56
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi pengaruh berwudhu terhadap kecemasan saat ujian praktikum pada mahasiswi keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pada bab ini peneliti akan membahas hasil penelitian dan keterebatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian yang telah didapatkan akan
dibandingkan dengan teori atau hasil penelitian terkait yang relevan. Keterbatasan penelitian akan dibahas dengan membandingkan proses pelaksanaaan penelitian
dengan kondisi ideal yang seharusnya dicapai.
6.1 Pembahasan Hasil
6.1.1. Karakteristik responden
Dari hasil penelitian didapat hasil responden berjumlah 15 mahasiswi dengan proporsi responden berusia 18 tahun sebanyak 6,7 , proporsi
responden yang berusia 19 tahun sebanyak 46,7, proporsi responden yang berusia 20 tahun sebanyak 40 dan proporsi responden yang berusia
21 tahun sebanyak 6,7. Dari hasil data, diketahui bahwa usia responden penelitian berada di tahap dewasa awal atau kategori usia muda yaitu 18-
21 tahun. Menurut teori umur muda lebih rentan mengalami gangguan kecemasan akibat stres dan kurangnya pengalaman hidup dari pada yang
berumur lebih tua Stuart et al, 2005.
6.1.2. Gambaran Kecemasan saat praktikum pada Mahasiswi Keperawatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kegiatan praktikum merupakan salah satu sumber stressor dan menjadi masalah bagi mahasiswa keperawatan Martos et al., 2011; Cato,
2013. Kecemasan sering dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran simulasi praktikum pada mahasiswa keperawatan Horsley, 2012; Afolayan et al.,
2013; Gosselin, 2013. Kecemasan yang dialami mahasiswa keperawatan dapat menurunkan kemampuan koping dan mempengaruhi kinerja
akademik dan motivasi belajar siswa Moscaritolo, 2009. Penelitian ini menemukan bahwa responden mengalami berbagai
tingkat kecemasan saat menghadapi ujian praktikum mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan presentase 46,7 pada tingkat
kecemasan ringan dan tertinggi berada pada tingkat kecemasan sedang 53,3 n=15. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Suyamto et al.
2009 dan Eka 2012 menunjukan bahwa mahasiswa keperawatan mengalami kecemasan dengan berbagai tingkatan kecemasan saat
menghadapi ujian praktikum. Pada penelitian Suyamto et al 2009 mengenai pengaruh relaksasi
otot dalam menurunkan kecemasan mahasiswa didapatkan hasil bahwa mahasiswa mengalami kecemasan sedang saat menghadapi ujian.
Sedangkan hal yang berbeda disampaikan Eka 2012 bahwa mahasiswa keperawatan saat ujian praktikum mengalami kecemasan mengalami
kecemasan saat menghadapi ujian praktikum dengan rata-rata tertinggi pada tingkat kecemasan ringan 93,7 n=36. Namun secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kanji et al. 2004; Mellincavage, 2008; Blazeeck 2010;
Mlek, 2011; Horsley, 2012; Souto et al., 2012; Afolayan et al., 2013; Cato, 2013; dan Gosselin, 2013 yang menyatakan bahwa mahasiswa
keperawatan mengalami kecemasan saat menghadapi ujian praktikum dengan berbagai tingkat kecemasan.
Pada penelitian ini responden mengalami kecemasan saat ujian praktikum mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Hal tersebut
berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, bahwa mata kuliah yang paling menyebabkan kecemasan adalah mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah. Mata kuliah modul Keperawatan Medikal Bedah KMB merupakan
modul yang diselenggarakan di semester empat selama 4 minggu dengan fokus bahasan meliputi asuhan keperawatan pada gangguan sistem endokrin,
sistem hematologi, sistem kardiovaskuler, sistem imunologi, dan gangguan sistem pencernaaan yang diitegrasikan ke dalam konsep islami. Kegiatan
modul ini meliputi kuliah interaktif, diskusi kelompok, praktikum laboratorium, dan kuliah pakar. Pembelajaran dilakukan berdasarkan problem
based learning PBL dengan menggunakan scenario sebagai trigger untuk meningkatkan pengetahuannya Ernawati dan Yuanita, 2015. Untuk ujian
praktikum khususnya pada penyuntikan insulin menggunakan sistem dua mahasiswa saat ujian diawasi oleh satu penguji dengan waktu 15 menit.
Metode pembelajaran yang dipergunakan pada mudul atau mata kuliah ini adalah pengajaran aktif mandiri. Mahasiswa dianggap telah mampu
mencapai tingkat pengetahuan yang telah ditetapkan dalam kompetensi, tujuan dan sasaran pembelajaran modul secara aktif dan mandiri. Terkait
penilaian hasil belajar mahasiswa akan disatukan menjadi nilai akhir mata kuliah atau modul, yang menjadi tingkat kelulusan mahasiswa. Penilaian hasil
belajar meliputi penilaian proses, ujian praktikum dan sumatif Ernawati dan Yuanita, 2015 tidak dipublikasikan.
Melihat penjelasan di atas serta pemaparan pada buku panduan modul Keperawatan Medikal Bedah, jadwal belajar mengajar yang teramat padat
yaitu selama 4 minggu harus mampu menguasai kompetensi yang diharapkan pada modul KMB tersebut, dengan fokus bahasannya yaitu asuhan
keperawatan pada gangguan sistem endokrin, sistem hematologi, sistem kardiovaskuler, sistem imunologi, dan gangguan sistem pencernaaan yang
diitegrasikan ke dalam konsep islami. Kemudian beban yang harus dicapai oleh mahasiswa yang cukup berat terkait kompetensi yang telah ditentukan
serta beberapa ujian praktikum dianggap baru bagi mahasiswa hal inilah yang mungkin menjadi anggapan dikalangan mahasiswa Keperawatan UIN Syaraif
Hidayatullah Jakarta bahwa mata kuliah atau modul Keperawatan Medikal Bedah dianggap sebagai mata kuliah yang paling menyebabkan kecemasan
yang dialami mahasiswa. Kecemasan yang dialami responden pada penelitian ini, masuk ke
dalam level kecemasan sedang. Seseorang yang mengalami kecemasan pada level ini hanya fokus pada urusan yang akan dilakukan dengan segera
termasuk mempersempit pandangan perseptual tetapi masih dapat
melakukan hal lain jika menginginkan untuk melakukan hal lain tersebut Stuart et al 2005.
Seseorang yang mengalami kecemasan pada umumnya akan mengakibatkan berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis Videbeck,
2008. Hyman dan Pedrick 2012 mengemukakan bahwa kecemasan mempengaruhi seseorang dalam tiga hal, yaitu perubahan fisik, perubahan
mental, dan perubahan perilaku .
Perubahan fisik yang dialami mahasiswi saat menghadapi ujian praktikum melibatkan berbagai sistem dalam tubuh.
Respon saraf utama terhadap rangsangan stres adalah pengaktifan sistem saraf simpatis generalisata dan secara bersamaan sistem simpatis
mengaktifkan penguatan hormon epinefrin dari medula adrenal dan berbagai hormon lain Stuart dan Michele, 2007; Sherwood, 2012;
Stipanuk, 2013. Secara spesifik, sistem simpatis dan epinefrin meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung dan menyebabkan
vasokontriksi generalisata Sherwood, 2012. Epinefrin menyebabkan dilatasi saluran pernafasan, meningkatkan heart rate MacDougall, 2011
dan bersama norepinefrin mengurangi aktifitas pencernaan dan menghambat pengosongan kandung kemih Sherwood, 2012, selain
meningkatkan kadar epinefrin, kecemasan juga mengaktifasi sistem CRH- ACTH-kortisol dan sistem renin-angiotensin-aldosteron pada tubuh
sehingga menimbulkan gejala ketegangan fisik, perubahan sistem kardiovaskular, sistem urogenital, dan gejala gastrointestinal Goodman,
2010; Sherwood, 2012; Bolen, 2014. Stres dan kecemasan juga meningkatkan kinerja retikular neuron dalam batang otak dan medulla
spinalis yang mengontrol fungsi vital dalam tubuh Potter dan Perry, 2005 sehingga menyebabkan gejala somatik dan autonom. Seseorang yang
mengalami kecemasan tinggi menunjukkan gejala respiratorik seperti hiper- atau hipoventilasi, semakin tinggi kecemasan semakin tinggi pula frekuensi
pernafasan Giardino et al., 2008; Homa dan Yuri, 2008. Shin dan Israel 2010 menyebutkan bahwa kecemasan tingkat tinggi
dapat meningkatkan aktivasi beberapa regional otak, seperti Cortex Prefrontal Dorsolateral bagian kanan DLPFC dan sulcus kiri bagian depan
dan bawah serta penurunan aktivasi cortex rostral-ventral anterior cingulate yang dapat menurunkan kinerja otak. Kecemasan tingkat tinggi
juga dapat menyebabkan perubahan psikologis dan gejala insomnia Drake et al. 2003; Branes et al., 2009 dan menurunkan Emotional Intelligence
Jacobs et al., 2008.
