38 diketahui nilai PP sebesar 1,39 tahun atau sekitar 16,68 bulan. Sedangkan pada
kondisi optimal nilai PP dari hasil perhitungan sebesar 0,58 tahun atau setara dengan 6,96 bulan Tabel 11.
4. Analisis Break Even Point BEP
Break even point BEP menjelaskan tentang nilai suatu penjualan dengan biaya produksi yang menentukan batas impas suatu usaha agar tidak mengalami
kerugian. Hasil analisis diperoleh nilai bahwa untuk usaha pendederan gurame Desa Petir secara aktual nilai impas usaha tersebut berdasarkan jumlah volume
dalam bentuk rupiah agar tidak mengalami kerugian nilai penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 7.740.681 pada kondisi tersebut pembudidaya
tidak akan mengalami keuntungan ataupun kerugian. Untuk kondisi optimal yakni sebesar Rp. 16.605.224. Untuk nilai BEP berdasarkan volume dalam bentuk ekor
secara aktual diperoleh nilai 3.964 ekor, artinya nilai tersebut menunjukkan apabila penjualan benih hanya memperoleh 3.964 maka usaha tidak mengalami
keuntungan ataupun kerugian. Untuk kondisi optimal adalah sebesar 11.319 ekor dan nilai ini menunjukkan batas impas penjualan Tabel 11.
3.7.2 Analisis Kriteria Investasi dan Analisis Sensitivitas
Analisis kriteria investasi dan analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui seberapa layak usaha pendederan gurame di Desa
Petir. Beberapa nilai yang penting untuk analisis kriteria investasi yakni Net Present Value NPV, Net BenefitCost Net BC, dan Internal Rate of Return
IRR. Pada penelitian ini analisis kriteria invesatasi dihitung berdasarkan kondisi aktual dan kondisi optimal. Perhitungan kondisi aktual dianalisis tanpa proyek,
sedangkan optimal dengan menggunakan proyek. Berikut ini adalah beberapa asumsi dari penelitian optimalisasi penggunaan input produksi budidaya
pendederan gurame di desa Petir : 1.
Skenario yang dibuat terdiri atas 4 skenario yang terdiri atas : a.
Skenario 1 kondisi optimal dengan lahan milik sendiri dengan padat tebar 42 ekorm
2
b. Skenario 2 kondisi optimal teknis dengan lahan milik sendiri
dengan padat tebar 25 ekorm Data Primer, 2011
2
Hatimah et, al 1992 dalam Jangkaru 2002
39 c.
Skenario 3 kondisi optimal dengan lahan sewa dengan padat tebar 42 ekorm
2
d. Skenario 4 kondisi optimal teknis dengan lahan sewa dengan padat
tebar 25 ekorm Data Primer, 2011
2
2. Harga sewa kolam yakni Rp. 600.000tahun
Hatimah et, al 1992 dalam Jangkaru 2002
3. Survival Rate SR atau tingkat kelangsungan hidup sebesar 65
4. Jumlah kolam sebanyak 4 buah, 2 kali panen dengan pola tanam sebanyak
8 siklus dari ukuran kuaci 2-2,5 cm hingga korek 10-11 cm. 5.
Pada kondisi optimal teknis pakan yang diberikan berupa postal hingga 85 hari dan diberikan pelet hingga 40 hari penghitungan jumlah pakan =
bobot rata-rata ikan x jumlah populasi ikan yang ditanam x tingkat pemberian pakan gr atau kg.
6. Tingkat suku bunga berdasarkan deposito akhir bulan Mei 2011 dari bank
BRI sebesar 6. 7.
Umur proyek selama 5 tahun dengan pertimbangan sesuai dengan umur investasi kolam.
Penyusunan skenario ini berdasarkan kondisi di Desa Petir yakni rata-rata lahan yang digunakan adalah lahan milik sendiri dan tidak pernah melakukan
pinjaman ke pihak bank untuk melakukan usaha budidaya gurame. Skenario kriteria investasi dibuat karena kondisi yang ada pada sebagian besar
pembudidaya memiliki lahan sendiri dan untuk modal usaha didapatkan dari hasil usaha yang lain. Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas dengan tujuan untuk
mengetahui apakah secara matematis akan terjadi suatu perubahan yang cukup signifikan terhadap penerimaan pendapatan apabila terjadi perubahan dari biaya
input produksi. Pada analisis sensitivitas ini asumsi dengan meningkatkan harga benih sebesar 20 hal ini didasarkan dengan adanya kenaikan harga benih dari
beberapa tahun sebelumnya Lampiran 13. Hal ini dilakukan karena benih merupakan faktor produksi yang cukup penting untuk usaha pendederan gurame.
