amilase dan glukoamilase dari A. niger tidak dapat bekerja dengan maksimum. Menurut Reed 1975, aktivitas
α-amilase pada tepung gandum turun dengan cepat apabila pH di bawah 4,0 dan aktivitas lebih rendah di atas 5,0. Ketika pH di
bawah 4, konsentrasi gula reduksi yang dihasilkan juga menurun.
4.4 Potensi Isolat Khamir Terpilih Dalam Menghasilkan Bioetanol Dari Tepung Limbah
Dua isolat khamir, yaitu PN1 dan PN2 diuji kemampuannya dalam memproduksi bioetanol dari tiga jenis limbah. Kadar bioetanol yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 6. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kadar bioetanol dari setiap substrat mengalami peningkatan pada hari ke-5. Kondisi awal sebelum
proses fermentasi berlangsung, medium yang mengandung tepung limbah memiliki kadar etanol antara 0,03 - 0,09. Pada umumnya buah, sayur dan umbi-
umbian mengandung etanol secara alami namun kadarnya masih di bawah 1 Indrawati et al., 2009.
Gambar 6. Peningkatan kadar bioetanol dari kondisi awal sebelum fermentasi hingga fermentasi hari ke-5
Isolat PN1 menghasilkan kadar etanol paling tinggi sebesar 0,64 pada medium fermentasi mengandung limbah talas. Isolat PN2 menghasilkan bioetanol
dengan kadar 0,60, juga pada medium fermentasi mengandung limbah talas. Hal
0,03 0,09
0,08 0,44
0,52 0,64
0,39 0,27
0,6
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
0,7
Kentang Singkong
Talas
K a
da r
B io
et a
no l
Jenis Limbah
Kondisi Awal
Fermentasi Hari Ke-5 PN1
Fermentasi Hari Ke-5 PN2
Universitas Sumatera Utara
ini bergantung pada jumlah gula reduksi yang dikonversi oleh sel khamir menjadi bioetanol. Penggunaan gula reduksi oleh khamir menyebabkan konsentrasi gula
reduksi pada medium fermentasi menurun. Berdasarkan hasil pengamatan konsentrasi gula reduksi pada medium fermentasi munurun seiring dengan jumlah
hari inkubasi. Persentase penurunan konsentrasi gula reduksi pada medium fermentasi dari kondisi awal hingga hari ke-5 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Penurunan konsentrasi gula reduksi pada medium fermentasi
Gambar 8. Efisiensi fermentasi isolat khamir pada medium fermentasi mengandung limbah
44,72 47,03
50,04
42,67 42,27
49,43
38 40
42 44
46 48
50 52
Kentang Singkong
Talas
P enurun
a n
K o
ns ent
ra si G
ula
Reduk si
Jenis Limbah
PN1 PN2
76,08 74,54
84,74 65,22
42,86 81,03
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Kentang Singkong
Talas
E fis
iens i
F er
m ent
a si
Jenis Limbah
PN1 PN2
Universitas Sumatera Utara
Dari data dapat diketahui persentase penurunan konsentrasi gula reduksi tertinggi secara berturut-turut terdapat pada medium fermentasi mengandung
limbah talas dengan menggunakan isolat PN1, medium fermentasi mengandung limbah talas dengan menggunakan isolat PN2 dan medium fermentasi
mengandung limbah singkong dengan menggunakan isolat PN1 yaitu sebesar 50,04, 49,43 dan 47,03. Hal ini sesuai dengan Yudoamijoyo et al 1992
yang menyatakan bahwa semakin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel, semakin tinggi juga kadar etanol yang dihasilkan.
Secara teoritis, satu mol glukosa dapat diubah menjadi dua mol etanol dan dua mol karbondioksida atau dengan perbandingan bobot tiap 50 gram glukosa
akan menghasilkan 100 gram etanol. Adanya kondisi tersebut memerlukan suatu upaya untuk menggunakan bahan baku yang murah agar dapat mengurangi biaya
produksi bioetanol Lee dan Huang, 2000. Menurut Kumalaningsih dan Hidayat 1995 bahwa efisiensi fermentasi dapat diketahui dengan membandingkan
banyaknya hasil alkohol melalui proses fermentasi dengan alkohol yang dihasilkan secara teoritis dari glukosa. Efisiensi fermentasi isolat PN1 dan PN2
pada medium fermentasi mengandung limbah dapat dilihat pada Gambar 8. Dari data dapat diketahui bahwa isolat PN1 dan PN2 secara berturut-turut
memiliki persentase efisiensi fermentasi terbesar pada medium fermentasi mengandung limbah talas yaitu sebesar 84,74 dan 81,03 selama lima hari
waktu fermentasi. Efisiensi fermentasi merupakan persentase konsentrasi etanol hasil produksi terhadap konsentrasi etanol secara teoritis. Secara teoritis 100
glukosa diubah menjadi 51,1 etanol dan 48,9 menjadi CO
2
Rudolf et al., 2005.
