisa Return to Scale RTS merupakan analisis yang dilakukan untuk
mengetahui apakah usaha pendederan gurame ini berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Kondisi skala usaha
tersebut dapat diketahui dengan cara menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Hasil penghitungan penjumlahan besaran elastisitas atas variabel
X
1
benih gurame, X
2
urea, X
4
kapur, X
5
postal dan X
6
3.6 Analisis Optimalisasi Penggunaan Input
tepung pelet adalah sebesar 1,103. Hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha pendederan
gurame di Desa Petir dalam kondisi increasing to scale yang artinya penambahan proporsi input produksi akan meningkatkan proporsi penambahan output. Dengan
demikian usaha pendederan gurame di Desa Petir ini masih berpeluang ditingkatkan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum.
Prinsip optimalisasi penggunaan input adalah upaya yang dilakukan agar menggunakan input seoptimal mungkin agar menghasilkan output yang maksimal
Soekartawi, 1994. Hasil perhitungan untuk Nilai Produksi Marginal NPM, input dan output yang optimal serta rasio NPM dengan harga input pada usaha
pendederan gurame Desa Petir disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Nilai NPM, Input dan Output yang Optimal, serta Nilai Rasio NPM dan
P
xi
No
pada Usaha Pendederan Gurame di Desa Petir
Keterangan b
P
i
NPM
xi
NPMPxi Aktual
per m Optimal
per m
2 2
1 Output ekor
1200 9,448
34,283 2
Benih Gurame ekor 0,752
200 574,657
2,873 14,827 42,601
3 Urea Kg
0,093 2000 135436,293
67,718 0,008
0,525 4
Kapur Kg 0,005 2500
687,097 0,275
0,075 0,021
5 Postal Kg
0,081 1000 245,780
0,246 3,724
0,915 6
Tepung Pelet Kg 0,174 6000
22825,881 3,804
0,086 0,329
Sumber : Data Primer, 2011 Keterangan :
b
i
: Elastisitas Produksi P
xi
: Harga Produksi
NPM : Nilai Produksi Marginal
34 Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa harga rata-rata untuk output
sebesar Rp. 1.200, benih gurame sebesar Rp. 200, Urea Rp. 2.000, Kapur Rp. 2.500, Postal Rp. 1.000, Tepung Pelet Rp. 6.000 dan Tenaga Kerja Rp. 5.000.
Berdasarkan rasio NPM dengan P
xi,
jika nilai yang dihasilkan kurang dari satu maka penggunaan input produksi belum optimal dan harus dikurangi sedangkan
apabila lebih dari satu maka penggunaan input belum optimal dan masih perlu ditambahkan Soekartawi, 1994.
Umumnya pada kondisi aktual penebaran benih tidak memperhitungkan antara jumlah benih yang akan ditebar dengan luasan kolam. Sehingga padat tebar
pada masing-masing pembudidaya berbeda. Kolam yang dimiliki pembudidaya dengan ukuran 80 m
2
padat tebar mencapai 19-25 ekorm
2
sedangkan kolam dengan ukuran 375-400 m
2
padat tebar hanya mencapai 7-15 ekorm
2
. Oleh karena itu padat tebar untuk gurame di Desa Petir perlu dilakukan optimalisasi. Sehingga
capaian output gurame yang dihasilkan dapat lebih maksimal. Berdasarkan Tabel 9 padat tebar optimal untuk benih gurame yakni sebesar 42 ekorm
2
atau peningkatan jumlah benih pada masing-masing pembudidaya yakni sebanyak
2,873 kali. Peningkatan padat tebar dalam wadah pemeliharaan tentunya perlu mempertimbangkan batas tertentu, apabila melewati batas maka
akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan yang akhirnya dapat menurunkan kondisi
kesehatan, pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup Wedemeyer, 1996.
Selain benih yang perlu dilakukan optimalisasi yakni urea. Hasil analisis menunjukkan bahwa urea dapat ditingkatkan hingga mencapai 67,718 kali.
Penggunaan urea secara optimal sebesar 0,525 kgm
2
dari kondisi aktual 0,008 kgm
2
. Penggunaan tepung pelet dapat dinaikkan hingga 3,804 kali dari kondisi aktual 0,086 kgm
2
menjadi 0,329 kgm
2
Penggunaan kapur untuk mencapai optimal sebesar 0,021 kgm . Perhitungan rasio NPM dan Pxi yang
kurang dari satu adalah kapur dan pakan postal dengan masing-masing nilai sebesar 0,275 dan 0,246. Penggunaan input tersebut masih belum optimal
sehingga perlu dilakukan pengurangan input untuk menambahkan output yang dihasilkan.
2
dari kondisi aktual 0,075 kgm
2
perlu dikurangi sebanyak 0,275 kali. Menurut
35 Saparinto 2008 penggunaan dosis kapur yang diberikan untuk budidaya gurame
yang baik yakni 0,015-0,025 kgm
2
. Penggunaan postal untuk mencapai optimal sebesar 0,915 kgm
2
dari kondisi aktual 3,724 kgm
2
perlu dikurangi sebanyak 0,246 kali. Jika penggunaan input produksi yang optimal ini diterapkan, dimulai
dari padat tebar secara aktual 15 ekorm
2
menjadi optimal sebanyak 25 ekorm
2
ataupun 42 ekorm
2
maka output yang dihasilkan pun akan mengalami peningkatan. Dengan asumsi tingkat kelangsungan hidup SR sebesar 65 maka
output yang dihasilkan akan mengalami peningkatan dari 10 ekorm
2
masing– masing menjadi 16 ekorm
2
dan 28 ekorm
2
setiap musim tanam per tahun. Oleh karena itu optimalisasi input produksi dapat menghasilkan output optimal sebesar
42,601 ekorm
2
dari kondisi aktual 14,827 ekorm
2
. Berdasarkan analisis Cobb Douglas padat tebar optimal 42 ekorm
2
dan menurut Hatimah, et al 1992 dalam Jangkaru 2002 padat tebar untuk
pendederan gurame yakni sebanyak 25 ekorm
2
3.7 Analisis Finansial