Ketentuan Mengenai Syarat Penahanan Debitur Pailit

72 atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU tersebut kepastian hukum terhadap orang yang dijatuhi pailit jika telah memenuhi adanya tiga syarat, yaitu harus ada utang; salah satu dari utang telah cukup waktu dan dapat ditagih; dan debitur mempunyai sekurang-kurangnya dua atau lebih kreditur. Syarat kepailitan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU ini memang sangat sederhana. Debitur dengan kemampuan membayar utang dapat dipailitkan oleh pengadilan ketika ketiga syarat kepailitan yaitu harus ada utang; salah satu dari utang telah cukup waktu dan dapat ditagih; dan debitur mempunyai sekurang-kurangnya dua atau lebih kreditur secara normatif terpenuhi.

B. Ketentuan Mengenai Syarat Penahanan Debitur Pailit

Penahanan dalam kepailitan bukan merupakan penahanan dalam ranah pidana tapi merupakan penahanan dalam perdata yaitu gizjeling paksa badan yang dikenal dengan penahanan dalam UUK dan PKPU. Oleh karena itu, penahanan debitur pailit selain diatur dalam UUK dan PKPU, juga diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000. Pengaturan mengenai penahanan debitur pailit dapat merujuk pada Perma Nomor 1 Tahun 2000, apabila tidak diatur dalam UUK dan PKPU, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya UUK dan 73 PKPU. Namun, apabila terdapat pengaturan yang bertentangan, hakim harus bertindak berdasarkan peraturan yang lebih tinggi, yaitu UUK dan PKPU. Ketentuan mengenai syarat penahanan debitur pailit pun dapat dilihat dari UUK dan PKPU. Dalam UUK dan PKPU, seorang debitur pailit dapat ditahan dengan syarat-syarat penahanan: 1. Syarat formil Syarat formil penahanan seorang debitur pailit tertera dalam Pasal 93 UUK dan PKPU, yang mencakup : a. Pengadilan dapat melakukan penahanan setiap waktu setelah putusan pailit. b. Penahanan diusulkan oleh hakim pengawas, permintaan kurator atau atas permintaan seorang kreditur atau lebih. 2. Syarat materil a. Permintaan penahanan yang wajib dikabulkan diatur pada Pasal 95 UUK dan PKPU, dimana penahanan diwajibkan pada debitur beritikad tidak baik yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dalam maksud Pasal 98, Pasal 110 atau Pasal 121 ayat 1 dan 2 : 1 Debitur berupaya tidak bersikap kooperatif dengan kurator dan atau berupaya menghilangkan harta pailit seperti semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya milik debitur. 2 Debitur pailit tidak menghadap untuk memberikan keterangan kepada hakim pengawas, kurator, atau panitia kreditur meskipun telah dipanggil secara resmi, patut dan layak. 74 3 Debitur pailit tidak hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang. Pasal 95 bersifat limitatif, artinya di luar dari ketiga pasal di atas, hakim pengadilan dapat memutuskan untuk menahan seorang debitur pailit, namun hal itu bukan merupakan suatu keharusan. b. Permintaan penahanan dapat dikabulkan apabila menurut pendapat hakim pengadilan, penahanan itu diperlukan. Pendapat hakim dalam rangka memutuskan penahan bersifat subjektif dan tidak dapat dituntut. Berbeda dengan ketentuan dalam UUK dan PKPU, persyaratan paksa badan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000 terdiri dari : 1. Syarat formil a. Paksa badan terhadap debitur pailit ditetapkan oleh pengadilan. b. Paksa badan dapat dikabulkan atas permintaan pihak yang menang dalam perkara tersebut, baik secara lisan maupun tulisan kepada orang yang berwenang untuk menjalankan surat sita agar yang berutang tersebut dapat disandera. Hal ini berdasarkan bunyi Pasal 209 HIR, dimana dalam Pasal 2 Perma Nomor 1 Tahun 2000 menyatakan bahwa pelaksanaan paksa badan terhadap debitur yang beritikad tidak baik dijalankan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 sampai dengan Pasal 224 HIR dan Pasal 242 sampai dengan Pasal 258 Rbg, kecuali dalam hal yang secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung ini 2. Syarat materil a. Debitur pailit yang dapat dikenakan paksa badan adalah debitur yang beritikad tidak baik yaitu debitur, penanggung, atau penjamin utang yang 75 mampu tapi tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar utang- utangnya. b. Paksa badan hanya dapat dikenakan pada debitur pailit yang berusia di bawah 75 tahun. c. Paksa badan dapat dikenakan terhadap ahli waris yang telah menerima warisan dari debitur yang beritikad tidak baik. d. Paksa badan hanya dapat dikenakan pada debitur yang beritikad tidak baik yang mempunyai hutang sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah. Penahanan terhadap debitur pailit dalam kedua peraturan di atas mempunyai beberapa perbedaan, dimana ada ketentuan-ketentuan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000 yang tidak dapat diaplikasikan dalam penahanan debitur pailit dalam kepailitan karena bertentangan dengan ketentuan penahanan yang terdapat pada UUK dan PKPU, seperti misalnya, ketentuan penahanan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa paksa badan hanya dapat dikenakan pada debitur yang beritikad tidak baik yang mempunyai utang sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,- satu miliar rupiah. Yang dimaksud utang dalam ketentuan pasal ini adalah utang pajak yang berjumlah 1 miliar rupiah, sehingga pasal ini tidak dapat diterapkan dalam penahanan kepailitan, karena dalam kepailitan, tidak ada jumlah minimum yang menyebabkan seseorang dapat dipailitkan dan ditahan. Berbeda dengan ketentuan yang terdapat dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000, UUK dan PKPU tidak menyebutkan berapa batas maksimum seorang 76 debitur pailit dapat ditahan, sehingga debitur pailit yang beritikad baik dapat tetap ditahan tanpa memperhatikan batas maksimum umur. Perbedaan antara kedua pengaturan itu juga dapat dilihat dari syarat materil seorang debitur pailit ditahan. UUK dan PKPU menegaskan bahwa debitur pailit yang wajib ditahan adalah debitur yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dalam maksud Pasal 98, Pasal 110 atau Pasal 121 ayat 1 dan 2, sedangkan menurut Perma Nomor 1 Tahun 2000, debitur yang dapat dikenakan paksa badan adalah debitur yang beritikad tidak baik, yaitu debitur yang mampu membayar namun tidak mau memenuhi kewajiban membayar utang-utangnya. Ketentuan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2000 mengenai penahanan debitur pailit tidak diberlakukan lagi, karena semua ketentuan mengenai penahanan yang ada di Perma Nomor 1 Tahun 2000 sudah diatur dengan rinci dalam Pasal 93-96 UUK dan PKPU, kecuali batas maksimum umur debitur pailit yang dapat ditahan. Hal ini menunjukkan dalam UUK dan PKPU, umur tidak dapat menjadikan seorang debitur tidak dapat dikenai penahanan. Perma Nomor 1 Tahun 2000 yang dibentuk sebelum UUK dan PKPU berguna untuk mengisi kekosongan hukum ketika Undang-Undang Kepailitan yang digunakan pada masa itu adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998. Ketentuan mengenai penahanan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, selama tidak bertentangan dengannya, dapat merujuk pada Perma Nomor 1 Tahun 2000 dalam memutuskan penahanan terhadap debitur pailit. Namun, setelah dibentuknya Undang-Undang Kepailitan yang baru yaitu UUK dan PKPU, hakim dalam 77 melaksanakan penahanan terhadap debitur pailit hanya mengacu pada ketentuan dalam UUK dan PKPU.

C. Masa Penahanan Debitur Pailit