No KPK
Kejaksaan 5.
Pasal 40 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK tidak berwenang
mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penuntutan Perkara
Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan dapat mengeluarkan
Surat Penghentian Penuntutan Perkara
6. Berdasarkan Pasal 53 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2002, perkara tindak pidana korupsi yang
penuntutannya
dilakukan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi hanya dilakukan di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.
75
Perkara Tindak Pidana Korupsi yang
proses penuntutannya
dilakukan oleh Kejaksan hanya dilakukan
di Pengadilan
Umum.
76
Meskipun ada dua lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi. Diperlukan singkronisasi
dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi. Singkronisasi yang bersifat vertikal merupakan langkah awal untuk menangani perkara tindak pidana
korupsi,karena dimulai dari tingkat penyidikan, penuntutan sampai pelaksanaan putusan hakim. Masing-masing kedua lembaga tersebut harus mempunyai
pandangan yang sama dalam menetapkan pasal.
C. Penuntutan Korporasi sebagai Terdakwa dalam Tindak Pidana Korupsi
Setiap perbuatan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana apabila telah melanggar ketentuan perundang-undangan atau dalam hukum pidana Indonesia
disebut dengan “perbuatan melawan hukum atau wederrechtelijkheid”. Artinya,
75
Badan Pembina Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusi RI, Op.Cit, hal 45.
76
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bahwa ada persoalan apakah dalam suatu tindak pidana si pelaku harus tahu bahwa perbuatannya dilarang oleh hukum pidana.
77
Perbuatan melawan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu perbuatan melawan hukum materil dan perbuatan melawan hukum formil. Menurut Pompe,
dari istilahnya saja sudah jelas, melawan hukum wederrechtelijk jadi bertentangan dengan hukum, bukan bertentangan dengan ketentuan undang-
undang. Dengan demikian Pompe memandang “melawan hukum” sebagai yang dimaksud dengan melawan hukum materiil. Ia melihat kata on rechtmatig
bertentangan dengan hukum sinonim dengan wederhechtelijk melawan hukum.
78
Sedangkan melawan hukum formil diartikan bertentangan dengan undang-undang. Apabila suatu perbuatan telah mencocoki rumusan delik, maka
biasanya dikatakan telah melawan hukum formil. Sifat melawan hukum materiil dibedakan menjadi 2 dua yaitu,
79
sifat melawan hukum materil dalam arti negatif artinya hakim dapat membebaskan
seseorang meskipun perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur delik pidana tetapi secara materil perbuatan tersebut tidak bertentangan dengan
kepatutan yang terjadi dalam masyarakat. Selanjutnya, sifat melawan hukum dalam arti positif yaitu hakim menghukum seseorang meskipun orang itu tidak
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang tetapi perbuatan itu sangat tercela dalam kehidupan masyarakat karena telah melanggar asas
kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
77
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama: Jakarta, 2003, hal 71.
78
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta: Jakarta, 2008, hal 133.
79
Syarifuddin Kalo, Pada saat kuliah umum, Mata Kuliah Kapita Selekta Pada Tanggal 30 April 2015.
Universitas Sumatera Utara
Melawan hukum materiil harus berarti hanya dalam arti negatif, artinya kalau tidak ada melawan hukum materiil maka merupakan dasar pembenar.
Dalam penjatuhan pidana harus dipakai hanya melawan hukum formil, artinya yang bertentangan dengan hukum positif yang tertulis, karena alasan asas nullum
crimen sine lege stricta yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Sedikit sekali tindak pidana korupsi yang mencantumkan unsur melawan
hukum dalam rumusan tindak pidana, ialah Pasal 2, Pasal 12e, Pasal 23 jo Pasal 429 KUHP, Pasal 23 jo Pasal 430 KUHP. Jadi hanya ada 4 pasal tindak pidana
korupsi yang tegas mencantumkan unsur melawan hukum. Dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yang menyebutkan bahwa: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dua ratus juta
rupiah dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa “secara melawan hukum” yang dimaksud dalam pasal ini adalah perbuatan melawan hukum formil dan perbuatan
melawan hukum materiil. Mahkamah Konstitusi memutuskan dalam Putusan Nomor 003PUU-
IV2006 bahwa “pengertian melawan hukum secara materiil” yang diterapkan secara positif berdasarkan penjelasan Pasal 2 Undang-undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi “tidak mengikat” karena maksudnya bertetangan dengan asas legalitas. Oleh karena itu, penerapan sifat melawan hukum materiil secara
Universitas Sumatera Utara
negatif, artinya menjadi salah satu dasar peniadaan pidana di luar undang-undang yang dikenal dalam doktrin hukum pidana dan yurisprudensi.
