7. Melakukan penuntutan;
8. Menutup perkara demi kepentingan umum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini; 10.
Melaksanakan penetapan hakim. Dari perincian wewenang tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
JaksaPenuntut Umum di Indonesia tidak mempunyai wewenang menyidik perkara dalam tindak pidana umum, misalnya pembunuhan, pencurian, dan lain
sebagainya dari permulaan ataupun lanjutan. Ini berarti Jaksa atau Penuntut Umum di Indonesia tidak dapat melakukan penyelidikanpenyidikan terhadap
tersangka atau terdakwa. Ketentuan Pasal 14 ini disebut sistem tertutup, artinya tertutup kemungkinan jaksa atau penuntut umum melakukan penyidikan meskipun
dalam arti insidental dalam perkara-perkara berat, khususnya dari segi pembuktian dan masalah teknik yuridisnya. Kekecualiannya adalah Jaksa atau Penuntut
Umum dapat menyidik perkara dalam tindak pidana khusus, misalnya tindak pidana subversi, korupsi, dan lain sebagainya.
B. Kewenangan Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi
Dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dengan tegas menyebutkan bahwa Kejaksaan
adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu Pasal 30 ayat 1 huruf a memberikan tugas dan wewenang kepada Kejaksaan untuk melakukan penuntutan di bidang pidana, termasuk
tentunya kewenangan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Tumpang tindih kewenangan dalam hal siapa yang berwenang untuk melakukan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi muncul setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kewenangan Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi berada dalam dua lembaga yaitu, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Tumpang
tindih kewenangan antara sub sistem dalam sistem peradilan pidana tentang siapa yang berwenang melakukan penyidikan pada perkara tindak pidana korupsi
setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimulai dengan rumusan Pasal 26 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
71
yang merumuskan: “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan
terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.
72
Secara gramatikal arti kalimat “berdasarkan hukum acara yang berlaku” tentunya merujuk kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP,
karena selain KUHAP tidak ada lagi hukum acara pidana lain yang berlaku di Indonesia. Hal tersebut juga berarti bahwa terhadap tindak pidana korupsi, harus
71
Sahuri Lasmadi, Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana Korupsi
Dalam Perspektif
Sistem Peradilan
Pidana, http:webcache.googleusercontent.comsearch?q=cache:VGUKRIokIDsJ:online-
journal.unja.ac.idindex.phpjimiharticledownload200177+cd=1hl=enct=clnkgl=id diakses tanggal 26 Februari 2016 pukul 10.30 wib, hal 3
72
Sama dengan rumusan Pasal 39 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan penyidikan berdasarkan Pasal 106 s.d Pasal 136 KUHAP oleh penyidik menurut Pasal 1 angka 1 s.d angka 5, yaitu polisi. Sedangkan penuntutan tindak
pidana dilakukan menurut Pasal 137 s.d Pasal 144 KUHAP oleh Penuntut Umum, yaitu jaksa. Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
sangat baik dan benar, justru dikaburkan kembali oleh Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dimana untuk tindak pidana yang sulit pembuktiannya,
akan dibentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung. Selain Kejaksaan, KPK juga memiliki kewenangan untuk melakukan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Hal tersebut dapat dilihat dalam rumusan Pasal 6 huruf c Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, yaitu KPK mempunyai tugas melakukan tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Rumusan pasal ini jelas bahwa KPK juga berwenang melakukan tindakan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Undang-undang KPK memberikan batasan terhadap tindak pidana korupsi mana saja yang dapat ditangani oleh KPK. Sebagaimana yag ditegaskan dalam
Pasal 11 Undang-Undang KPK bahwa dalam melaksanakan tugasnya, KPK berwenang untuk melakukan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi:
1 Yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang
lain yang ada kaitannya oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
2 Mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat;
3 Menyangkut kerugian negara paling sedikit satu milyar rupiah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang KPK apabila suatu tindak pidana korupsi masuk dalam rumusan pasal tersebut, maka KPK yang berwenang
melakukan tindakan penuntutan. Namun, dalam beberapa kasus korupsi di Indonesia yang nilai kerugian negara ditafsirkan di atas satu milyar serta
melibatkan penyelenggara negara dalam hal ini pemerintah, penuntutan perkara korupsi tersebut malah ditangani oleh Kejaksaan, bukan KPK.
73
Tabel 2. Perbedaan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Kejaksaan Republik Indonesia
No KPK
Kejaksaan 1.