1. Skenario 1 Kondisi Optimal Lahan Milik Sendiri
Analisis kriteria investasi pada usaha pendederan gurame di Desa Petir jika menggunakan skenario pertama, yakni menggunakan lahan milik sendiri. Pada
kondisi optimal 42 ekorm
2
diperoleh nilai NPV dengan umur proyek selama 5
40 tahun sebesar Rp. 157.121.952. Nilai NPV ini menunjukkan manfaat bersih
selama umur proyek. Net BC merupakan manfaat bersih tambahan yang diterima proyek dari setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan. Nilai Net BC pada
skenario pertama adalah sebesar 3,70 artinya usaha tersebut akan memberikan manfaat bersih sebesar 3,70 pada setiap biaya Rp 1,00 selama 5 tahun. IRR
merupakan tingkat pengembalian internal yaitu kemampuan suatu proyek menghasilkan return satuannya . Pada skenario pertama nilai IRR diperoleh
sebesar 71 per tahun dari investasi yang ditanamkan selama 5 tahun umur proyek Lampiran 14. Untuk analisis sensitivitas pada skenario pertama pada
kondisi optimal kenaikan harga benih 20 menyebabkan nilai NPV, Net BC dan IRR untuk proyek selama 5 tahun mengalami perubahan data.
Tabel 12. Kriteria Investasi Pada Skenario 1 No
Kriteria Investasi Skenario 1
Sensitivitas 1
NPV 157.121.952
141.040.782 2
Net BC 3,70
3,42 3
IRR 72
66
Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan Tabel 12 nilai NPV mengalami perubahan yakni dari Rp. 157.121.952 menjadi Rp. 141.040.782. Nilai Net BC setelah dilakukan analisis
sensitivitas menjadi 3,42 yakni berkurang sebanyak 0,28 dan nilai IRR menurun dari 72 menjadi 66. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan
apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak untuk dijalankan.
2. Skenario 2 Kondisi Optimal Teknis Lahan Milik Sendiri
Hasil kriteria investasi pada skenario kedua ini menunjukkan bahwa nilai NPV dengan umur proyek selama 5 tahun diperoleh sebesar Rp. 103.929.685.
Nilai Net BC pada skenario kedua adalah sebesar 2,78 artinya usaha tersebut akan
memberikan manfaat bersih sebesar 2,78 kali pada setiap biaya Rp 1,00 selama 5 tahun. IRR merupakan tingkat pengembalian internal yaitu kemampuan suatu
proyek menghasilkan return satuannya . Pada skenario kedua ini nilai IRR diperoleh sebesar 50 per tahun dari investasi yang ditanamkan selama lima
tahun umur proyek Lampiran 15.
41 Untuk analisis sensitivitas pada skenario kedua pada kondisi optimal
kenaikan harga benih sebesar 20 menyebabkan nilai NPV untuk proyek selama 5 tahun yakni sebesar Rp.96.490.651. Nilai Net BC setelah dilakukan analisis
sensitivitas menjadi 2,66 yakni berkurang sebanyak 0,12 dan untuk nilai IRR menurun dari 50 menjadi 47 Tabel 13. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak
untuk dijalankan. Tabel 13. Kriteria Investasi Pada Skenario 2
No Kriteria Investasi
Skenario 2 Sensitivitas
1 NPV
103.929.685 96.490.651
2 Net BC
2,78 2,66
3 IRR
50 47
Sumber : Data Primer, 2011
3. Skenario 3 Kondisi Optimal Lahan Sewa
Pada skenario ketiga diasumsikan bahwa lahan yang digunakan merupakan lahan sewa berbentuk kolam. Nilai sewa kolam untuk pertahun yakni
sebesar Rp. 600.000. Pada kondisi optimal diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 175.102.279, Net BC 6,81 dan IRR 144 Lampiran 16. Untuk analisis
sensitivitas pada skenario ketiga pada kondisi optimal kenaikan harga benih sebesar 20 menyebabkan nilai NPV untuk proyek selama 5 tahun yakni sebesar
Rp. 162.425.843. Nilai Net BC menjadi 6,39 yakni berkurang sebanyak 0,42 dan untuk nilai IRR menurun dari 144 menjadi 134 Tabel 14. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan
sehingga masih layak untuk dijalankan. Tabel 14. Kriteria Investasi Pada Skenario 3
No Kriteria Investasi
Cashflow Sensitivitas
1 NPV
175.102.279 162.425.843
2 Net BC
6,81 6,39
3 IRR
144 134
Sumber : Data Primer, 2011
42
4. Skenario 4 Kondisi Optimal Teknis Lahan Sewa
Pada skenario keempat diasumsikan bahwa lahan yang digunakan merupakan lahan sewa dan pakan yang diberikan sama dengan pada skenario
kedua yakni berupa postal dan pelet. Untuk pemeliharaan selama 85 hari diberi postal dan selanjutnya 40 hari diberikan pelet dengan kandungan protein 26 dan
tingkat pemberian pakan 3. Selain itu teknik budidaya yang diterapkan berupa pemeliharaan ikan dengan menggunakan hapa. Pada kondisi optimal teknis
diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 121.910.012, Net BC 5,05 dan IRR 103. Untuk analisis sensitivitas pada skenario keempat pada kondisi optimal
kenaikan harga benih sebesar 20 menyebabkan nilai NPV untuk proyek selama 5 tahun yakni sebesar Rp. 114.339.909.
Nilai Net BC setelah dilakukan analisis sensitivitas menjadi 4,79 yakni berkurang sebanyak 0,26 dan untuk nilai IRR
menurun dari 103 menjadi 98 Tabel 15. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan apabila terdapat kenaikan harga benih tidak sensitiv dan nilai
NPV masih dalam kondisi positif dan menguntungkan sehingga masih layak untuk dijalankan.
Tabel 15. Kriteria Investasi Pada Skenario 4 No
Kriteria Investasi Cashflow
Sensitivitas 1
NPV 121.910.012
114.339.909 2
Net BC 5,05
4,79 3
IRR 103
98
Sumber : Data Primer, 2011
Secara ekonomis berdasarkan hasil analisis kriteria investasi dengan keempat skenario yang telah dihitung pada usaha pendederan gurame di Desa
Petir diperoleh bahwa yang paling besar memberikan manfaat yakni pada kondisi optimal dengan padat tebar 42 ekorm
2
dan menggunakan lahan sewa. Analisis kriteria investasi pada skenario kondisi optimal 42 ekorm
2
Penerapan skenario padat tebar 42 ekorm dan menggunakan
lahan sewa ini memiliki kelayakan yang paling cocok untuk menjalankan usaha. Sehingga dianggap paling layak karena jika dibandingkan dengan skenario
pertama, kedua dan keempat nilai Internal Rate of Return IRR memberikan manfaat bersih yang paling tinggi.
2
dengan lahan sewa tentunya tidak terlepas dari aspek teknis budidaya. Sehingga untuk melakukan optimalisasi
43 dari padat tebar 17 ekorm
2
aktual menuju ke 42 ekorm
2
perlu diperhitungkan terutama untuk daya dukung perairan. Peningkatan padat tebar dapat
mempengaruhi kualiatas perairan. Batas padat tebar menurut Badan Standarisasi Nasional adalah 60 ekorm
2
dengan teknis budidaya secara intensif. Akan tetapi
dengan mempertimbangkan aspek lingkungan serta keadaan di sekitar Desa Petir maka sebagai awalan untuk menjalankan usaha sebaiknya menggunakan skenario
dengan padat tebar 25 ekorm
2
dengan lahan sewa. Namun jika ingin mendapatkan keuntungan lebih maksimal lagi maka yang paling cocok adalah
dengan menerapkan kondisi optimal padat tebar 42 ekorm
2
dengan lahan sewa. Wedemeyer 1996 menyatakan bahwa jika peningkatan padat tebar
melewati batas tertentu maka akan mengganggu proses fisiologis dan tingkah laku ikan yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan, pemanfaatan
makanan, menurunkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Sehubungan dengan adanya peningkatan padat tebar maka akan mempengaruhi kondisi
lingkungan perairan serta kondisi ikan yang dipelihara seperti pertumbuhan ikan. Menurut Hepher dan Pruginin 1981 pertumbuhan ikan bergantung pada dan
beberapa faktor yaitu jenis ikan, sifat genetis dan kemampuan memanfaatkan pakan, ketahanan terhadap penyakit serta lingkungan seperti kualitas air, pakan
dan ruang gerak atau padat penebaran. Peningkatan padat tebar dikolam perairan dapat menyebabkan ruang gerak
ikan berkurang, kompetisi dalam mengambil pakan serta akan menyebabkan terjadinya keberagaman ukuran ikan saat dipanen. Sehingga yang diharus diatasi
adalah dengan mengoptimalkan penggunaan faktor produksi. Berdasarkan hasil analisis Cobb Douglas maka penggunaan faktor produksi yang sudah optimal
adalah TSP dan tenaga kerja. Pemberian pakan yakni berupa postal dapat diberikan secara optimal dengan mempertimbangkan banyaknya postal yang
diberikan terhadap jumlah benih yang dipelihara. Pada kondisi optimal padat tebar 42 ekorm
2
Pemberian postal dilakukan selama 85 hari dan 40 hari diberikan tepung pelet selama pemeliharaan. Untuk mengatasi terjadinya keberagaman ukuran
maka sebaiknya luasan kolam dipersempit yakni dengan cara memasang hapa. Sehingga pemberian pakan akan terpusat pada satu titik dan ikan tidak
pakan yang ditingkatkan yakni tepung pelet dan postal dikurangi.