Selain adanya “perbuatan melawan hukum” suatu perbuatan dapat dituntut apabila ada “kesalahan” yang menyertai suatu perbuatan itu. Dalam pengertian
hukum pidana dapat disebut ciri atau unsur kesalahan dalam arti luas, yaitu:
80
1 dapatnya dipertanggungjawabkan pembuat; 2 adanya kaitan psikis antara
pembuat dan perbuatan , yaitu adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit culpa; 3 Tidak adanya dasar peniadaan pidana yang menghapus dapatnya
dipertanggungjawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat. Dari yang tersebut pada butir 3 dapat dilihat kaitan antara kesalahan dan
melawan hukum. Tetapi seperti dikatakan oleh Vos, mungkin ada melawan hukum tanpa adanya kesalahan. Melawan hukum adalah perbuatan yang abnormal
secara objektif. Kalau perbuatan itu sendiri tidak melawan hukum berarti bukan perbuatan abnormal. Untuk hal ini tidak lagi diperlukan jawaban siapa
pembuatnya. Kalau perbuatannya sendiri tidak melawan hukum berarti pembuatnya tidak bersalah. Kesalahan adalah unsur subjektif, yaitu untuk untuk
pembuat tertentu. Dapat dikatakan bahwa ada kesalahan jika pembuat dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
81
Dalam delik korupsi sangat sulit membuktikan “kesalahan” suatu korporasi, baik berupa kesengajaan maupun kealpaan. Hal ini disebabkan karena subjek
hukum dalam tindak pidana korupsi tidak selaras dengan subjek hukum dalam KUHP. Sehingga Jaksa Penuntut Umum kesulitan mendapat teori-teoridoktrin
80
Andi Hamzah, Asas-asas...., Op.Cit., hal 130
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dan dasar hukum tentang “kesalahan” orang perorang yang pada umumnya para ahli pidana sepakat bahwa hanya orang yang dapat memiliki unsur “kesalahan”.
Kekeliruan JPU dalam membuktikan perbuatan sebagai kesalahan individu naturlijk persoon dalam tindak pidana korporasi dapat mengakibatkan terdakwa
diputus bebas vrijspraak oleh pengadilan.
82
Di Belanda
83
ditetapkan korporasi dalam hukum pidana dapat melakukan tindak pidana, oleh karena itu dapat dituntut dan dijatuhi hukuman, melalui tiga
tahap tentang diakuinya badan hukum sebagai subjek hukum pidana: a.
Pertama, tahap ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat tindak pidana yang dilakukan badan hukum dibatasi pada perorangan naturlijk persoon,
sehingga apabila suatu tindak pidana terjadi dalam suatu lingkungan badan hukum maka suatu tindak pidana dianggap dilakukan oleh pengurus badan
hukum tersebut. Dalam tahap ini berlaku asas “universitas delinguere non potest
” yaitu badan hukum tidak dapat melakukan suatu tindak pidana. b.
Kedua, tahap ini bahwa suatu tindak pidana dapat dilakukan oleh badan hukum, tetapi tanggung jawab telah dibebankan kepada pengurus atau badan
hukum tersebut. Perumusan khusus untuk badan hukum tersebut yakni apabila suatu tindak pidana dilakukan oleh atau karena suatu badan hukum,
tuntutan hukum pidana dan hukum pidana harus dijatuhkan kepada pengurus. Jadi dalam hal ini orang seolah-olah badan hukum dapat melakukan tindak
pidana tetapi secara riel yang melakukan perbuatan adalah manusia sebagai wakil-wakilnya.
c. Ketiga, tahap ini merupakan permulaan adanya tanggungjawab langsung
badan hukum, secara kumulatif badan hukum dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana di samping mereka sebagai pemberi perintah atau
pemberi pimpinan yang nyata telah berperan pada tindak pidana itu.
Dalam Pasal 20 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan
pemidanaan dapat diberikan kepada:
82
Eddy Rifai, op.cit., hal 7
83
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
a. Korporasi; dan atau
b. Pengurusnya
Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat 2 dinyatakan bahwa tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh
orang-orang: yang berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun
bersama-sama.
84
Dalam menafsirkan “orang-orang berdasarkan hubungan kerja”, dapat ditarik dari pengertian korporasi itu sendiri. Pada dasarnya korporasi diartikan
sebagai kumpulan orang-orang atau kekayaan yang mengikatkan diri untuk tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui suatu korporasi dibentuk untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan, dan dalam rangka mencapai tujuannya itu tentunya orang-orang yang mengikatkan diri dalam korporasi
tersebut akan melakukan berbagai kegiatan atau perbuatan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing.
85
Sutan Remy Sjahdeni mengartikan yang dimaksud dengan “orang-orang berdasarkan hubungan kerja” adalah orang-orang yang memiliki hubungan kerja
sebagai pengurus atau pegawai,yaitu:
86
a. Berdasakan anggaran dasar dan perubahannya;
b. Berdasarkan kepangkatan sebagai pegawai dan perjanjian kerja dengan
koporasi;
84
Marwan Efendy, op.cit., hal 92.
85
Rony Saputra, op.cit., hal 15.
86
Sutan Remi Sjahdeni, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Grafitipers: Jakarta, 2006, hal 151.
Universitas Sumatera Utara
c. Berdasarkan surat pengangkatan sebagai pegawai;
d. Berdasarkan perjanjian kerja sebagai pegawai;
Yang dimaksud dengan “orang-orang berdasarkan hubungan lain”
87
adalah orang-orang yang memiliki hubungan lain selain hubungan kerja dengan
korporasi, antara lain mewakili korporasi untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama korporasi berdasarkan: 1 Pemberian kuasa; 2 Perjanjian
dengan pemberi kuasa pemberi kuasa bukan diberikan dengan surat kuasa tersendiri tetapi dicantumkan dalam perjanjian sehingga merupakan bagian yang
tidak terpidahkan dari perjanjian tersebut; 3 Pendelegasian wewenang. Jika tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh suatu korporasi maka
tuntutan pidananya diwakili oleh pengurus korporasi, yaitu organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan, sesuai anggaran dasar,
termasuk mereka yang dalam kenyataannya memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak
pidana korupsi. Tahap-tahap penuntutan korporasi sebagai subjek hukum pidana tindak
korupsi adalah sebagai berikut: a.
Pra Penuntutan Pra penuntutan adalah tindakan penuntut umum menelitimempelajari
berkas perkara hasil penyidikan yang diserahkan penyidik guna menentukan apakah persyaratan yang diperlukan guna melakukan penuntutan sudah terpenuhi
atau belum oleh hasil penyidikan tersebut. Tenggang waktu prapenuntutan
87
Roni Saputra, Op.Cit., hal 15.
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya paling lama 28 hari tetapi dalam prakteknya sangat bervariasi, dan inilah termasuk salah satu kelemahan KUHAP.
88
Bilamana Jaksa Penuntut Umum setelah mempelajari berkas perkara dan dari hasil pemeriksaan ternyata berkas
sudah lengkap, maka penuntut umum memberitahukan hal itu kepada penyidik dan meminta agar tersangka dan barang bukti segera diserahkan kepadanya.
Sebaliknya bila dalam penelitian itu ternyata hasil penyidikan belum lengkap, maka penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai
dengan petunjuk-petunjuk guna melengkapi hasil penyidikan tersebut. Kelengkapan hasil penyidikan sangat menentukan keberhasilan penuntutan,
oleh karena itu penuntut umum harus benar-benar teliti dan jeli dalam mempelajari dan meneliti berkas perkara yang bersangkutan.