Efisiensi fermentasi menunjukkan persentase glukosa yang dimanfaatkan sel khamir untuk pembentukan etanol, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk
proses lain, seperti untuk mempertahankan metabolisme sel, untuk pembentukan biomassa dan dalam proses terbentuknya senyawa-senyawa asam organik berupa
asam asetat, asam laktat dan asam piruvat Arnata, 2009. Sarfat et al., 2013 meneliti tentang kemampuan Saccharomyces
cerevisiae IPBCC AL IX dan Pachysolen tannophilus IPBCC AC IX dalam
menghasilkan bioetanol dari dari rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil
Universitas Sumatera Utara
penelitian tersebut menujukkan bahwa produksi etanol tertinggi dari Pachysolen tannophilus
IPBCC AC IX adalah 0,11 vv, dengan 15,39 efisiensi penggunaan substrat, dan 2,60 efisiensi fermentasi yang difermentasi selam 4
hari. Sedangkan produksi etanol tertinggi dengan perlakuan culture refresh menggunakan S. cerevisiae IPBCCAL IX teradaptasi setelah fermentasi
berlangsung 24 jam oleh S. cerevisiae IPBCC AL IX teradaptasi adalah 1,76 vv etanol pada fermentasi cair, dengan 53,06 efisiensi penggunaan substrat,
dan 43,53 efisiensi fermentasi yang difermentasi selama 6 hari. Penelitian fermentasi etanol dari limbah padat tapioka onggok oleh Aspergillus niger dan
Zymomonas mobilis oleh Juariah et al., 2004 menemukan bahwa konsentrasi
etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi adalah 0,7 dan efisiensi pengubahan gula reduksi hasil sakarifikasi menjadi etanol oleh Z. mobilis adalah
83 selama 4 hari fermentasi. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa isolat khamir PN1 dan PN2 memiliki efisiensi fermentasi yang cukup
tinggi tetapi waktu fermentasi terlalu lama yaitu 5 hari.
Gambar 9. Penurunan pH pada medium fermentasi
Proses fermentasi dipengaruhi oleh kondisi pH medium fermentasi karena nilai pH mempengaruhi pertumbuhan khamir. Menurut Kurtzman et al., 2011
rentang pH yang sesuai untuk pertumbuhan khamir adalah 4,5-5,0. Selama proses fermentasi terjadi penurunan pH medium. Penurunan pH pada medium fermentasi
4,54 4,39
4,63 4,26
4,31 4,35
4,17 3,68
4,29
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5 4
4,5 5
Kentang Singkong
Talas
pH
Jenis Limbah
Kondisi Awal Hari Ke-5 PN1
Hari Ke-5 PN2
Universitas Sumatera Utara
dapat dilihat pada Gambar 9. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa keseluruhan medium fermentasi yang mengandung limbah dengan penambahan
isolat PN1 maupun PN2 mengalami penurunan pH hingga hari ke-5 fermentasi. Nilai pH paling rendah yaitu pada medium limbah singkong dengan penambahan
isolat PN2 yaitu sebesar 3,68. Penurunan pH yang terjadi selama proses fermentasi disebabkan karena
selama proses fermentasi selain terbentuk senyawa alkohol juga terbentuk senyawa asam organik. Terbentuknya senyawa asam dapat disebabkan oleh
adanya oksigen, sehingga metabolisme mikroba berlangsung secara aerob. Suasana aerob sebenarnya tidak diharapkan dalam proses pembentukan bioetanol
karena substrat berupa glukosa yang seharusnya dikonversi menjadi bioetanol akan dikonversi lebih lanjut menjadi senyawa asam terutama asam-asam organik
Arnata dan Anggreni, 2013. Kestabilan pH intraseluler sangat penting bagi pertumbuhan khamir,
karena terdapat banyak enzim fungsional selama proses pertumbuhan dan metabolisme sel khamir. Enzim-enzim tersebut dapat bekerja maksimal jika
berada pada kisaran pH yang optimal. Sel khamir akan memerlukan banyak energi pada saat terjadi penyimpangan pH dari kisaran yang optimal. Energi tersebut
digunakan untuk memompa ion hidrogen baik ke dalam maupun keluar sel agar kondisi pH intraseluler tetap dalam kondisi yang stabil. Sel khamir akan
mengalami kesulitan dalam menjaga kestabilan pH medium, jika penyimpangan pH yang terjadi terlalu besar dari kisaran optimal sehingga enzim tidak dapat
berfungsi secara normal. Enzim yang mengalami deaktivasi, karena tidak dapat berfungsi secara normal akan menyebabkan sel khamir tidak mampu membentuk
etanol dengan efisien karena terganggunya proses metabolisme sel Narendranath and Power, 2005.
Medium fermentasi mengandung limbah singkong dengan penambahan isolat PN2 berada pada nilai pH yang kurang optimal untuk pertumbuhan sel
khamir. Hal tersebut diduga menjadi penyebab lebih rendahnya produksi bioetanol pada medium fermentasi tersebut dibandingkan dengan medium
fermentasi lainnya dengan nilai pH akhir berada pada rentang 4,17-4,35.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan sel khamir selama proses fermentasi dihitung pada hari ke-1 hingga hari ke-5. Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan khamir rata-rata
meningkat hingga hari ke-3 tetapi menurun pada hari ke-4 dan hari ke-5. Hasil pengukuran pertumbuhan sel khamir pada medium fermentasi dapat dilihat pada
Gambar 10. Jumlah paling tinggi populasi sel awal isolat khamir yaitu PN1 pada
medium fermentasi mengandung limbah singkong sebanyak 7,551 Log CFUml, meningkat pada hari ke-3 yaitu sebanyak 7,614 Log CFUml dan menurun pada
hari ke-5 yaitu sebanyak 7,582 Log CFUml. Jumlah populasi awal terendah yaitu PN2 pada medium fermentasi mengandung limbah singkong sebanyak 7,049 Log
CFUml, meningkat pada hari ke-3 yaitu sebanyak 7,170 Log CFUml dan menurun pada hari ke-5 yaitu sebanyak 7,123 Log CFUml. Data selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 6 Halaman 44.
Gambar 10. Pertumbuhan PN1 dan PN2 selama fermentasi pada substrat mengandung limbah kupasan kentang, singkong dan talas
Fermentasi hari ke-1 hingga hari ke-3 menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel khamir yang menandakan saat itu khamir dalam kondisi aktif
melakukan pembelahan. Pertumbuhan khamir untuk semua jenis medium
6,7 6,8
6,9 7
7,1 7,2
7,3 7,4
7,5 7,6
7,7
J um
la h
Sel L
o g
CF Um
l
Jenis Isolat dan Limbah
Hari Ke-1 Hari Ke-2
Hari Ke-3 Hari Ke-4
Hari Ke-5
Universitas Sumatera Utara
fermentasi rata-rata menunjukkan pola pertumbuhan yang sama. Pertumbuhan khamir mulai menurun pada masa inkubasi hari ke-4 dan ke-5. Terjadinya
penurunan jumlah sel menunjukkan bahwa sel khamir banyak yang mengalami kematian karena pada masa inkubasi tersebut, ketersediaan nutrisi dalam medium
sudah mulai habis dan kondisi medium yang sudah mulai toksik akibat akumulasi hasil metabolit sel khamir seperti etanol.
Menurut Wigyanto dan Novita 2001, akumulasi etanol hasil metabolisme dapat menghambat aktivitas pembelahan sel. Semakin lama waktu inkubasi untuk
proses fermentasi pembentukan etanol, maka nutrisi dalam medium semakin berkurang karena adanya peningkatan jumlah sel dan menyebabkan kompetisi
sehingga khamir memasuki fase kematian. Menurut Mc Lellan 1999 peningkatan jumlah sel dan konsentrasi etanol efektif pada 24 jam pertama. Etanol
merupakan hasil samping pemecahan glukosa oleh sel khamir sehingga pada waktu jumlah sel meningkat maka etanol yang dihasilkan juga meningkat,
sedangkan produksi etanol mengalami penurunan ketika biomassa sel mulai turun.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan