2.3. Penelitian terkait
2.3.1. Praktikum Keperawatan Skill-lab
Praktikum simulasi merupakan metode pembelajaran dalam pendidikan keperawatan yang relatif baru digunakan untuk membantu
siswa dalam berlatih berbagai penilaian dan keterampilan klinis keperawatan.. Metode ini pertama kali diterapkan sebagai kurikulum
pada tahun 1960-an Gosselin, 2013. Simulasi didefinisikan sebagai upaya untuk meniru beberapa atau hampir semua aspek penting dari
situasi klinis sehingga situasi tersebut dapat lebih mudah dipahami dan dikelola ketika itu terjadi secara nyata dalam praktek klinis Cato,
2013. Literatur pendidikan keperawatan melaporkan bahwa simulasi
praktikum umum digunakan dalam instrumen klinik. Penggunaan simulasi dalam pendidikan keperawatan terbukti efektif untuk
meningkatkan keterampilan kognitif dan berfikir kritis siswa. Kegiatan praktikum telah dimasukkan kedalam pendidikan keperawatan karena
memungkinkan siswa untuk terlibat dalam proses kritis dalam pengambilan keputusan klinis yang dibutuhkan saat praktek Cato,
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan praktikum
membantu dalam transformasi pengetahun dari kelas ke bed-side dan terus mengarah pada pengembangan penilaian klinis Horsley, 2012.
Liga Perawat Nasional National League of NurseNLN Amerika mendukung akan penggunaan praktikum dalam rangka mempersiapkan
siswa dalam berpikir kritis dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi lingkungan klinis yang kompleks Sanford, 2010. Dalam
sebuah survei nasional di Amerika tahun 2010 menunjukkan bahwa 1.060 program RN menggunakan simulasi laboratotium, dan 87 siswa
yang terlibat dalam aktif dalam program tersebut Gosselin, 2013.
2.3.2. Kecemasan saat praktikum
Penelitian membuktikan bahwa simulasi merupakan stressor dan menjadi masalah bagi siswa keperawatan. Beberapa siswa melaporkan
adanya gejala kecemasan saat pembelajaran simulasi praktikum. Beberapa siswa juga melaporkan mengalami gejala kecemasan berat
saat melakukan simulasi pada semua mata kuliah Cato, 2013. Kecemasan sering dikaitkan dengan kegiatan simulasi pada program
keperawatan di Universitas of New Hampshire Gosselin, 2013. Siswa melaporkan adanya peningkatan kecemasan dan stres ketika mereka
ditonton oleh pengajar selama melakukan praktikum Horsley, 2012. Afolayan et al. 2013 mengamati bahwa sekitar 30 siswa
keperawatan mengalami kecemasan terutama saat ujian, pemeriksaan, dan presentasi.
Hasil penelitian Abdillah 2014 yang dilakukan pada 50 mahasiswa keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga
menyebutkan bahwa
mahasiwa mengalami
kecemasan saat
menghadapi ujian praktikum dengan berbagai tingkat kecemasan yaitu 4 mahasiswa tidak mengalami kecemasan, 55 pada kecemasan
ringan, 38 kecemasan sedang dan 8 pada kecemasan berat.
Para peneliti mengemukakan bahwa kecemasan pada siswa dapat mempengaruhi kinerja akademik siswa Horsley, 2012. Meskipun
sindrom kecemasan saat simulasi atau praktikum tidak nyata benar- benar ada, namun gejala dan hasil negatif memang ada dan harus
diatasi. Penanganan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi resiko dan memastikan keberhasilan praktikum Blazeck, 2010.
2.3.3. Dampak Kecemasan Pada Mahasiswa
Literatur pendidikan
keperawatan menyebutkan
bahwa kecemasan dalam pengaturan klinis dapat mempengaruhi hasil
pembelajaran dan kemampuan klinis siswa Cook, 2005. Stress yang dialami siswa tidak selamanya menjadi pengalaman negatif dalam
lingkungan belajar. Jadi stres yang menyebabkan kecemasan dapat berpengaruh positif dan negatif Cato, 2013.
Stres pada siswa dapat menyebabkan kecemasan yang kemudian dapat menggganggu akademik siswa dengan menurunkan kemampuan
koping. Stres dan kecemasan tingkat tinggi dapat menghambat memori dan kemampuan untuk memecahkan masalah, yang pada gilirannya
daat mempengaruhi kinerja akademik dan belajar siswa Beddoe dan Murphy, 2004 dalam Moscaritolo, 2009.
Afolayan et al. 2013 dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan penyebab umum dari buruknya penampilan
akademik siswa keperawatan saat melakukan ujian. Kecemasan yang dialami mempengaruhi siswa secara fisiologis dan psikologis. Beberapa
siswa tidak dapat melakukan tindakan secara lengkap saat mereka dalam keadaan cemas. Evaluasi terhadap kecemasan yang dialami
siswa perlu dilakukan. Dalam sebuah studi menunjukkan bahwa kecemasan yang dialami siswa berdampak pada penurunan motivasi
belajar siswa dan menjadikan siswa hanya berorientasi pada nilai ujian, bukan pada kemampuan belajar mereka Elcigil dan Yildrim, 2007
dalam Mellincavage, 2008.
2.3.4. Penanganan Kecemasan Mahasiswa
Kecemasan pada mahasiswa dapat mempengaruhi belajar dan kinerja siswa. Hal ini penting bagi pihak institusi untuk melakukan
penanganan dengan menurunkan kecemasan mahasiswa melalui dukungan dan mempromosikan lingkungan belajar yang positif.
Bahkan lebih baik lagi jika pihak institusi keperawatan melakukan integrasi strategi penurunan kecemasan siswa kedalam kurikulum
pendidikan yang diterapkan Purfeerst, 2011. Ada banyak strategi yang diajukan oleh para ahli untuk penangan
kecemasan. a.
Pelatihan Autogenik Autogenik adalah kegiatan terus-menerus mengulangi sebuah
pernyataan positif kepada diri sendiri dalam keadaan relaksasi Barnabas, 2008. Asmadi menyatakan bahwa tehnik relaksasi
autogenik mudah dilakukan dan tidak beresiko. Prinsipnya seseorang harus mampu berkonsentrasi sambil membaca mantra,
doa, atau zikir dalam hati seiring dengan ekspirasi udara paru
Asmadi, 2008 dalam Abdilah, 2014. Pelatihan autogenik memberikan efek menenangkan pada pikiran dan tubuh dan dapat
digunakan untuk mengobati kondisi medis terkait stres, misalnya angina pektoris, hipertensi, dan dispepsia Kanji, White, dan Ernst,
2004. Prato dan Carolyn 2013 dalam penelitiannya terkait kecemasan pada mahasiswa keperawatan menyimpulkan bahwa
tehnik autogenik merupakan strategi yang paling efektif untuk menurunkan respiratory rate, nadi, dan suhu perifer.
b. Pendekatan Perilaku Kognitif
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Schiraldi 2004 membandingkan antara pendekatan perilaku kognitif dan
manajemen stres konvensional dalam menurunkan gejala kecemasan pada mahasiswa menunjukkan bahwa bahwa tindakan
yang pertama berhasil menurunkan kecemasan, sedangkan yang kedua gagal untuk merubah Brown dan Schiraldi, 2004 dalam
Masterman, 2012. c.
Pernafasan Dalam dan Santai Busch et al. 2012 dalam penelitiannya mengenai pengaruh nafas
dalam terhadap nyeri, aktifitas autonomik, dan mood menunjukkan bahwa tehnik nafas dalam dapat mempengaruhi proses autonomik
dan respon terhadap nyeri. d.
Meditasi Jurnal Biological Psychological mendefiniskan meditasi sebagai
sebuah proses psikologi yang mendemonstrasikan penurunan
aktifitas metabolik untuk merelaksasikan fisik dan mental untuk mencapai keseimbangan emosi Eifring, 2013. Studi komperatif
yang dilakukan Burns et al. 2011 menunjukkan bahwa meditasi dapat menurunkan secara signifikan tingkat stres dan kecemasan
seseorang Burns et al., 2011, dalam Masterman, 2012. e.
Mentoring Instruksi dan mentoring oleh teman sebaya dapat menurunkan
kecemasan siswa, dan dapat diimplementasikan pada setiap level dan jenjang pendidikan keperawatan Purfeerst, 2011. Becker dan
Neuwrith 2002
mengembangkan model
pembelajaran laboratorium klinis dengan melibatkan level senior untuk
mendampingi level junior. Evaluasi yang dilakukan menunjukkan penurunan kecemasan dan meningkatkan kemampuan klinis siswa
sampai 87 Becker dan Neuwrith, 2002 dalam Moscaritolo, 2009.
f. Aroma Terapi
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kim dan Yun 2010 mengenai pengaruh penggunaan aroma tertentu secara inhalasi menyimpulkan
bahwa penggunaan aroma terapi dapat menurunkan kecemasan siswa saat praktek pemberian injeksi intravena.
g. Humor
Humor sebagai strategi pengajaran memiliki banyak manfaat, diantaranya membuat proses belajar menjadi menyenangkan,
memfokuskan perhatian,
menguatkan hubungan
sosial,
meningkatkan harga diri, dan meringankan stres dan kecemasan Moscaritolo, 2009.
h. Relaksasi Otot
Suyamto et al. 2009 dalam penelitiannya tentang pengaruh relaksasi otot dalam menurunkan skor kecemasan TMAS
mahasiswa menjelang ujian ahir program di Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta menyimpulkan bahwa intervensi ini
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kecemasan mahasiswa. i.
Psikoterapi Islami Dzikir masuk ke dalam metode psikoterapi Islam untuk
menurunkan kecemasan. Hasil penelitian menggunakan metode dzikir raata-rata skor kecemasan kelompok perlakuan pada pre-test
adalah 16,71 dan 11,17 pada post-test. Perbedaan rata-rata skor kecemasan ini menunjukkan penurunan tingkat kecemasan, karena
semakin kecil skor kecemasan menunjukkan individu tersebut mengalami penurunan tingkat kecemasan, sehingga dapat
disimpulkan zikir dapat menurunkan tingkat kecemasan mahasiswa keperawatan dalam menghadapi ujian praktikum Abdillah, 2014.
Hal ini senada degan penilitan Abdullah et al. 2013 tentang
efektifitas intervensi psikoterapi Islami terhadap kecemasan pada mahasiswa. penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif. Penelitian ini menemukan bahwa metode intervensi psikoterapi Islami memberikan pengaruh positif untuk membantu
menurunkan kecemasan pada mahasiswa.
j. Terapi Air hidroterapi
Hidroterapi meningkatkan efek kenyamanan dan relaksasi pada tubh sehingga mampu menurunkan intensitas kecemasan seseorang.
Kecemasan pada manusia tidak bisa dihindari karena merupakan alarm alamiah tubuh terhadap ancaman baik internal maupun
eksternal. Kondisi ini adalah fisiologis selama rentang mekanisme kopingnya efektif dan adaptif. Hidroterapi adalah terapi non
farmakologis dengan mengutamakan kping adaptif yaitu meningkatkan kenyamanan. Berdasarkan hasil penelitian dengan
derajat simpangan α = 0,05 dan derajat kepercayaan 95, didapatkan nilai p = 0,021. Hal ini berarti bahwa p α, yaitu 0,021
0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yaitu ada pengaruh hidroterapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada lansia di Desa Sumbersari Kecamatan Maesan Kabupateb Bondowoso. Treatment hidroterapi mampu
memberikan efek relaksasi dengan meningkatkan kenyamanan melalui sensasi hangat pada permukaan telapak kaki. Konsep ini
akan meningkatkan pelepasan hormone endorphin, sehingga tubuh merasa lebih rileks dan menekan tingkat stress. Oleh karena itu,
hidroterapi rendam kaki air hangat mampu memberikan penurunan pada tingkat kecemasan.
2.4. Kerangka Teori