Alat Bukti yang Sah Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP

2. Alat Bukti yang Sah Menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP

Adami Chazawi 112 berpendapat bahwa hukum pembuktian dalam hukum acara pidana kita sejak berlakunya het Herziene Indonesisch Reglement HIR dahulu dan kini KUHAP adalah menganut sistem secara konsekuen. Pasal 294 ayat 1 HIR merumuskan bahwa:“tidak seorangpun boleh dikenakan hukuman, selain jika hakim mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar telah terjadi perbuatan yang boleh dihukum dan bahwa orang yang dituduh itulah yang salah tentang perbuatan itu.” Kemudian, sistem pembuktian dalam Pasal 294 HIR itu diadopsi dengan penyempurn aan kedalam Pasal 183 KUHAP yang rumusannya ialah:“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakw alah yang bersalah melakukannya.” Rumusan Pasal 183 KUHAP dapat dinilai lebih sempurna, karena telah menentukan batas yang lebih tegas bagi hakim dalam usaha membuktikan kesalahan terdakwa untuk menjatuhkan pidana. Lebih tegas karena ditentukan batas minimum pembuktian, yakni harus menggunakan setidak-tidaknya dua alat bukti yang sah dari yang disebutkan dalam undang-undang. Sedangkan dalam Pasal 294 ayat 2 HIR syarat setidak-tidaknya dengan dua alat bukti tidak 112 Ibid, hal 29 Universitas Sumatera Utara disebutkan secara tegas. Hal ini menandakan bahwa sistem pembuktian negatif dalam KUHAP lebih baik dan lebih menjamin kepastian hukum. 113 Berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, bahwa alat-alat bukti yang sah adalah: 1 Keterangan saksi; 2 Keterangan ahli; 3 Surat; 4 Petunjuk; 5 Keterangan terdakwa. a. Keterangan Saksi KUHAP telah memberikan batasan pengertian saksi, ialah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya Pasal 1 angka 26. Sedangkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya Pasal 1 angka 27. Dari batasan pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan, yakni: 114 1 Bahwa tujuan saksi memberikan keterangan ialah untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Ketentuan ini juga mengandung pengertian bahwa saksi diperlukan dan memberikan keterangan dalam dua tingkat yakni ditingkat penyidikan dan ditingkat penuntutan di sidang pengadilan 2 Bahwa isi apa yang diterangkan, adalah segala sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Keterangan mengenai 3 tiga sumber 113 Adami Chazawi, Hukum....,op.cit., hal 29-30. 114 Ibid, hal 38. Universitas Sumatera Utara tadi, tidaklah mempunyai nilai atau kekuatan pembuktian. Ketentuan ini menjadi suatu prinsip pembuktian. Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Boleh dikatakan tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu bersandar pada keterangan saksi. Ditinjau dari segi nilai dan kekuatan pembuktian atau “the degree of evidence ” keterangan saksi, agar keterangan saksi atau kesaksian mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian, perlu diperhatikan beberapa pokok ketentuan yang harus dipenuhi oleh seorang saksi. Artinya, agar keterangan seorang saksi dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut: 115 1 Harus mengucapkan sumpah atau janji 116 2 Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti 3 Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan 4 Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup 5 Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri Nilai kekuatan pembuktian saksi ada baiknya kembali melihat masalah yang berhubungan dengan keterangan saksi ditinjau dari sah atau tidaknya keterangan saksi sebagai alat bukti. Dalam memberikan keterangan saksi diharuskan 115 M. Yahya Harahap, Pemeriksaan....., op.cit., hal 286-289 116 Mengenai mengucap sumpah atau janji diatur dalam Pasal 160 ayat 3, sebelum saksi memberi keterangan: “wajib mengucapkan sumpah atau janji yang dilakukan menurut cara agamanya masing-masing, di mana lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberkan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya. Pada prinsipnya sumpah diucapkan sebelum saksi memberi keterangan. Tetapi dalam Pasal 160 ayat 4 memberi kemungkinan mengucapkan sumpah atau janji setelah memberi keterangan. Universitas Sumatera Utara bersumpah atau berjanji menurut agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga memiliki nilai kesaksian sebagai alat bukti. Apabila keterangan saksi tidak disertai dengan penyumpahan, maka meskipun keterangan itu sesuai dengan satu dan yang lainnya, tidak merupakan alat bukti, sebagaimana saksi yang disumpah. Keterangan demikian hanya dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah Pasal 185 ayat 7. 