44 mengeluarkan banyak energi untuk mengambil pakan. Keberagaman ukuran ikan
di dalam kolam akan mengakibatkan kompetisi yang semakin besar untuk memperoleh makanan. Sehingga ikan yang berukuran kecil akan dikalahkan oleh
ikan ukuran besar, akibatnya ikan menjadi stres yang berdampak pada menurunnya derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan, nafsu makan, dan
memperbesar peluang terserangnya penyakit Stickney, 1979. Air sebagai media ikan memiliki peranan yang sangat penting baik
kualitas maupun kuantitasnya. Sifat fisika, kimia dan biologi air mencakup mineral, gas terlarut, partikel tersuspensi serta jasad renik dalam air Meade,
1989. Untuk menjaga kualitas air agar tidak terjadi kematian pada ikan yang perlu dilakukan pada daya dukung perairan adalah berupa meninggikan air,
pergantian air minimal satu kali selama pemeliharaan dan memperluas saluran inlet. Agar sifat fisika, kimia dan biologi didalam perairan tidak mengalami
perubahan yang begitu signifikan. Berdasarkan analisis ekonomis pada skenario padat tebar 42 ekorm
2
dengan sewa lahan lampiran 15 nilai NPV lebih besar dari nol dan Net BC lebih dari satu dan IRR lebih besar dari nilai tingkat suku bunga menunjukkan bahwa
usaha pendederan dengan skenario tersebut dapat memberikan keuntungan yang besar serta layak untuk dijalankan. Berdasarkan analisis sensitivitas pada keempat
skenario adanya peningkatan harga benih 20 tidak sensitiv terhadap usaha yang dijalankan.
45
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Penggunaan input faktor produksi memberikan pengaruh nyata pada usaha pendederan gurame di Desa Petir, Kecamatan Dramaga. Variabel yang digunakan
untuk produksi pendederan gurame yakni benih gurame, urea, TSP, kapur, postal, tepung pelet dan tenaga kerja. Pada analisis dengan metode Cobb-Douglas
variabel yang dianggap sama dengan kondisi aktual adalah TSP dan tenaga kerja. Beberapa aspek teknis budidaya yang dapat dioptimalkan adalah padat tebar yakni
42 ekorm
2
, pengurangan jumlah postal, penambahan tepung pelet dan penggunaan urea, TSP serta kapur secara proforsional dan memperhatikan daya
dukung perairan. Sehingga yang harus dilakukan adalah dengan menjaga kualitas air seperti
meninggikan air, pergantian air secara rutin minimal sekali selama pemeliharaan dan memperluas saluran inlet. Untuk mengoptimalkan agar pakan yang diberikan
dapat terserap dengan baik yakni dengan menggunakan hapa selama pemeliharaan dan pengembangan usaha gurame yang optimal dapat dilakukan dengan
menerapkan analisis skenario 3 yakni dengan menyewa kolam dan padat tebar gurame 42 ekorm
2
.
4.2 Saran
Penggunaan input produksi sebaiknya digunakan seoptimal mungkin dengan harapan memperoleh keuntungan yang maksimal. Sebaiknya perlu ada
peningkatan padat tebar benih hingga mencapai 42 ekorm
2
, pengaturan dosis pemberian postal serta penerapan teknologi budidaya secara semi intensif,
sehingga produksi gurame di Desa Petir dapat ditingkatkan.