menimbulkan permasalahan baru jika dikonversi terus menerus menjadi bioetanol karena bahan-bahan tersebut berpotensi juga sebagai bahan pangan Lin et al.,
2006.
2.6 Pemanfaatan Limbah Untuk Produksi Bioetanol
Limbah pertanian yang keberadaannnya sangat berlimpah di Indonesia dapat menjadi bahan baku pembuatan bioetanol.
Pengembangan limbah pertanian untuk produksi bioetanol tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional. Selain itu,
hal ini dapat mengurangi dampak negatif pencemaran lingkungan. Bioetanol dapat
dibuat dari bahan-bahan bergula, berpati karbohidrat, ataupun berserat, seperti limbah kulit singkong, limbah kulit kentang dan limbah kulit talas Irfan, 2013.
Umbi singkong Manihot utilissima sebanyak 10 miliar ton, dapat menghasilkan limbah 0,3 miliar ton tetapi pemanfaatannya hanya mencapai 0,1
milliar ton Sriroth, 2008. Setiap singkong yang dikupas dapat menghasilkan 15- 20 kulit umbi dengan kandungan karbohidrat berkisar antara 68-85 dari berat
keseluruhan kulit umbi singkong, sehingga memiliki potensi yang cukup besar untuk digunakan sebagai bahan baku produksi bioetanol Cuzin et al., 1991.
Limbah kulit kentang Solanum tuberosum adalah salah satu contoh limbah organik yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol.
Selama ini kupasan kentang umumnya digunakan sebagai makanan ternak, pupuk organik, dan terkadang hanya dibuang begitu saja menjadi sampah. Kandungan
kimia yang terdapat dalam kupasan kentang belum diketahui secara spesifik, namun dari penelitian yang telah dilakukan oleh Tima, 2011 kandungan
karbohidrat yang terdapat dalam kupasan kentang cukup tinggi. Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan telah dikenal secara luas. Di
Indonesia, talas sebagai bahan makanan cukup populer dan produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa. Pengolahan talas saat ini kebanyakan
memanfaatkan umbi segar yang dijadikan berbagai hasil olahan, diantaranya yang paling populer adalah keripik talas. Hingga saat ini pemanfaatan limbah kupasan
talas sebagai bahan baku pembuatan bioetanol masih jarang dilakukan sehingga kandungan pati dalam limbah belum diketahui, tetapi kandungan pati pada umbi
talas mencapai 80 Rahmawaty et al., 2012.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang