Masa Penahanan Debitur Pailit

77 melaksanakan penahanan terhadap debitur pailit hanya mengacu pada ketentuan dalam UUK dan PKPU.

C. Masa Penahanan Debitur Pailit

Pada dasarnya, penahanan merupakan salah satu bentuk pengekangan kebebasan terhadap seseorang sehingga penahanan dikatakan melanggar hak asasi manusia. Namun, dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000 bagian menimbang ditulis bahwa perbuatan debitur, penanggung atau penjamin hutang yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar kembali hutang-hutangnya, padahal ia mampu melaksanakannya, merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang nilainya lebih besar daripada pelanggaran hak asasi manusia atas pelaksanaan paksa badan terhadap yang bersangkutan. Suatu penahanan dapat berdampak positif, karena hal ini merupakan sarana kurator dalam mengikat debitur pailit. Penahanan merupakan konsekuensi hukum debitur pailit yang tidak beritikad baik dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Penahanan yang positif harus memenuhi beberapa prinsip yang dijadikan patokan, seperti: 1. Prinsip “pembatasan jangka waktu penahanan” yang diberikan kepada setiap instansi penegak hukum, telah “ditentukan secara limitatif”. Tidak bisa diulur dan dilenturkan dengan dalih apapun. Sekali jangka waktu penahanan lewat, tidak bisa dipermasalahkan dan dipermainkan.. 78 2. Prinsip “perpanjangan tahanan terbatas waktunya “serta” terbatas permintaan perpanjangannya”. 3. Prinsip pelepasan atau pengeluaran “demi hukum”, apabila masa tahanan telah lewat dari batas jangka waktu yang telah ditentukan. Apabila terlampaui jangka waktu penahanan yang telah ditentukan, debitur pailit yang dikenakanan penahanan, harus dikeluarkan “demi hukum”. Masa penahanan debitur pailit dalam UUK dan PKPU dijelaskan dalam Pasal 93 ayat 3 dan 4 yang berisi masa penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berlaku paling lama 30 tiga puluh hari terhitung sejak penahanan dilaksanakan.Pada akhir tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 3, atas usul hakim pengawas atau atas permintaan kurator atau seorang kreditor atau lebih dan setelah mendengar hakim pengawas, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan setiap kali untuk jangka waktu paling lama 30 tiga puluh hari. Penjelasan pada Pasal 93 ayat 4 UUK dan PKPU menyatakan bahwa, tidak ada batas waktu penahanan terhadap debitur pailit yang nakal. Kata “setiap kali” pada Pasal 93 ayat 4 yang tidak menunjukkan berapa batas maksimum lamanya seseorang dapat ditahan menimbulkan cela hukum. Jangka waktu maksimum penahanan debitur pailit yang ditahan tidak ditulis secara jelas dalam undang-undang ini menyebabkan kepastian hukum debitur pailit yang ditahan tidak terjamin, karena pengadilan ,dalam menahan debitur pailit, tidak mempunyai dasar hukum untuk memutuskan berapa waktu maksimum seorang debitur pailit dapat ditahan. Tidak adanya standar lamanya waktu penahanan rawan menimbulkan ketidakpastian hukum, karena debitur menjadi kehilangan 79 kemerdekaannya selama waktu yang tidak bisa dijamin. Oleh karena itu, demi menjamin keadilan, hakim pengadilan berhak menentukan berapa lama seorang debitur pailit dapat ditahan dan hal ini berdasarkan subjektivitas hakim itu sendiri karena pada prinsipnya, seseorang yang ditahan harus dilepas atau dikeluarkan demi hukum apabila masa tahanan telah lewat dari batas jangka waktu yang telah ditentukan. Apabila merujuk pada paksa badan, penahanan dilakukan selama 6 enam bulan lamanya dan dapat diperpanjang setiap 6 enam bulan dengan keseluruhan maksimum selama 3 tiga tahun. Masa penahanan debitur pailit yang diatur dengan rinci menyebabkan Perma Nomor 1 Tahun 2000 memberikan perlindungan hukum pada debitur pailit terkait masa penahanan, karena debitur pailit ditahan sesuai dengan ketentuan yang sudah dilindungi hukum. Tidak adanya limitasi waktu yang jelas dalam penahanan debitur pailit dalam UUK dan PKPU menyebabkan proses pengurusan dan pemberesan pailit menjadi lama, yang bertentangan dengan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya lembaga kepailitan. Putusan pailit yang harus diucapkan setelah 60 hari setelah pertama kali diajukan menjadi tiada gunanya apabila proses pengurusan dan pemberesan lama. Hal ini menimbulkan ketidakefektifan dalam pelaksanaan proses pengadilan yang cepat dan tidak berbelit-belit. Lamanya waktu penahanan dalam kepailitan pun dapat menjadi kewenangan pengadilan yang bersifat subjektif, karena masa waktu penahnan tidak tertera dalam UUK dan PKPU. Padahal, batas maksimum waktu penahanan merupakan ketentuan yang harus tertera jelas dalam undang-undang agar dapat 80 memberikan perlindungan hukum yang jelas bagi debitur pailit. Limitasi waktu penahanan terhadap debitur pailit merupakan semacam perlindungan hukum pada debitur yang seharusnya diberikan UUK dan PKPU.

D. Perlindungan Hukum terhadap Debitur Pailit atas Ketidakpastian