A. Pembuktian Tindak Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP di Indonesia
1. Teori Pembuktian yang dianut dalam Hukum Acara Pidana Indonesia
Dalam pembuktian perkara pidana pada umumnya dan khususnya delik korupsi, diterapkan KUHAP. Sedangkan dalam pemeriksaan delik korupsi selain
diterapkan KUHAP terdapat juga sebagian Hukum Acara Pidana, yaitu pada BAB IV terdiri atas pasal 25 sampai dengan pasal 40 dari UU No. 31 Tahun 1999.
Sebelum meninjau sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, ada baiknya ditinjau beberapa ajaran yang berhubungan dengan sistem pembuktian. Guna sebagai bahan perbandingan
dalam memahami sistem pembuktian yang diatur dalam KUHAP dan diluar KUHAP.
106
a. Conviction-in Time
Sistem pembuktian cinviction-in time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa semata-
mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan hakim”. Keyakinan hakim yang menentukan keterbukaan kesalahan terdakwa. Dari mana hakim
menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini.
107
Kelemahan sistem pembuktian conviction in time adalah hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata-mata atas dasar keyakinan
106
M. Yahya Harahap, Pemeriksaan....,op.cit., hlmn 276.
107
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
belaka tanpa didukung alat bukti yang cukup. Keyakinan hakim yang dominan atau yang paling menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Keyakinan tanpa alat
bukti yang sah sudah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Keyakinan hakim inilah yang menentukan wujud kebenaran sejati dalam sistem pembuktian ini.
Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi. Sistem ini perah berlaku di Indonesia pada zaman Hindia Belanda dahulu,
ialah pada Pengadilan District dan Pengadilan Kabupaten. Pengadian district adalah pengadilan sipil dan kriminal tingkat pertama untuk orang-orang bangs
Indonesia. Berada pada tiap-tiap distrik di Jawa dan Madura berdasarkan Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid de Justitie in
Nederlandsch Indie Pasal 77-80 RO. Pengadilan Kabupaten yang disebut juga dengan Regentschapsgerecht Pasal 81-85 RO adalah pengadilan tingkat
bandingnya.
108
b. Conviction Raisonee
Dalam sistem pembuktian ini pun dapat dikatakan “keyakinan hakim” tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan
tetapi dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim “dibatasi”. Jika dalam sistem pembuktian conviction-in time
peran “keyakinan hakim” leluasa tanpa batas maka pada sistem conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung
dengan “alasan-alasan yang jelas”. Artinya, alasan yang digunakannya dalam hal membentuk keyakinan hakim masuk akal, artinya dapat diterima oleh akal orang
pada umumnya. Sistem ini kadang disebut dengan sistem pembuktian keyakinan
108
Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT. Alumni Bandung: Malang, 2006, hal 26
Universitas Sumatera Utara
bebas vrije bewijstheorie, karena dalam membentuk keyakinannya hakim bebas menggunakan alat-alat bukti dan menyebutkan alasan-alasan dari keyakinan yang
diperolehnya dari alat-alat bukti tersebut.
109
c. Sistem Pembuktian Melalui Undang-Undang Positief Wettelijk