117 Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa hanya didasarkan kepada satu saksi saja, oleh karena satu saksi kurang mencukupi asas minimum alat bukti, dan dianggap sebagai alat bukti yang kurang cukup. Artinya, kekuatan pembuktian dengan satu saksi saja dianggap tidak sempurna oleh hakim. Ketentuan Pasal 185 ayat 2 ini dianggap tidak berlaku, apabila disertai dengan suatu alat bukti sah lainnya Pasal 185 ayat 3. 118 b. Keterangan Ahli Dalam praktik alat bukti ini disebut alat bukti saksi ahli. Tentu saja pemakaian istilah saksi ahli tidak benar. Karena perkataan saksi mengandung pengertian yang berbeda dengan ahli atau keterangan ahli. Bahwa isi yang keterangan yang disampaikan saksi adalah segala sesuatu yang ia dengar, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Sedangkan seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana keterangan 117 Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan....,op.cit., hal 119. 118 Ibid. Universitas Sumatera Utara saksi. Apa yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan atau fakta. Akan tetapi yang diterangkan ahli adalah suatu penghargaan dari kenyataan dan atau kesimpulan atas penghargaan itu berdasarkan keahlian seorang ahli. 119 Alat bukti keterangan ahli dapat berbentuk “laporan atau visum et repertum ”atau “keterangan langsung secara lisan” di sidang pengadilan yang dituangkan dalam catatan berita acara persidangan. Adapun bentuk keterangan ahli yang berbentuk “keterangan langsung atau lisan” tidak menjadi masalah, karena sifatnya benar-benar murni sebagai alat bukti keterangan ahli, yang lahir dari hasil pemberian keterangan secara langsung disidang pengadilan. Akan tetapi, lain halnya dengan alat bukti keterangan ahli yang berbetuk laporan. Alat bukti ini sekaligus menyentuh dua sisi alat bukti yaitu tetap alat bukti sebagai alat bukti keterangan ahli dan alat bukti surat. Mengenai nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan saksi. Oleh karena itu, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli: 120 1 Mempunyai nilai kekuatan pembuktian “bebas” atau “vrij bewijskracht”. Artinya di dalam dirinya tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan menentukan. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. 2 Keterangan ahli yang berdiri sendiri tanpa didukung oleh salah satu alat bukti yang lain, tidak cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh karena itu, agar keterangan ahli dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus disertai dengan alat bukti. 119 Adami Chazawi, Hukum....,op.cit., hal 62 120 M. Yahya Harahap, Pemeriksaan...,op.cit., hal 304-305 Universitas Sumatera Utara c. Surat Surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti menerjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat adalah foto dan peta sebab benda ini tidak memuat tanda bacaan. Adapun contoh-contoh dari alat bukti surat itu, adalah Berita Acara Pemeriksaan BAP yang dibuat oleh polisi, BAP Pengadilan, Berita Acara Penyitaan, Surat Perintah Penahanan, Surat Izin Penggeledahan, Surat Izin Penyitaan, dan lain-lainnya. Surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang ialah: 1 Surat yang dibuat diatas sumpah jabatan; 2 Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. Dalam pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata, surat autentik atau surat resmi seperti bentuk-bentuk surat resmi yang disebut dalam Pasal 187 huruf a dan huruf b KUHAP, dinilai sebagai alat bukti yang sempurna, dan mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat bagi hakim, sepanjang hal itu tidak dilumpuhkan dengan “bukti lawan” atau tegen bewijs. Sedangkan dalam KUHAP sama sekali tidak mengatur ketentuan yang khusus tentang nilai kekuatan pembuktian surat. d. Petunjuk Apabila kita bandingkan dengan 4 empat alat-alat bukti yang lain dalam Pasal 184, maka alat bukti petunjuk ini bukanlah suatu alat bukti yang bulat dan berdiri sendiri, melainkan suatu alat bukti bentukan hakim. Hal itu tampak dari batasannya dalam ketentuan Pasal 188 ayat 1 yang menyatakan bahwa “petunjuk Universitas Sumatera Utara adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuainya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. 121 Karena keberadaan dan bekerjanya alat bukti petunjuk ini cenderung merupakan penilaian terhadap hubungan atau persesuaian antara isi dari beberapa alat bukti lainnya, dan bukanlah alat bukti yang berdiri sendiri, maka dapat dimaklumi sebagian ahli keberatan atas keberadaanya dan menjadi bagian dalam hukum pidana. 122 e. Keterangan Terdakwa Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir dalam Pasal 184 ayat 1. Penempatan pada urutan terakhir inilah salah satu alasan yang dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan belakangan sesudah pemeriksaan keterangan saksi. Alat bukti keterangan terdakwa acap kali diabaikan oleh hakim. Hal ini dapatlah dimaklumi, karena berbagai sebab, antara lain: 1 Sering sekali keterangan terdakwa tidak bersesuian dengan isi dari alat-alat bukti yang lain, misalnya keterangan saksi. Tidak menerangkan hal-hal yang memberatkan atau merugikan terdakwa sendiri adalah sesuatu sifat manusia manusiawi. Bahwa setiap orang selalu ada kecenderungan untuk menghindari kesusahan atau kesulitan bagi dirinya sendiri. Untuk itu dia terpaksa berbohong. 121 Adami Chazawi, Hukum..., op.cit., hal 73 122 Andi Hamzah, Hukum....., op.cit., hal 272. Universitas Sumatera Utara 2 Pada diri terdakwa memiliki hak untuk bebas berbicara termasuk yang isinya tidak benar. Berhubung terdakwa yang memberi keterangan yang tidak benar tidak diancam sanksi pidana sebagaimana saksi memberikan keterangan yang isinya tidak benar. Karena terdakwa tidak disumpah sebelum memberikan keterangan. 3 Pengabaian oleh hakim biasanya terhadap keterangan terdakwa yang berisi penyangkalan terhadap dakwaan. Pengabaian hakim dapatlah diterima, menginat menurut KUHAP penyangkalan terdakwa bukanlah menjadi bagian isi alat bukti keterangan terdakwa. Karena isi keterangan terdakwa itu hanyalah terhadap keterangan mengenai apa yang ia lakukan, atau ia ketahui atau alami sendiri Pasal 189 ayat 1 Tidak semua keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian. Dari ketentuan Pasal 189 didaptakan syarat-syarat yang harus dipenuhi agar keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian ialah: 1 Keterangan terdakwa haruslah dinyatakan di muka sidang pengadilan. 2 Isi keterangan terdakwa haruslah mengenai 3 tiga hal, ialah: 1 perbuatan yang dilakukan terdakwa, 2 segala hal yang diketahuinya sendiri, dan 3 kejadian yang dialaminya sendiri; 3 Nilai keterangan terdakwa hanya berlaku sebagai bukti untuk dirinya sendiri; 4 Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa dirinya bersalah melakukan tindak pidana, melainkan harus ditambah dengan alat bukti yang lain. Universitas Sumatera Utara

B. Pembuktian Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Sistem pembuktian dalam perkara tindak pidana korupsi selain berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana juga berdasarkan kepada hukum pidana formil sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal tersebut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 38 ayat 1 dan ayat 2, dan Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, yang rumusannya sebagai berikut: Pasal 38 1 Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. 2 Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat 2 Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak Berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi sebagaimana yang ditentukan dalam undang-undang ini. Pasal 39 1 Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. 2 Penyelidikan, penyidikan, penuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi. Universitas Sumatera Utara