6.1.3. Pengaruh Wudhu terhadap kecemasan saat ujian praktikum pada
mahasiswi keperawatan
Kecemasan atau ansietas merupakan salah satu masalah dalam keperawatan. Cemas atau ansietas menurut diagnosis keperawatan
NANDA 2014 merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom sumber sering kali tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu; perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindank menghadapi ancaman. Kecemasan dapat ditangani
dengan salah satu terapi non Farmakologi yaitu wudhu. Wudhu merupakan integrasi dari tehnik hidroterapi dan napas dalam yang dapat memberikan
efek relaksasi. Namun pengaruh wudhu terhadap kecemasan pada mahasiswi saat menghadapi ujian praktikum dalam hal ini perlu
dibuktikan. Hasil analisa uji statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh
wudhu terhadap kecemasan saat menghadapi ujian praktikum pada mahasiswi keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
p0,001 atau p α. Selama proses intervensi wudhu responden
mengalirkan atau membasuh tubuh dengan media air yang termasasuk anggota wudhu. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa berwudhu
menggunakan media air hidroterapi dengan mengalirkan air tersebut ke bagian tubuh tertentu dan mengenai rambut dan kulit yang termasuk
anggota tubuh dalam wudhu Muslimah, 2014. Penggunaan hidroterapi
untuk penanganan kecemasan sejalan dengan penelitian Pranata et al 2014 yang menyatakan hidroterapi meningkatkan relaksasi pada tubuh,
sehingga mampu menurunkan intensitas kecemasan seseorang.
Penelitian yang dilakukan Pranata et al 2014 membahas pengaruh hidoterapi terhadap penurunan tingkat kecemasan pada lansia di desa
sumbersari kecamatan maesan kabupaten bondowoso tahun 2014. Meskipun menghasilkan kesimpulan yang sama, ada beberapa hal yang
membedakan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Pranata et al 2014, diantaranya selain responden yang digunakan adalah lansia
angka signifikansi perubahan kecemasanpun p=0,021, jenis hidroterapi yang digunakan yaitu hidroterapi rendam kaki air hangat. Sedangkan pada
penelitian ini jenis hidroterapi yang digunakan adalah wudhu, responden penelitian ini adalah mahasiswi yang diajarkan satu kali pelatihan wudhu,
menghasilkan angka signifikansi lebih rendah p=0,000. Pada saat proses intervensi wudhu air yang digunakan responden
merupakan air yang keluar dari perut bumi menggunakan kran air. Hal ini sesuai dengan teori bahwa air yang boleh digunakan untuk berwudhu
haruslah air yang termasuk kategori air suci yang mensucikan. Secara ringkas air yang sah untuk bersuci ada dua macam, yaitu air turun dari langit
dan air keluar dari perut bumi Kardjono, 2009. Sejak zaman dahulu manusia sebetulnya sudah mengetahui khasiat
air walaupun belum didukung penelitian. Menurut Stevenson 2007 dalam Pranata et al 2014, hidroterapi memiliki efek relaksasi bagi tubuh, karena
mampu merangsang pengeluaran hormon endorphin dalam tubuh dan menekan hormon adrenalin.
Wudhu juga akan memberikan efek sejuk secara langsung pada kepala yang akan terus mengalirkan rasa sejuk sampai pada seseorang yang
melakukannya, sehingga pikiran bisa menjadi tenang. Dengan pikiran tenang, seseorang lebih mampu untuk mengonsentrasikan pikirannya. Air
wudhu yang sifatnya mendinginkan ujung-ujung saraf tangan dan jari-jari kaki memiliki pengaruh untuk memantapkan konsentrasi pikiran Kardjono,
2009. Selain itu, ditinjau dari ilmu Akupuntur, pada anggota tubuh yang
terkena basuhan wudhu terdapat ratusan titik akupuntur yang bersifat reseptor terhadap stimulus berupa basuhan, gosokan, usapan, atau pijatan
ketika melakukan wudhu. Stimulus tersebut akan dihantarkan melalui jaringan menuju sel, organ, dan system organ yang bersifat terapi. Hal ini
terjadi karena adanya system saraf dan hormone bekerja untuk menciptakan homeostasis keseimbangan dalam tubuh Bantanie, 2010.
Dasar kewajiban berwudhu diterangkan dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang artinya
“Hai Orang-orang beriman Jika kamu hendak berdiri melakukan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai kesiku, lalu
sapulah kepalamu dan basuh kakimu hingga dua- mata kaki”. Allah
menyukai orang-orang yang menyucikan diri. Serta Rasululah barkata melalui hadistnya
“Dari Abu Huraira r.a. Bahwa Rasulullah bersabda: “Maukah saya tunjukkan kepadamu hal-hal dengan nama Allah
menghapuskan dosa- dosamu serta mengangkat derajatmu?” “Mau ya
Rasulullah”, ujar mereka. “Meyempurnakan wudhu menghadapi segala kesusahan, dan sering melangkah menuju masjid, serta menunggu shalat
demi shalat. Nah itulah dia perjuangan. Perjuangan sekali lagi perjuangan” H.r. Malik, Muslim, Turmudzi dan Nasa`i.
Sebagaimana yang dijelaskan dengan dalil diatas menerangkan wudhu merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah. Seseorang yang
telah dekat kepada Allah maka hidupnya akan berjalan indah, damai, berkah dan bahagia. Tidak akan ada masalah apapun yang membuat dirinya risau .
Karena merasa yakin Allah SWT senantiasa bersamanya Bantanie, 2010. Intervensi wudhu yang dilakukan oleh responden, selain
mengandung unsur hidroterapi, juga memuat unsur relaksasi, sehingga ketika melakukan wudhu, responden juga melakukan proses relaksasi yaitu
dengan teknik napas dalam pada saat membaca niat sebelum wudhu dan berdo`a setelah wudhu yang dilakukan dengan ikhas karena Allah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wudhu yang diintegrasikan dengan relaksasi napas dalam sebagai satu rangkaian saat intervensi dapat menurunkan
kecemasan mahasiswi saat menghadapi ujian praktikum dengan signifikan p=0.000. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ghofur dan
Eko 2007 mengemukakan hasil dalam penelitiannya tentang pengaruh tehnik napas dalam terhadap kecemasan pada ibu persalinan kala I yang
menemukan adanya perbedaan yang signifikan p=0.000 antara kecemasan sebelum dan setelah pelakuan. Seperti halnya relaksasi, tehnik napas dalam
dapat mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, menurunkan frekuensi jantung dan tekanan darah, mengurangi konsumsi oksigen, dan
meningkatkan fungsi pernafasan dan sistem kardiovaskular Brody dan Paula, 2009; Seaward, 2012. Tehnik napas dalam disebut juga tehnik
pernafasan diafragma difraghmatic breathing yaitu dengan mengurangi frekuensi nafas menjadi 4-6 kali permenit Seaward, 2012.
Pada penelitian inipun mengintegrasikan keislaman dengan keilmuan keperawatan. Hal tersebut diKarena kecemasan merupakan salah
satu masalah dalam keperawatan yang perlu ditangani, salah satunya dengan terapi non farmakologi wudhu ini. Wudhu merupakan salah satu terapi non
farmakologi melalui pendekatan islami yang mengintegrasikan realaksasi napas dalam dan hidroterapi Muslimah, 2014. Dari penjelasan tersebutlah
membuktikan terapi non farmakologi dengan pendekatan Islami contohnya seperti wudhu dapat digunakan sebagai intervensi dalam menangani
masalah keperawatan seperti cemas.. Penerapan model integrasi keislaman dan dengan keilmuan
keperawatan terdapat pada Institusi Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi lokasi dan mahasiswinya menjadi
responden pada penelitian ini. Visi dari institusi pendidikan Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yaitu menjadikan program studi ilmu Keperawatan sebagai program studi terkemuka dalam mengintegrasikan aspek keilmuan, keislaman dan
keindonesiaan. Disinilah terlihat bahwa sangatlah tepat jika penelitian terkait pendekatan keislaman dan keilmuan keperawatan salah satunya yaitu
pada hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menangani kecemasan pada mahsiswa. Ketika model pengintegrasian
keislaman dan keilmuan keperawatan berhasil diterapkan maka mahasiswa dalam hal ini mahasiswa memiliki modal dasar sebagai calon perawat yaitu
keislaman dan keperawatan yang nantinya mampu menangani masalah pelayanan kesehatan melalui pendekatan islami Ernawati, 2014 tidak
dipublikasikan.
6.2. Keterbatasan Penelitian