8
Judul :
Tanggung jawab Kurator dalam Pengurusan Harta Pailit
2. Nama
: Lindia Halim
NIM :
010200161 Judul
: Pengajuan permohonan pernyataan pailit atas
debitur kredit sindikasi Walaupun terdapat sedikit kemiripan dengan beberapa judul di atas,
namun terdapat perbedaan yang signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang dilakukan dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Penahanan
Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” membahas bagaimana konsep penahanan debitur pailit dalam pengurusan dan pemberesan
harta pailit, serta analisis yuridis mengenai pemberlakuan penahanan terhadap debitur pailit dalam praktiknya. Sedangkan kedua judul di atas membahas tentang
hal yang berbeda. Judul pertama membahas lebih sempit, yaitu sebatas tanggung jawab kurator dalam pengurusan harta pailit. Judul kedua membahas mengenai
pengajuan permohonan pernyataan pailit atas debitur kredit sindikasi.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pailit
Istilah “pailit” dijumpai dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, “failite” berarti pemogokan atau
kemacetan pembayaran. Dalam bahasa Belanda, digunakan istilah “failliet” yang mempunyai arti ganda, yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan, dalam
9
bahasa Latin dipergunakan istilah failure dan dalam bahasa Inggris, digunakan istilah to fail.
Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini.
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur dapat dilihat pada Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU, antara lain:
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih krediturnya.” Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan pihak-pihak dapat
mengajukan permohonan pailit : a.
Debitur sendiri Debitur dapat mengajukan permohonan pailit untuk dirinya sendiri
voluntary petition, yang biasanya dilakukan dengan alasan bahwa dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalanakannya tidak mampu lagi untuk
melaksanakan seluruh kewajibannya, terutama dalam melakukan pembayaran utang-utangnya terhadap para krediturnya.
b. Seorang atau beberapa kreditur Pasal 2 ayat 1;
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, permohonan pailit pada umumnya diajukan oleh kreditur, baik kreditur yang merupakan
perusahaan maupun kreditur perorangan.
10
c. Kejaksaan demi kepentingan umum Pasal 2 ayat 2;
Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarakat luas.
d. Bank Indonesia dalam menyangkut debitur yang merupakan bank Pasal 2
ayat 3; Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank sepenuhnya
merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pengajuan tersebut semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara
keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. e.
Badan Pengawas Pasar Modal jika debitur merupakan perusahaan efek, bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian Pasal 2 ayat 4; f.
Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik Pasal 2 ayat 5; Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam
Pasal 2 UUK dan PKPU. Debitur secara sumir terbukti memenuhi syarat di atas dapat dinyatakan pailit, baik debitur perorangan maupun badan hukum. Menurut
Imran Nating, pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain:
7
a. Orang-perorangan
Baik laki-laki maupun perempuan, menjalankan perusahaan atau tidak, yang telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan
7
http:click-gtg.blogspot.com2008_06_01_archive.html diakses pada tanggal 21 Oktober 2014.
11
pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitur perorangan yang telah menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan
suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada pencampuran harta.
b. Harta peninggalan warisan
Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada
dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar
utangnya. Dengan demikian, debitur yang telah meninggal dunia masih saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditur yang
mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak ditujukan bagi para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan
berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang meninggal dari harta kekayaan para ahli waris dengan cara yang dijelaskan dalam
Pasal 1107 KUHPerdata. Permohonan pailit terhadap harta peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 UUK dan PKPU, yang
mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan paling lambat 90 sembilan puluh hari setelah debitur meninggal.
c. Perkumpulan perseroan holding company
UUK dan PKPU tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan terhadap holding company dan anak-anak perusahaannya harus diajukan
dalam satu dokumen yang sama. Permohonan-permohonan selain dapat
12
diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua permohonan.
d. Penjamin guarantor
Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk
memenuhi kewajiban debitur apabila debitur yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya.
e. Badan hukum
Menurut kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan common law
seringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau artificial person. Badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya
manusia. Badan hukum kehilangan daya pikir, kehendaknya, dan tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan
perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan perantara orang natuurlijke personen, tetapi orang yang bertindak itu tidak
bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nam pertanggungan gugat badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili
oleh organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri. Organ hanya dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakannya masih
dalam batas dan wewenang yang telah ditentukan dalam anggaran dasar.
13
f. Perkumpulan bukan badan hukum
Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha berdasarkan perjanjian antar anggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan
merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara
lain: 1
Maatscappen persekutuan perdata; 2
Persekutuan firma; 3
Persekutuan komanditer. Oleh karena bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang
dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap firma dan persekutuan komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing
pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma. g.
Bank Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank
dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Apabila debitur adalah
bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang harus
dilindungi. h.
Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
14
Sebagaimana bank, UUK dan PKPU juga membedakan perusahaan efek dengan debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang merupakan
perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Badan ini dikecualikan oleh UUK dan PKPU karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum.
2. Penahanan
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa debitur pailit yang tidak beritikad baik dapat ditahan. Yang dimaksud penahanan terhadap debitur
pailit dalam UUK dan PKPU adalah gizjeling.
8
Penahanan bagi debitur pailit ini ditetapkan : Lembaga paksa badan atau
istilahnya disebut gijzeling merupakan lembaga upaya paksa agar debitur memenuhi kewajibannya.
Menurut R. Susilo, gizjeling adalah penahanan terhadap pihak yang kalah di dalam lembaga permasyarakatan dengan maksud untuk
memaksanya supaya memenuhi putusan hakim
.
Gijzeling dikenakan terhadap orang yang tidak atau tidak cukup mempunyai barang untuk memenuhi
kewajibannya.
a. Dalam putusan pailit; atau
b. Setiap waktu setelah putusan pailit.
Penahanan tersebut dilaksanakan oleh pihak kejaksaan, di tempat-tempat sebagai berikut :
a. Dalam penjara; atau
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Penjelasan Pasal 31 ayat 3.
15
b. Di rumah tahanan; atau
c. Di rumah seorang kreditur.
3. Pengurusan
Tahap pengurusan harta pailit adalah jangka waktu sejak debitur dinyatakan pailit. Pengurusan adalah menginventarisasi, menjaga dan memelihara
agar harta pailit tidak berkurang dalam jumlah, nilai dan bahkan bertambah dalam jumlah dan nilai.
4. Pemberesan
Pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator terhadap pengurusan harta debitur pailit, dimana pemberesan adalah penguangan
aktiva untuk membayar atau melunasi utang. Pemberesan baru dapat dilakukan setelah debitur pailit benar-benar dalam keadaan insolvensi.. Insolvensi terjadi
bilamana : a.
Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian.
b. Apabila ada penawaran perdamaian oleh si pailit maupun oleh kurator,
tetapi tidak disetujui oleh para kreditur dalam rapat verifikasi pencocokan piutang.
c. Apabila terdapat perdamaian dan disetujui oleh para kreditur dalam rapat
verifikasi tetapi tidak mendapat homogolasi pengesahan oleh hakim pemutusan kepailitan.
16
F. Metode Penelitian