89
Apabila penuntut umum kurang cermat dalam mempelajari dan meneliti berkas perkara, maka
berkas perkara yang kurang lengkap yang lolos dari penelitian merupakan “cacat” yang akan terbawa ketahap penuntutan. Dengan sendirinya hal itu merupakan
kelemahan pula dalam melakukan penuntutan perkara yang bersangkutan. Apabila penuntut umum telah menyatakan bahwa hasil penyidikan telah
lengkap, kemudian ternyata bahwa masih ada hal-hal lain yang belum lengkap, maka kekurangan tersebut tidak dapat dilengkapi lagi. Karena apabila penuntut
umum telah menyatakan lengkap, atau dalam batas waktu 14 hari tidak mengembalikan berkas perkara kepada penyidik, maka penyidikan dianggap
selesai.
88
Osman Simanjuntak, Teknik Penuntutan dan Upaya Hukum, PT Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta, 1995, hal 6
89
Harun M. Husein, Penyidikan....,op.cit., hlmn 245
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: PER-028AJA102014, hal yang perlu diperhatikan oleh penuntut umum untuk meneliti kelengkapan
berkas perkara dimana korporasi didudukkan sebagai tersangka, antara lain:
90
1 Akta pendirian korporasi
2 Akta perubahan korporasi
3 Surat keputusan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai
pengesahan Akta pendirianPerubahan Korporasi; 4
Bentuk korporasi 5
Hubungan korporasi dan pengurus yang mewakili korporasi; 6
Surat kuasa korporasi kepada yang mewakili; 7
Surat, dokumen, pembukuan dan barang bukti yang terkait dengan tindak pidana yang disangkakan;
8 Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana serta
keuntungan yang diperoleh Korporasi; 9
Data keuangan dan perpajakan baik Korporasi maupun Pengurus Korporasi
10 Keterangan ahli apabila diperlukan; dan
11 Hal-hal lain yang berhubungan dengan perkara.
b. Surat Dakwaan
Surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil
90
Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: PER-028AJA102014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana Dengan Subjek Hukum Korporasi
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka sidang pengadilan.
91
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan
didasarkan kepada surat dakwaan dan menurut Nederburg
92
, pemeriksaan tidak batal jika batas-batas dilampaui, namun putusan hakim hanya boleh mengenai
peristiwa-peristiwa yang terletak dalam batas itu. Demi keabsahannya maka surat dakwaan harus dibuat dengan sebaik-
baiknya sehingga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1
Syarat formil Pasal 143 ayat 2 KUHAP menentukan syarat surat dakwaan sebagai
berikut: “Surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi:
1 Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; 2
Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindakan pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan. Syarat surat dakwaan tersebut hanya dapat dipenuhi oleh subjek hukum
naturlijk persoon sehingga dalam perkembangannya saat ini hukum pidana yang telah mengakui korporasi sebagai subjek hukum pidana telah mengatur syarat
surat dakwaan apabila terdakwanya adalah korporasi. Dalam Surat Edaran Jaksa
91
Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia: Jakarta, 2002, hal 73.
92
Mohammad Taufik Makarao dan Suharsil, Op.Cit, hal 74
Universitas Sumatera Utara
Agung Nomor: PER-028AJA102014, penyusunan surat dakwaan terhadap korporasi adalah sebagai berikut:
1 Surat dakwaan terhadap korporasi mencantumkan identitas korporasi
yaitu: a.
Nama Korporasi b.
Nomor dan tanggal Akta Pendirian Korporasi berserta perubahannya;
c. Nomor dan tanggal Akta Korporasi pada saat peristiwa pidana;
d. Tempat kedudukan
e. Kebangsaan korporasi
f. Bidang usaha
g. Nomor pokok wajib pajak; dan
h. Identitas yang mewakili korporasi sesuai pasal 143 ayat 2
huruf a Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 2
Dalam hal tersangka korporasi bukan merupakan badan hukum, maka identitas disesuaikan dengan bentuk korporasinya.
