etanol yang dihasilkan Galeote et al., 2001. Banyak peneliti menemukan bahwa lemak memiliki peran yang penting dan merupakan salah satu faktor penentu sifat
resistensi khamir terhadap etanol. Gray 1948 dan Troyer 1953 menyatakan bahwa strain khamir yang lebih resisten terhadap etanol, memiliki kandungan
lipid yang banyak. Penelitian Watson 1982, menunjukkan bahwa residu asam lemak tidak jenuh pada membran fosfolipid kecuali ergosterol penting untuk
resistensi Saccharomyces terhadap konsentrasi etanol yang tinggi. Etanol mempengaruhi metabolisme sel dan biosintesis makromolekular dengan
menginduksi produksi Heat Shock Protein HSP, menurunkan kecepatan akumulasi RNA dan protein, meningkatkan frekuensi terjadinya mutasi,
mengubah metabolisme, menyebabkan terjadinya denaturasi dan penurunan aktifitas protein intraselular dan enzim glikolisis Hu et al., 2007.
Biosintesis triptofan secara khusus terlibat dalam respon terhadap stres etanol pada S. cerevisiae. Strain khamir dengan gen biosintesis triptofan yang
overexpressing menunjukkan toleransi etanol hingga 5 vv, sama dengan hasil
yang ditunjukkan ketika dilakukan penambahan triptofan pada media. Peran biosintesis triptofan dalam meningkatkan toleransi terhadap stres etanol hingga
saat ini belum diketahui dengan jelas walaupun beberapa penelitian menyatakan terdapat hubungan antara biosintesis dan transport asam amino terhadap toleransi
stres etanol yaitu bahwa etanol mengacaukan fungsi membran yang berdampak pada pengiriman asam amino ke dalam sel Pham and Wright, 2008; Yoshikawa
et al., 2009.
4.3 Sakarifikasi Enzimatis Menggunakan Aspergillus niger
Fermentasi bioetanol dalam penelitian ini menggunakan tiga substrat yang berbeda yaitu, limbah kupasan kentang, talas dan singkong. Limbah-limbah
tersebut dikeringkan kemudian digiling hingga membentuk tepung limbah. Sebelum digunakan tepung limbah disakarifikasi terlebih dahulu secara enzimatis
oleh kapang Aspergillus niger dengan tujuan mengubah kandungan pati pada tepung limbah menjadi glukosa yang dapat digunakan oleh khamir untuk
menghasilkan bioetanol.
Universitas Sumatera Utara
Adanya aktivitas enzim α-amilase dan glukoamilase yang dihasilkan dari
A. niger menyebabkan pati terhidrolisis menjadi gula reduksi, sehingga pada
proses sakarifikasi limbah terjadi peningkatan konsentrasi gula reduksi dari kondisi awal sebelum sakarifikasi sampai hari ke-3 sakarifikasi. Peningkatan
jumlah gula reduksi setelah proses sakarifikasi dapat dilihat pada Gambar 4 :
Gambar 4. Peningkatan konsentrasi gula reduksi pada medium dari kondisi awal hingga sakarifikasi hari ke-3
Berdasarkan hasil pengamatan, ketiga jenis limbah mengalami peningkatan konsentrasi gula reduksi setelah proses sakarifikasi. Limbah kupasan
kentang, singkong dan talas secara berturut-turut mengalami peningkatan konsentrasi gula reduksi sebesar 263, 219 dan 220 dengan konsentrasi akhir
gula reduksi sebesar 2142 mgL, 2273 mgL dan 2296 mgL. Menurut penelitian Chinedu et al., 2008 kapang A. niger mampu
menghasilkan gula reduksi sebesar 4,27 mgml untuk limbah agar dan untuk rumput laut Gracilaria sp. sebesar 0,99 mgml. Hasil tersebut lebih besar
dibandingkan hidrolisis selulosa oleh kapang A. niger pada serbuk gergaji, bagas dan pulp yaitu sebesar 0,38 mgml, 0,55 mgml dan 0,53 mgml. Kadar gula
reduksi untuk medium rumput laut Gracilaria sp. menghasilkan jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan medium limbah agar. Hal tersebut diduga
karena rumput laut Gracilaria sp. memiliki dinding sel yang didalamnya masih terdapat berbagai jenis polisakarida kompleks seperti galaktan dan selulosa.
590 712
718 2142
2273 2296
500 1000
1500 2000
2500
Kentang Singkong
Talas
K o
ns ent
ra si G
ula Reduk
si m
g L
Jenis Limbah
Kondisi Awal
Sakarifikasi Hari Ke-3
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan jenis polisakarida pada limbah dapat mempengaruhi aktivitas hidrolisis. Semakin kompleks jenis polisakarida yang terdapat pada limbah, maka
semakin sulit untuk dihidrolisis oleh enzim. Aktivitas optimum enzim berkisar pada nilai pH pertumbuhan
mikroorganisme penghasil enzim tersebut. Enzim amilase umumnya stabil pada kisaran nilai pH 5,5-7,0. Aktivitas optimum umumnya terjadi pada nilai pH 4,8
– 6,5 Pujoyuwono et al., 1997. Sedangkan aktivitas optimum enzim glukoamilase
terjadi pada pH 4,5 Rahmawaty dan Sutrisno, 2015. Nilai pH dari media mempengaruhi sturktur dan aktivitas enzim dalam proses sakarifikasi. Pada
Gambar 5 dapat diketahui bahwa semua substrat mengalami penurunan pH pada hari ke-3 yang disebabkan oleh akumulasi asam-asam organik pada medium.
Gambar 5. Penurunan pH medium dari kondisi awal hingga sakarifikasi hari ke-3 Proses sakarifikasi oleh enzim
α-amilase dan glukoamilase pada substrat pati cair menyebabkan pH substrat akan turun menjadi lebih asam daripada pH
optimum enzim ini Priest, 1992. Hal ini disebabkan selama proses sakarifikasi berlangsung selain menghasilkan glukosa, A.niger juga menghasilkan asam-asam
organik terutama asam sitrat Rogers et al, 1993. Penurunan pH selama proses sakarifikasi berlangsung, berpengaruh pada proses pemecahan pati menjadi gula
reduksi selanjutnya. Apabila pH substrat di bawah pH optimum maka enzim α-
1 2
3 4
5 6
7
Kentang Singkong
Talas
Nila i
pH
Jenis Limbah
Kondisi Awal Sakarifikasi
Hari Ke-3
Universitas Sumatera Utara
amilase dan glukoamilase dari A. niger tidak dapat bekerja dengan maksimum. Menurut Reed 1975, aktivitas
α-amilase pada tepung gandum turun dengan cepat apabila pH di bawah 4,0 dan aktivitas lebih rendah di atas 5,0. Ketika pH di
bawah 4, konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan juga menurun.
4.4 Potensi Isolat Khamir Terpilih Dalam Menghasilkan Bioetanol Dari Tepung Limbah