BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pemilihan Penolong Persalinan
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa 56,3 ibu memilih penolong
persalinan oleh tenaga kesehatan dibandingkan penolong persalinan oleh dukun bayi yaitu sebesar 43,7. Keadaan ini mencerminkan bahwa ibu hamil yang bersalin di
Puskesmas XIII Koto Kampar I Kecamatan Kampar Riau lebih memilih tenaga kesehatan dari pada dukun bayi, namun hal tersebut perlu diwaspadai karena 43,7
ibu malah memilih dukun bayi sehingga berdampak terhadap angka kematian ibu atau bayi.
Penduduk kecamatan XIII koto kampar I mayoritas suku melayu yang terkenal dengan sebutan orang ocu yang terdiri dari beberapa suku marga. Semua
penduduk di kecamatan XIII koto kampar I adalah memeluk agama islam. Budaya di kecamatan XIII koto kampar I masih menganggap bahwa setiap ibu hamil
cendrung terkena guna-guna setan tatoguan sehingga setiap ibu hamil yang mau bersalin lansung di bawa ke dukun beranak, dengan alasan supaya guna-guna setan
tatoguan yang terdapat pada diri ibu hamil bisa hilangkan oleh dukun yaitu memakai monto-monto jampi-jampi. Biasanya ibu yang akan bersalin akan
diberikan air putih yang sudah dimonto-monto jampi-jampi oleh dukun tersebut yang mana gunanya untuk memperlancar proses persalinan.
Universitas Sumatera Utara
Hal tersebut jika dikaitkan dengan data sekunder, bahwa cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar 50,10. Cakupan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan di Puskesmas XIII Koto Kampar I Pada tahun 2012 jumlah persalinan diwilayah kerja puskesmas XIII Koto Kampar I adalah 128 orang
15,42, dari jumlah tersebut 31 20 ditolong oleh dukun dan 97 80 ditolong oleh tenaga kesehatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juliwanto 2009 yang menunjukkan bahwa 78,2 ibu memilih pertolongan persalinan oleh bidan
dibandingkan penolong persalinan oleh dukun bayi yaitu sebesar 21,8. Tidak sejalan dengan penelitian Amilda 2010 yang menyatakan bahwa 55,6 responden
memilih pertolongan persalinan oleh dukun bayi dan 44,4 memilih pertolongan persalinan oleh bidan.
Keadaan ini mencerminkan bahwa mayoritas ibu melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan namun masih ada ditemukan ibu yang memilih
melahirkan di dukun bayi. Hal ini karena pertimbangan tradisi di desa yang sudah sejak dahulu jika melahirkan ditolong oleh dukun bayi. Selain itu dukun bayi lebih
cepat dipanggil, mudah dijangkau, biayanya lebih murah, serta adanya hubungan yang akrab dan bersifat kekeluargaan dengan ibu-ibu yang ditolongnya. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Meiwita Iskandar pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa masih banyak wanita negara berkembang khususnya di pedesaan lebih suka
memanfaatkan pelayanan tradisional dibanding fasilitas pelayanan kesehatan modren. Dari segi sosial budaya masyarakat khususnya di daerah pedesaan, kedudukan dukun
Universitas Sumatera Utara
bayi lebih terhormat, lebih tinggi kedudukannya dibanding dengan bidan sehingga mulai dari pemeriksaan, pertolongan persalinan sampai perawatan pasca persalinan
banyak yang meminta pertolongan dukun bayi. Masyarakat tersebut juga sudah secara turun temurun melahirkan di dukun bayi dan menurut mereka tidak ada masalah.
5.2 Pengaruh Sikap Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Koto Kampar I Kecamatan Kampar
Sikap dalam penelitian ini adalah pandangan atau respon ibu terhadap upaya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan yang sehat dan normal. Pada
prinsipnya sikap merupakan manifestasi dari pengetahuan, artinya jika pengetahuan ibu baik maka cenderung mempunyai sikap yang lebih baik, meskipun dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain. Sikap ibu terhadap pemilihan penolong persalinan yang telah dibahas
sebelumnya menunjukkan bahwa 50,7 memiliki sikap kurang baik, sedangkan 49,3 memiliki sikap baik. Hal ini menunjukkan bahwa adanya respon yang tidak
setuju dari ibu terhadap penolong persalinan oleh dukun bayi tidak dilakukan pelatihan, maka kemungkinan besar ia akan memilih dukun bayi untuk penolong
persalinan. Hasil Uji Chi square didapatkan p = 0,003 yang berarti ada hubungan antara
sikap ibu dengan penolong persalinan. Sikap baik ibu yang memilih penolong persalinan tenaga kesehatan sebesar 74,3 dan yang memilih dukun bayi sebesar
25,7. Ibu yang memiliki sikap kurang yang memilih tenaga kesehatan sebesar 38,9 dan yang memilih dukun bayi sebesar 61,1.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Juliwanto 2009 yang menunjukkan ada hubungan signifikan antara sikap ibu dengan pengambilan
keputusan penolong persalinan dengan nilai OR sebesar 5,111, artinya ibu bersalin yang memilih dukun bayi 5 kali mempunyai sikap kurang setuju dibandingkan ibu
bersalin dengan sikap setuju. Namun hasil regresi logistik tidak menunjukkan pengaruh signifikan dengan pemilihan pertolongan persalinan.
Berdasarkan hasil uji regresi logistik diperoleh bahwa sikap ibu berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan. Hal ini mengacu pada ibu yang memiliki
sikap kurang baik akan mempunyai kemungkinan 7 kali lebih besar untuk memilih penolong persalinan dukun bayi dibanding dengan ibu dengan sikap baik
Hal ini dapat ditegaskan oleh Kristiani 2006 bahwa sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa tenaga medis cenderung belum
berpengalaman, karena rata-rata usia mereka sangat muda, sehingga masyarakat kurang percaya terhadap tindakan persalinan yang dilakukan oleh bidan.
Hasil penelitian Bangsu 2001 di Bengkulu, juga mengemukakan bahwa keputusan masyarakat memilih pertolongan oleh dukun bayi cenderung dipengaruhi
oleh kemudahan mendapatkan pelayanan dukun bayi, selain itu pelayanan yang diberikan oleh dukun bayi bersifat “all in”, yaitu menolong persalinan, membantu
pekerjaan ibu hamil pada hari persalinannya, memandikan bayi, dan bahkan bersedia merawat bayi hingga lepas tali pusat dan kondisi ibu mulai pulih. Keadaan tersebut
juga diduga memberikan kontribusi terhadap pemilihan penolong persalinan oleh ibu bersalin di Kabupaten Aceh Tenggara.
Universitas Sumatera Utara
5.3 Pengaruh Keterjangkauan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Koto Kampar I Kecamatan Kampar
Salah satu desa tempat penelitian yaitu desa balung, desa ini merupakan desa yang sangat terpencil diantara desa-desa yang ada di Puskesmas XIII Koto Kampar.
Yang mana letak geografis nya lebih kurang 30 km dengan jarak tempuh 1,5 jam dan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Riau. Dengan kondisi badan jalan
berbatu yang belum bagus tanah merah, dan pada saat hujan sering ditutupi lumpur dan licin sehingga susah dilewati. Untuk penyebrangan sungai hanya menggunakan
jembatan darurat panjangnya ± 25 meter yang dilalui oleh kenderaan roda dua saja. Dengan jarak tempuh 15 km tidak satupun terdapat rumah penduduk tapi
disekelilinggnya hanya terdapat hutan belantara. Daerahnya terdapat perbukitan dan sarana transportasi masih kurang yang mempersulit ibu untuk menuju pusat
pelayanan kesehatan. Keterjangkauan jarak ke tempat pelayanan kesehatan merupakan penghambat
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan tertentu seperti sarana transportasi, keadaan geografis dan waktu tempuh untuk menuju tempat pelayanan kesehatan.
waktu tempuh yang di maksud disini adalah waktu tempuh dari tempat tinggal menuju tempat pelayanan kesehatan, waktu tempuh yang lama seringkali menjadi
kendala bagi masyarakat dalam upaya pencarian pelayanan kesehatan. Pada umumnya ibu akan mencari tempat pelayanan kesehatan yang berlokasi dekat tempat
tinggal mereka.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian ini, di Puskesmas XIII Koto Kampar I Kabupaten Kampar diperoleh 52,1 yang tidak terjangkau dan 47,9 yang terjangkau.
Bahwasanya ibu lebih banyak mengatakan tempat tinggal ibu jauh dari lokasi pelayanan kesehatan puskesmas 54,9 dan terdapat 53,5 yang ada petugas
kesehatan di lingkungan tempat tinggal ibu, ini berarti bahwa variabel jarak atau keterjangkauan sarana signifikan mempengaruhi ibu untuk memlih penolong
persalinan. Sebagian besar responden yang tidak terjangkau aksesnya memilih dukun bayi untuk menolong persalinannya. Responden yang memilih pertolongan persalinan
oleh dukun bayi umumnya merupakan masyarakat yang jarak rumahnya menuju tempat dukun bayi lebih dekat sedangkan responden yang memilih pertolongan
persalinan oleh bidan. Yang lebih banyak untuk mendapatkan pelayanan karena jaraknya yang lebih
jauh. Ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam
pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan kesehatan. Bila ibu hamil merasakan adanya ancaman keselamatan terhadap dirinya dan bayinya maka ibu akan
mencari petugas kesehatan untuk menolong persalinannya. Pemilihan penolong persalinan sebagai sarana pelayanan kesehatan prioritas
tidak dapat terlepas dari pengaruh faktor pemilihan sarana pelayanan kesehatan lain, yakni dengan adanya pilihan puskesmas, praktek bidan yang biaya pengobatannya
juga masih dapat dijangkau oleh masyarakat dengan mutu pelayanan yang baik.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat hubungan yang signifikan antara keterjangkauan dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu yang memiliki keterjangkauan lebih banyak yang memilih
penolong persalinan tenaga kesehatan dibanding yang tidak terjangkau, namun dilihat dari yang memilih penolong persalinan oleh dukun bayi lebih banyak yang tidak
terjangkau. Ketersediaan dan kemudahan menjangakau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan trasportasi merupakan salah satu pertimbangan
keluarga dalam pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Ridwan Amiruddin 2006 yang menyatakan bahwa
keterjangkauan, sarana pelayanan kesehatan dengan pemilihan tenaga kesehatan dalam penolong persalinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Girma, dkk 2011, mengatakan bahwa faktor terkait lainnya dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain biaya transportasi,
jarak ke pusat kesehatan terdekat atau rumah sakit, dan biaya pengobatan yang dirasakan. Selain itu, akses fisik juga menjadi penentu signifikan dalam pengambilan
keputusan tentang kunjungan rawat jalan seseorang. Sama halnya dengan masyarakat di wilayah kerja puskesmas XIII Koto Kampar I diketahui sebagian besar ibu yang
memanfaatkan puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan prioritas tetapi masih ditemukannya yang ke dukun bayi.
Ada pengaruh keterjangkauan terhadap pemilihan penolong persalinan. Jika tidak terjangkau maka kemungkinan untuk memilih penolong persalinan dukun bayi
15 kali lebih besar dibanding dengan yang terjangkau. Penelitian Musadad dkk 1999 menyimpulkan bahwa pemilihan tenaga penolong persalinan dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
tingkat keterjangkauan akses terhadap pelayanan persalinan yang tersedia, jumlah dan jenis penolong persalinan yang ada serta keterjangkauan penolong persalinan.
Penelitian ini menemukan bahwa sebesar 94,0 persalinan di pedesaan dilakukan di rumah penduduk karena kurangnya sarana pelayanan persalinan. Penelitian Amilda
2010 menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, status ekonomi, dan keterjangkauan sarana kesehatan dengan pemilihan
pertolongan persalinan oleh dukun bayi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Amilda 2010 didapatkan
bahwa 55,6 responden terjangkau aksesnya menuju sarana kesehatan terdekat bidan. Sedangkan 44,4 akses menuju sarana kesehatan terdekat tidak terjangkau.
Sebagian besar keterjangkau menuju sarana kesehatan memilih bidan untuk menolong persalinan. Sebagian besar yang tidak terjangkau memilih dukun bayi
untuk menolong persalinannya. Pemilih pertolongan persalinan oleh dukun bayi umumnya merupakan masyarakat yang jarak rumahnya menuju tempat dukun bayi
lebih dekat sedangkan pemilih pertolongan persalinan oleh bidan membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mendapatkan pelayanan karena jaraknya yang lebih
jauh. Ketersediaan dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan, akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi merupakan salah satu pertimbangan keluarga dalam
pengambilan keputusan mencari tempat pelayanan kesehatan. Menurut Notoatmodjo 2010, rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan
seperti puskesmas, rumah sakit, balai pengobatan, dan sebagainya tidak hanya disebabkan oleh faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu
Universitas Sumatera Utara
jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor masyarakat itu sendiri, diantaranya persepsi atau konsep dari
masyarakat. Perilaku petugas kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan mencakup dua hal penting yang menyangkut kemampuan dan perilaku mereka, yaitu
kemampuan manajerial dan kemampuan pelaksana teknis dan fungsional. Proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi Notoatmodjo, 2007. Setiap orang
mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun objek yang diamati sama.
5.4 Pengaruh Dukungan Keluarga Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Koto Kampar I Kecamatan Kampar
Dari hasil distribusi frekuensi ditemukan bahwa 46,5 ibu yang mendapat dukungan keluarga untuk pemilihan penolong persalinan, secara persentase penolong
persalinan yang tidak memperoleh dukungan yang lebih tinggi dibanding ibu yang mendapat dukungan. Penelitian Abraham 2010 di Ethopia dukungan istri yang
lebih tinggi sebesar 77 dan dukungan dari petugas kesehatan sebesar 61. Dari 33 ibu yang didukung keluarga, ada 25 ibu 75,8 memilih penolong
persalinan dengan tenaga kesehatan dan 8 ibu 24,2 memilih dukun bayi. 38 ibu yang tidak didukung keluarga ada 15 ibu 39,5 memilih penolong persalinan
tenaga kesehatan dan 23 ibu 60,5 memilih dukun bayi. Hasil uji analisis menunjukkan ada hubungan antara dukungan keluarga ibu dengan pemilihan
penolong persalinan dengan nilai p = 0,002.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil uji regresi logistik diperoleh bahwa variabel dukungan keluarga berpengaruh terhadap pemilihan penolong persalinan dengan nilai Exp B
sebesar 3,870, sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu yang tidak memiliki dukungan mempunyai kemungkinan 4 kali lebih besar untuk memilih penolong persalinan
dukun bayi dibanding dengan ibu yang memiliki dukungan keluarga. Kondisi lingkungan sosial masyarakat yang kurang mendukung, serta kurang
dukungan dari suami, para tokoh masyarakat, tokoh agama yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat setempat, kurangnya penerimaan masyarakat terhadap
penolong persalinan oleh tenaga kesehatan termasuk motivasi dan persuasi oleh petugas kesehatan.
Menurut Notoatmodjo 2010 perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada tidaknya informasi tentang
kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan dalam bertindak, dan situasi yang memungkinkan berperilaku untuk bertindak seorang ibu yang tidak mau
ditolong oleh tenaga kesehatan mungkin karena tidak ada minat dan niat atau karena kurangnya dukungan dari keluarga terutama suami, petugas kesehatan dan
masyarakat sekitarnya. Suami dan keluarga memiliki peranan penting dalam memilih penolong
selama kehamilan, persalinan dan nifas. Hal ini terutama terjadi pada perempuan yang relatif muda usianya sehingga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri
masih rendah. Mereka berpendapat bahwa pilihan orang yang lebih tua adalah yang terbaik karena orang tua lebih berpengalaman dari pada mereka. Selain itu, kalau
Universitas Sumatera Utara
mereka mengikuti saran orang tua, jika terjadi sesuatu yang buruk, maka seluruh keluarga dan terutama orang tua akan ikut bertanggung jawab. Oleh karena itu ketika
orang tua menyarankan memilih dukun, mereka akan memilih dukun ataupun sebaliknya. Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya.
5.5 Keterbatasan Penelitian