3 Surat dakwaan terhadap korporasi, Pengurus korporasi, Korporasi dan
Pengurus Korporasi disusun sesuai ketentuan yang berlaku. Sehubungan dengan hal itu dalam surat edaran Jaksa Agung Nomor B-
036AFt.1062009 juga mengatur hal yang sama berkaitan dengan identitas korporasi dalam surat dakwaan. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor:
B-036AFt.1062009 menyatakan dalam pembuatan Surat Dakwaan dimana terdakwatersangkanya adalah korporasi harus memuat sekurang-kurangnya:
Universitas Sumatera Utara
1 Nama korporasi;
2 Nomor dan tanggal akta korporasi yang meliputi:
a. Nomor dan tanggal akta pendirian perusahaan
b. Nomor dan tanggal akta perusahaan pada saat peristiwa pidana
c. Nomor dan tanggal akta perusahaan perubahan terakhir
3 Kedudukanstatus pendirian;
4 Bidang usaha.
Bilamana syarat-syarat surat dakwaan syarat formil tidak dipenuhi, maka surat dakwaan dapat dibatalkan.
2 Syarat materil
Syarat materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 2 b KUHAP. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
93
Sebenarnya pembuat undang-undangharus menjelaskan dalam penjelasan resmi pasalnya, apa
yang dimaksud uraian secara cermat, jelas dan lengkap agar tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda.
Dalam Pasal 143 ayat 2 ini menjadi bumerang bagi jaksa penuntut umum karena tidak adanya penjelasan mengenai cermat, jelas, dan lengkap; sehingga
dalam eksepsi penasehat hukum terdakwa dengan mudah saja menyatakan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum, tidak jelas, tidak lengkap, dan tidak cermat;
93
Osman Simanjuntak, op.cit, hal 33
Universitas Sumatera Utara
dan meminta Hakim Majelis agar dakwaan jaksa penuntut umum ditolak karena “obscure libelle”.
94
Dengan demikian, terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang disebut dalam dakwaan. Jika terdakwa terbukti melakukan
delik tetapi tidak disebut dalam dakwaan, maka ia tidak dapat dipidana. Selain dari pada syarat-syarat tersebut, menurut peraturan lama dan
kebiasaan, perlu pula disebut hal-hal dan keadaan-keadaan dalam mana delik dilakukan khususnya mengenai hal yang meringankan dan memberatkan. Kalau
hal-hal dan keadaan-keadaan tidak disebut dalam dakwaan tidak menjadikan batalnya dakwaan.
95
c. Pelimpahan Berkas Perkara ke Pengadilan
Apabila penuntut umum mempelajari berkas perkara hasil penyidikan, dan berpendapat tindak pidana yang disangkakan dapat dituntut, menurut ketentuan
Pasal 140 ayat 1, penuntut umum dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan. Jika surat dakwaan sudah selesai dipersiapkan tindakan selanjutnya,
malaksanakan ketentuan Pasal 143 ayat 1: 1
Melimpahkan perkara ke Pengadilan 2
Pelimpahan berkas dilakukan dengan surat pelimpahan perkara 3
Dalam surat pelimpahan berkas tersebut: a.
Diampirkan surat dakwaan b.
Berkas perkara itu sendiri c.
Serta permintaan agar Pengadilan Negeri segera mengadili.
94
Harun M Husein, Surat Dakwaan Teknik Penyusunan, Fungsi dan Permasalahannya, Rineka Cipta: Jakarta, 1989, hal 47.
95
Andi Hamzah, Hukum....., op.cit., hal 167
Universitas Sumatera Utara
Jadi yang dimaksud dengan pelimpahan dan surat pelimpahan perkara yang disebut dalam Pasal 143 sebagaimana hal itu ditegaskan dalam penjelasannya:
“surat pelimpahan perkara adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan berkas perkara.”
96
Pasal 143 ayat 4 turunan surat pelimpahan berkas perkara beserta surat dakwaan disampaikan penuntut umum:
1 Kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya,
2 Juga turunan surat pelimpahan berkas perkara disampaikan kepada
penyidik, 3
Penyampaian turunan surat pelimpahan berkas perkara kepada tersangka dan penyidk dilakukan penuntut umum bersamaan waktunya dengan
penyampaian pelimpahan berkas perkara ke pengadilan. Setelah berkas perkara dan surat dakwaan diserahkan kepada pengadilan
untuk disidangkan. Berdasarkan ketentuan pasal 144 KUHAP menentukan perubahan surat dakwaan masih mungkin dilakukan dalam jangka waktu hanya 7
tujuh hari sebelum hari sidang dimulai
97
. Tujuan perubahan surat surat dakwaan adalah:
98
a Penyempurnaan
Yang dimaksud menyempurnakan adalah untuk menghindari “Surat dakwaan batal demi hukum” di sidang pengadilan.
96
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika: Jakarta, 2000, hal 443
97
Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Ghalia Indonesia: Jakarta, 2009, hal 182
98
Suharto RM, Penuntutan Dalam Praktek Peradilan, Sinar Grafika: Jakarta, 1994, hal 109-110
Universitas Sumatera Utara
b Tidak melakukan penuntutan
Penuntut Umum tidak melanjutkan berkas perkara diajukan ke sidang pengadilan dapat dimungkinkan karena:
a Ternyata minimum alat bukti yang diharuskan undang-undang
tidak terpenuhi b
Berhubung kewenangan jaksa menuntut hapus. d.
Tuntutan Apabila menurut pertimbangan majelis hakim pemeriksaan atas diri
terdakwa dan para saksi telah cukup, maka kepada penuntut umum dipersilahkan menyampaikan tuntutan pidananya requisitoir.
99
Tidak semua jenis perkara disertai surat tuntutan , karena dalam prakteknya dalam perkara yang ringan
langsung saja jaksa penuntut umum memohon tuntutan kepada hakim, tanpa membuat surat tuntutan dan tuntutan pidana mana, cukup dituliskan dalam
formulir surat tuntutan. Tetapi pada umumnya, tuntutan memuat, bagian-bagian mana dari ketentuan-ketentuan pidana yang didakwakan terhadap terdakwa yang
telah terbukti dan disertai penjelasan dari setiap unsur dari delik yang didakwakan dan dengan demikian surat tuntutan adalah gambaran dari tuntutan hukuman yang
akan dimohonkan kepada Hakim. Tuntutan hukum yang dapat dijatuhkan kepada manusia naturlijk persoon
diatur dalam Pasal 10 KUHP. Sementara apabila terdakwanya adalah korporasi, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor: PER-28AJA102014 tuntutan
hukuman yang dapat dijatuhkan kepada korporasi adalah:
99
Ansori Sabuan, Hukum Acara Pidana, Angkasa: Bandung, 1990, hal 182
Universitas Sumatera Utara
a Pidana denda dan pidana tambahan; danatau
b Tindakan tata tertib
Tuntutan pidana tambahan atau tindakan tata tertib yang yang dimaksud dikenakan terhadap Korporasi dan Pengurus Korporasi berdasarkan ketentuan
yang menjadi dasar pemidanaan antara lain berupa: a.
Pembayaran uang pengganti kerugian keuangan negara; b.
Perampasan atau penghapusan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
c. Perbaikan kerusakan akibat dari tindak pidana;
d. Kewajiban mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak;
e. Penempatan perusahaan dibawah pengampuan untuk jangka waktu
tertentu; f.
Penutupan atau pembukuan sebagian atau seluruh kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu;
g. Pencabutan sebagian atau seluruh hak-hak tertentu;
h. Pencabutan izin usaha
i. Perampasan barang bukti atau harta kekayaanaset korporasi danatau
j. Tindakan lain sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dalam Pasal 20 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana yang diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 pada pokoknya
menentukan bahwa dalam tidak pidana korupsi maka terhadap korporasi dapat dilakukan penuntutan dan dijatuhi pidana dengan pidana pokok hanya pidana
denda dengan ketentuan maksimum ditambah 13 satu per tiga.
100
100
Marwan effendy, op.cit., hal 94.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang