Dampak Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Kondisi Gas Rumah Kaca GRK

6,84 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 186,37 ton karbon. Tabel 14 Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 1990 - 2000 No Jenis Tutupan Lahan Luas ha Estimasi kehilangan karbon tonha Estimasi kehilangan karbon per LC ton 1 Kebun 6,84 27,24 186,37 2 Pertanian lahan kering 986,98 1,91 1,885,51 3 Semak belukar 91,97 3.62 333.22 4 Sawah 95,44 2,08 198,41 Total 1.181,23 2.603,51 LC = Land Cover Sumber: Hasil pengukuran lapang 2012 Luas tutupan pertanian lahan kering berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 986,98 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 1.885,51 ton karbon. Luas tutupan semak juga berubah menjadi tutupan ruang terbangun yaitu sebanyak 91,97 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 333.22 ton karbon. Selain itu luas tutupan sawah berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 95,44 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 198,41 ton karbon Tabel 14. Tabel 15 Estimasi kehilangan cadangan karbon akibat konversi RTH menjadi ruang terbangun di DAS Ciliwung tahun 2000 - 2011 No Jenis Tutupan Lahan Luas ha Estimasi kehilangan karbon tonha Estimasi kehilangan karbon per LC ton 1 Kebun 829,16 27,24 22.592,08 2 Pertanian lahan kering 9158,20 1,91 17.495,71 3 Semak belukar 17,86 3,62 64,71 Total 10.005,22 40.152,50 LC = Land Cover Sumber: Hasil pengukuran lapang 2012 Selama kisaran tahun 2000 - 2011, luas tutupan kebun berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 829,16 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 22.592,08 ton karbon. Luas tutupan pertanian lahan kering berubah menjadi tutupan ruang terbangun sebanyak 9158,2 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 17.495,71 ton karbon. Luas tutupan semak juga berubah menjadi tutupan ruang terbangun yaitu sebanyak 17,86 ha. Hal ini diperkirakan menghilangkan cadangan karbon pada DAS Ciliwung sekitar 64,71 ton karbon Tabel 15.

4.2.4. Upaya Meningkatkan Cadangan Karbon

Sebenarnya telah banyak kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang telah dikeluarkan untuk ‘mengamankan’ wilayah ini agar pemanfaatan ruang dan lahannya serasi seimbang dan lestari, seperti PP Nomor 13 tahun 1963 tentang Penertiban Pembangunan Baru Sepanjang Jalan Jakarta-Bogor-Puncak- Cianjur, di luar batas DKI, daerah swasantra Tk II Bogor dan Cianjur, Keppres Nomor 48 tahun 1963 tentang Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan pada Kawasan Pariwisata Bopunjur; dan Keppres Nomor 79 tahun 1985 tentang Penetapan Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Bopunjur. Pada tahun 1999 pemerintah menetapkan Keppres Nomor 114 tentang Penataan Ruang Kawasan Bopunjur, yang merupakan pengganti dari Keppres sebelumnya, yaitu Keppres Nomor 48 tahun 1963. Aturan pendukung RTH lainnya juga sudah dikeluarkan, seperti PP No. 62 tahun 2002 tentang Hutan Kota. Selain itu telah banyak program dan kegiatan pengelolaan DAS Ciliwung, baik atas inisiatif pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dan masyarakat.Tercatat sebanyak 102 programkegiatan yang telah dilaksanakan di DAS Ciliwung dengan berbagai klasifikasinya Ruhendi, 2005. Tutupan kebun, ruang terbangun, dan pertanian lahan kering adalah tutupan lahan yang memiliki kontribusi penyerapan karbon yang cukup potensial di DAS Ciliwung karena akumulasi luas Gambar 15,sehingga upaya peningkatan cadangan karbon di DAS Ciliwung dapat dilakukan dengan mengoptimalkan areal pada lahan pribadi tersebut seperti pekarangan, kebun, dan pertanian lahan kering termasuk juga area publik pada ruang terbangun modern. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanam kombinasi tanaman lokal yang memiliki kemampuan daya serap karbon tinggi dan juga mampu memberi manfaat lainnya seperti untuk kebutuhan pakan, kenyamanan, kayu, estetika, dan lain sebagainya. Menurut Arifin dan Nakagoshi 2011, pekarangan berperan penting dalam menjaga keseimbangan di masa ini dan di masa depan kelak. Dahlan 1992 yang disitasi oleh Mayalanda 2008 menyatakan bahwa hutan kota memiliki berbagai peranan di antaranya sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen. Peranan ini berlangsung melalui proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan, dalam hal ini yaitu pohon-pohon pada hutan kota. Oleh karena itu pemilihan jenis tanaman sangat penting dalam pembangunan hutan kota. Gambar 16 Komposisi cadangan karbon pada berbagai tahun di DAS Ciliwung. Beberapa jenis tanaman lokal yang ditemukan di DAS Ciliwung seperti pule, nangka, kembang kupu-kupu, randu, dan beringin mempunyai daya serap karbondioksida yang tinggi bahkan sangat tinggi sehingga tanaman tersebut potensial untuk ditanam pada areal kosong, kebun campuran, ataupun areal ruang terbangun dalam rangka optimasi pekarangan. Studi cadangan karbon di pekarangan pada hulu DAS Kali Bekasi oleh Adinugroho 2012 melaporkan bahwa rata-rata cadangan karbon terbesar terdapat pada tipe pekarangan sedang 200-500 m 2 dengan potensi cadangan sebesar 52,10 tonha, pada tipe pekarangan sangat besar 1.000 m 2 rata-rata cadangan karbonnya sebesar 21,11 tonha, pada tipe pekarangan sempit 200 m 2 sebesar 43,17 tonha, pada tipe pekarangan besar 500-1000 m 2 sebesar 7,54 tonha. Rata-rata cadangan karbon ini memang sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan penyusunnya. Berdasarkan 200,000 400,000 600,000 800,000 1,000,000 1,200,000 1990 2000 2011 C a d a n g a n K a rb o n to n Tahun Hutan Alam Kebun Campuran Hutan Tanaman Ruang Terbangun Pertanian Lahan Kering Semak Sawah data tersebut, dapat diketahui bahwa potensi pekarangan dalam areal permukiman memiliki potensi cadangan karbon yang cukup potensial dijadikan karbon sekuester. Kegiatan-kegiatan peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi emisi CO 2 di udara dalam rangka mitigasi perubahan iklim, tetapi hal ini harus pula diiringi oleh kesadaran masyarakat untuk mengurangi pelepasan CO 2 ke udara, misalnya dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan tetap menjaga tutupan vegetasi di sekitar areal ruang terbangun.