2.8 Faktor yang Mempengaruhi Ibu Bersalin dalam Memilih Penolong Persalinan
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang eksponensial bertingkat dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi pendidikan maka individu lebih mudah
menerima konsep tentang kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Permata 2002 bahwa mereka yang berpendidikan tinggi yaitu SLTA ke atas cenderung
mmamfaatkan tenaga profesional seperti bidan sebagai penolong persalinan. Karena dalam pengambilan keputusan faktor pendidikan dan pengetahuan sangat
mempengaruhi ibu hamil terhadap peilihan penolong persalinan.
2. Status Ekonomi
Aspek sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan kondisi sosial dan perekonomian keluarga. Beberapa indikator sosial ekonomi antara lain
pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah tanggungan dalam keluarga, dukungan keluarga, dan masyarakat. Faktor sosial ekonomi cenderung berpengaruh terhadap
keputusan seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan dalam hal ini keputusan memilih pertolongan persalinan, faktor tersebut antara lain rendahnya pendapatan
keluarga, di mana masyarakat yang tidak mempunyai uang yang cukup untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan berkualitas.
Menurut Symonds A 2006 kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan menyebabkan perempuan tidak tahu hak-hak reproduksinya serta tidak mempunyai
posisi tawar dalam pengambilan keputusan.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun hal itu menyangkut keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri.
3. Pengetahuan Knowledge
Menurut Notoatmodjo 2005 pengetahuan adalah merupakan segala upaya yang diketahui manusia tentang objek tertentu. Pengetahuan merupakan hasil belajar
dan mengetahui sesuatu. Hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
indera pengetahuan, penglihatan dan tindakan manusia yang didasari pengetahuan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng diterima dari
pada tanpa ilmu pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman orang lain atau melihat lansung melalui sarana komunikasi lain seperti televisi, radio,
majalah dan surat kabar.
4. Sikap Attitude
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam
kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial Notoatmodjo, 2003. Menurut Natoatmodjo 2003 yang mengutip
pendapat Allport 1954, bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak trend to behave.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sama Suryabrata 2005, mengatakan sikap attitude berhubungan dengan sesuatu objek. Sikap biasanya memberikan penilaian menerima atau
menolak terhadap objek yang dihadapi. Sikap merupakan suatu keadaan internal internal state yang mempengaruhi
pilihan tindakan individu terhadap beberapa objek, pribadi dan peristiwa. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan
asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan Gagne, 1974.
5. Aksesibilitas Keterjangkauan