Bahwa sesuai dengan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999
tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, maka perlu dibentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi.Komisi Pemberantasan
Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya
bersifat independen
dan bebas
dari pengaruh kekuasaan manapun.KPK
dibentuk dengan
tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap
upaya pemberantasan
tindak pidana
korupsi. Kejaksaan
adalah lembaga
pemerintahan yang
melaksanakan kekuasaan negara dibidang
penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan
pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang berdasarkan undang-undang.
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
undang-undang ini
utuk melakukan
penuntutan dan
melaksanakan pentepan hakim.
74
73
Rangga Trianggara Paonganan, Kewenangan Penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi Dan Kejaksaan Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Lex Crimen Vol. II,
http:ejournal.unsrat.ac.idindex.phplexcrimenarticleviewFile997810 diakses
tanggal 26
Februari 2016 pukul 14.12 WIB.
74
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
No KPK
Kejaksaan 2.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a. Koordinasi dengan instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
b. Supervisi terhadap instansi
yang berwenang melakukan pemeberantasan
tindak pidana korupsi;
c. Melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana
korupsi; d.
Melakukan tindakan-
tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. Melakukan
monitor terhadap
penyelenggara pemerintahan negara.
KPK berwenang: a.
Mengkoordinasikan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi; b.
Menetapkan sistem
pelaporan dalam kegiatan pemberantasan
tindak pidana
korupsi kepada
instansi yang terkait; c.
Meminta informasi tentang kegiatan
pemberantasan tindak
pidana korupsi
kepada instansi yang terkait; d.
Melaksanakan dengar
pendapat atau pertemuan dengan
instansi yang
berwenang melakukan
pemberntasan tindak pidana korupsi; dan
e. Meminta laporan instansi
terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi.
Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan
hakim dan
putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan
hukum tetap; c.
Melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana
pengawasan, dan
keputusan lepas
bersyarat; d.
Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan
undang-undang; e.
Melengkapi berkas
perkara tertentu
dan untuk
itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan
ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
Universitas Sumatera Utara
No KPK
Kejaksaan 3.
Pasal 11 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, memberi
kewenangan kepada
KPK mengatasi perkara tindak pidana
korupsi yang sebagai berikut:
a. Melibatkan aparat penegak
hukum, penyelenggara
negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak
pidana korupsi
yang dilakukan
oleh aparat
penegak hukum; b.
Mendapat perhatian yang meresahkan
masyarakat; danatau
c. Menyangkut
kerugian negara paling sedikit Rp
1.000.000.000,00 satu
milyar rupiah Tidak diatur secara limitatif di
dalam undang-undang
sebagaimana halnya
dalam Undnag-undang
Nomor 30
Tahun 2002
4. KPK
dalam melaksanakan
wewenangnya, berwenang untuk mengambil
alih penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh
pihak Kejaksaan
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat 2
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002:
“Dalam melaksanankan wewanag sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih
penyidikan atau penuntutan terhadap palaku tindak pidana
korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan”
Sementara Kejaksaan, Undang- undang
hanya memberikan
kewenangan untuk
menjalin kerja
sama dengan
badan penegak hukum dan keadilan
serta badan negara atau instansi lain. Sebagaimana diatur dalam
Pasal 33 Undang-undang Nomor 16
Tahun 2004
tentang Kejaksaan RI.
Universitas Sumatera Utara
No KPK
Kejaksaan 5.
Pasal 40 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK tidak berwenang
mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penuntutan Perkara
Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan dapat mengeluarkan
Surat Penghentian Penuntutan Perkara
6. Berdasarkan Pasal 53 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2002, perkara tindak pidana korupsi yang
penuntutannya
dilakukan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi hanya dilakukan di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.
75
Perkara Tindak Pidana Korupsi yang
proses penuntutannya
dilakukan oleh Kejaksan hanya dilakukan
di Pengadilan
Umum.
76
Meskipun ada dua lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi. Diperlukan singkronisasi
dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Singkronisasi yang bersifat vertikal merupakan langkah awal untuk menangani perkara tindak pidana
korupsi,karena dimulai dari tingkat penyidikan, penuntutan sampai pelaksanaan putusan hakim. Masing-masing kedua lembaga tersebut harus mempunyai
pandangan yang sama dalam menetapkan pasal.
C. Penuntutan Korporasi sebagai Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi