Program dakwah Islam Di televisi Komunitas Palmerah

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Ahmad Tamamy

NIM: 107051001921

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H./2011 M.


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh:

Ahmad Tamamy NIM : 107051001921

Di Bawah Bimbingan

Drs. H. Sunandar, MA NIP: 19206261994031002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi dengan judul ”PROGRAM DAKWAH ISLAM DI TELEVISI KOMUNITAS PALMERAH” merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Juni 2011

Ahmad Tamamy 107051001921


(5)

Ahmad Tamamy

Program Dakwah Islam di Televisi Komunitas Palmerah

Memasuki era globalisasi, kegiatan dakwah perlu diperbaharui untuk mencapai keefektifannya. Perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi (Iptek), bisa sangat membantu kegiatan dakwah di era ini. Televisi, sebagai media massa elektronik dianggap media yang cocok untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah saat ini. Maka banyak sekali program acara di stasiun televisi yang mengandung unsur dakwah Islam. Akan tetapi, stasiun televisi konvensional tak lepas dari industrialisasi media sehingga acara dakwah yang ada masih sangat minim untuk kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu lahir telivisi komunitas salah satunya televisi komunitas Palmerah (PAL TV) yang didirikan sebagai media dakwah untuk memenuhi kebutuhan dakwah di komunitasnya dengan menayangkan program-program dakwah Islam yang lebih banyak.

Dari pendahuluan (introduction) di atas, maka timbul pertanyaan yang merupakan tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1) apa program dakwah Islam yang ada di televisi komunitas Palmerah? 2) bagaimana proses produksi program dakwah Islam ditelevisi komunitas Palmerah?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan desain analisis data deskriptif yaitu menganalisis dan meninterpretasikan data, gambaran, fakta, dan peristiwa yang didapat apa adanya dari objek penelitian. pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara (interview), observasi dan dokumentasi dengan analisis data interaktif.

Penelitian ini menggunakan teori uses and gratifications (kebutuhan dan kepuasan). teori mengasumsikan audiens merupakan khalayak aktif dan mengarah pada satu tujuan. Media hanyalah dianggap sebagai salah satu cara untuk memenuhi kebutuhannya dan individu dapat saja memenuhi kebutuhannya itu melalui media atau cara lain.

Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa program dakwah Islam yang ada di televisi komunitas Palmerah (PAL TV) yaitu liputan-liputan acara Islam yang ada di wilayah komunitasnya, tayangan murotal al-Quran dan Jazirah Nabi. Proses produksi yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu pra roduksi, produksi, dan pasca produksi.


(6)

Bismillahirrahmanirrahiim

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas kehendak dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi dan Rasul akhir zaman, Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, para sahabat, thabi’in, thabi’

-thabi’in dan seluruh umat manusia yang setia kepadanya hingga akhir zaman. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi. Berkat Rahman dan Rahim Allah SWT dan kemuliaan Nabi-Nya serta keikhlasan hati dan kerja keras disertai doa dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak, sehingga kesulitan dan hambatan dapat penulis lalui dengan sebaik-baiknya. Selain usaha yang tidak kenal lelah, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, dari relung hati yang paling dalam perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Ayahanda H. Ahmad Kamil dan Ibunda Hj. Nurbaiti yang tercinta yang tidak kenal lelah selalu memberikan curahan kasih sayang, dukungan moril dan materiil yang tidak ternilai harganya. Memotivasi Ananda untuk selalu semangat dan tidak kenal menyerah dalam mencapai cita-citanya.


(7)

selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi, Drs. Study Rizal LK, MA, selaku pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.

3. Drs. H. Sunandar, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan menyarankan sehingga dapat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Drs. Jumroni, M.Si., sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam (KPI), dan Dra. Hj. Umi Musyarofah, MA., Sekretaris Jurusan KPI. 5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terima kasih

atas ilmu dan penegtahuannya yang telah diberkan kepada penulis selama menunutu ilmu di bangku kuliah, semoga ilmu yang diberkannya dapat bermanfaat khususnya bagi penulis.

6. Firmansyah, sebagai pendiri dan ketua dewan penyiaran Televisi Komunitas Palmerah (PAL TV), yang dengan sukarela meluangkan waktunya untuk memberikan informasi dan data-data dalam pelaksanaan skripsi ini.

7. Terima kasih untuk Pimpinan dan Staf Karyawan Perputakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk referensi buku-bukunya.

8. Terima kasih untuk abang saya H. Abdul Bashir, SE. Sy. yang telah memberikan masukkan dan saran selama penulisan skripsi, serta yang


(8)

9. Semua sahabat Lucky Isnaeni, Miftahul Munjiat, Herman, Lena Ulfiana, Rahmi Ardhila, Nadia Nurfitria, Alfiyatur Rohmah, Anggi Ria. Terima kasih banyak untuk segala kecerian dan persabatan yang telah kalian berikan. Semoga kita bisa terus menyambung tali silaturrahmi.

10.Terima kasih untuk seluruh teman seperjuangan jurusan Komunikasi Penyiaran Islam periode 2007 khususnya kelas D, semoga kebersamaan kita terus terjaga seiring berjalannya waktu.

11. Kepada teman-teman Badan Esekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) KPI periode 2009-2010 dan 2010-2011 yang telah banyak mengisi hari-hari selama di kampus, sehingga banyak sekali pengalaman bermanfaat yang saya dapatkan dari kalian.

Akhir kata, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bantuan semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu-persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca umumnya.

Amin Ya Rabbal Alamin…

Jakarta, 20 Juni 2011


(9)

ABSTRAK ... i

KATAPENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Ruang Lingkup Dakwah ... 12

1. Pengertian Dakwah………... 12

2. Subyek dan Obyek Dakwah ………... 14

3. Tugas dan Fungsi Dakwah ………... 15

4. Metode Berdakwah ……….…... 17

5. Media Dakwah ……….…... 19

B. Sekilas Tentang Televisi dan Televisi Komunitas ... 20

1. Pengertian Televisi ... 20

2. Sejarah Televisi ... 22

3. Sejarah Televisi di Indonesia ... 24

4. Fungsi Televisi ……….….... 28

5. Program Televisi ………... 32

6. Pengertian dan Sejarah Televisi Komunitas ... 48

7. Fungsi dan Tujuan Televisi Komunitas ... 49

BAB III PROFIL TELEVISI KOMUNITAS PALMERAH A. Sekilas Tentang Televisi Komunitas Palmerah ... 53

B. Visi dan Misi PAL TV ... 54

C. Luas Daerah Jankauan Siar PAL TV ... 55

D. Struktur Organisasi PAL TV ... 56

E. Visi Misi PAL TV ... 57

F. Struktur Organisasi PAL TV ... 57

BAB IV TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN A. Program Dakwah Islam di PAL TV ... 58

B. Produksi Program Dakwah Islam di PAL TV ... 64

C. Materi Program Dakwah Islam di PAL TV ... 67

D. Pengisi Program Dakwah Islam di PAL TV …………... 69


(10)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(11)

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini, banyak program-program acara yang mengandung unsur agama pada stasiun-stasiun televisi di Indonesia. Seperti program acara Islam itu Indah dan Iqra di Trans TV, Assalamuala’ikum Ustadz di RCTI,

Nikmatnya Sedekah dan Taman Hati di MNC TV, U2: Uje & Udin di Trans7 dan lain-lain.

Akan tetapi tak bisa dielakkan bahwa televisi konvensional tak lepas dari industrialisasi media. Yang dimaksud dengan idustrialisasi media bahwa media konvensional selalu berlandaskan untuk mencari keuntungan (profit oriented).

Maka tak heran bahwa televisi konvensional selalu menerima iklan sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan nilai-nilai iklan tersebut.

Tak heran jika kita saksikan realitas yang ada bahwa durasi acara keagamaan yang ada di teleivisi konvensional memiliki durasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan durasi iklan yang ada. Di samping itu, penayangan program acara keagamaan ditayangkan pagi hari di mana masih sedikit masyarakat yang menontonnya. Maka dari itu, untuk mengatasi masalah tersebut bermunculan media komunitas seperti radio dan televisi komunitas.

Kemunculan televisi komunitas di Indonesia tidak terlepas dari proses kritik terhadap keberadaan berbagai televisi di Indonesia itu sendiri, di mana stasiun televisi sebagai media massif yang efektif ternyata tidak mencerahkan kehidupan masyarakat. Sebagian besar program siaran yang


(12)

ditayangkan tidak mendidik dan jauh dari realitas kehidupan sosial masyarakat kita.1

Memasuki abad ke-21 memang terjadi sindrom globalisasi. Seakan-akan menciptakan tuntutan baru terhadap agama, agar agama melakukan adaptasi dengan globalisasi. Itu berarti timbulnya keperluan agama untuk menjalankan reaktualisasi firman-firman Allah dalam al-Quran. Jika tidak demikian, ajaran Islam sulit dilibatkan untuk menerangkan globalisasi dalam berbagai dimensi kehidupan umat. Globalisasi itu sendiri hakikatnya merupakan implikasi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Mengupayakan pemahaman mengenai kemajuan Iptek dari sudut agama dan sebaliknya, pemahaman mengenai agama dengan memakai pendekatan ilmu pengetahuan, agkanya akan selalu merupakan pilihan yang tepat, jika kita bermaksud memecahkan berbagai masalah kehidupan manusia sekarang dan di masa mendatang.2

Di era globalisasi, rekonstruksi pemikiran dakwah perlu dilakukan. Dalam masalah ini, banyak di antara kaum muslim yang memahami dakwah dalam arti sempit, sehingga dakwah dipandang identik dengan

tablîgh (ceramah atau pidato). Pandangan semacam ini akan menentukan kriteria da’i hanya kepada mereka yang aktif berceramah lewat mimbar.3

Lembaga dakwah tak hanya berpusat di masjid-masjid, di forum-forum diskusi, pengajian, dan semacamnya. Dalam pengertian demikian,

1

Sejarah Pertumbuhan Televisi Komunitas di Indonesia, oleh Budhi Hermanto. Artikel ini diakses tanggal 18 Februari 2011 dari

http://krisnamulawarman.com/files/sejarah_tv_komunitas_ ind.pdf.

2

A. Muis, Komunikasi Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya , 2001), h. 131-132 . 3


(13)

dakwah harus mengalami desentralisasi kegiatan. Ia harus berada di bawah, di pemukiman kumuh, di rumah-rumah sakit, di teater-teater, di studio-studio film, musik, di kapal laut, kapal terbang, di pusat-pusat perdagangan, di tempat-tempat pembangunan gedung pencakar langit, di bank-bank, di pengadilan, dan sebagainya.4

Untuk mencapai sasaran dakwah di tempat-tempat yang lebih luas, perlu media dakwah yang bisa mencapainya. Dengan masyarakat yang melek akan teknologi sudah seharusnya pergerakan dakwah Islam dilakukan dengan menggunakan media massa elektronik. Televisi merupakan media yang dianggap efektif dalam pergerakan dakwah Islam. Karena hampir semua masyarakat di Indonesia menonton televisi.

Ada satu hal yang kurang menjadi perhatian masyarakat, media televisi memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh media lain. Televisi secara simultan memiliki karakteristik yang ada di media cetak, radio dan film. Secara jujur dapat dikatakan, media televisi mampu mempengaruhi penonton lebih kuat dibanding media yang lain, terutama karena sifatnya yang sangat atraktif. Karena itulah muncul kesadaran baru, bahwa kegiatan dakwah akan lebih efektif jika disampaikan melalui media audio visual, antara lain melalui siaran televisi.

Kemunculan stasiun tv swasta di Indonesia tak lain dikarenakan kebutuhan masyarakat Indonesia akan informasi. Tidak hanya itu, televisi merupakan media komunikasi massa. Program-program acara yang ditayangkan di televisi baik berupa pendidikan, informasi, atau hiburan,

4


(14)

bisa mengubah pola pikir, nilai-nilai, bahkan norma pemirsanya, serta televisi diyakini sebagai agen penyetara dalam budaya atau mengembangkan suatu budaya.

Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa televisi sudah menjadi agama masyarakat industry, ini artinya bahwa masyarakat sekarang sudah belajar hidup dari televisi.5 Selain itu menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera khalayak. Dengan media massa khalayak memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang tidak dialami secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik; televisi menjadi jendela kecil untuk menyaksikan berbagai informasi yang jauh dari jangkauan alat indera kita.6

Walaupun sampai saat ini banyak pandangan stereotip yang menganggap televisi sebagai media deskrutif dalam masyarakat. Program acara televisi banyak yang menayangkan unsur-unsur yang bisa merusak moral pemirsanya seperti kekerasan, sadisme, pornografi, dan semacamnya.

Salah satu contoh stasiun televisi komunitas yaitu Televisi Komunitas Palmerah atau yang biasa disebut PAL TV. PAL TV merupakan televisi komunitas di Kecamatan Palmerah Jakarta Barat yang sudah berdiri sejak tahun 2006 dengan tujuan sebagai media dakwah.

5

Jalaluddin Rakhmat, Catatan Kang Jalal visi Media, politik dan Pendidikan (Bandung, Remaja Rosda karya 1998), Cet ke-2, h. 26.

6

Drs. Jalauddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 224.


(15)

Secara umum fungsi strategis dari TV Komunitas adalah:

1. Menjadi sarana penyampaian informasi multi arah yang secara langsung bersentuhan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari, yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

2. Menjadi sarana Pendidikan dan Penyuluhan yang langsung bermanfaat bagi masyarakat, karena menukik pada sasaran.

3. Menjadi agen Pendidikan Literasi Media, yaitu mempersiapkan masyarakat agar memiliki imunitas terhadap dominasi siaran televisi komersial yang bersifat racun dan candu.

4. Memberi ruang bagi keberagaman budaya dan keberagaman citarasa. 5. Memberi ruang bagi berkembangnya pemikiran, aspirasi, dan kreasi

yang bersifat lokal tetapi berskala nasional atau bahkan global.

6. Menumbuhkan “kedekatan” antara rakyat biasa dengan pimpinan daerah yang dengan sendirinya akan memperlancar program pembangunan.

7. Ikut mendorong dan menjaga “keterbukaan” sebagai bagian dari good governance di tingkat Pemerintah Daerah, Kecamatan dan Desa.7

Memang sedikit sekali tayangan televisi konvensional yang memberikan acara-acara dakwah, maka untuk mengimbangi kebutuhan dakwah perlu adanya televisi komunitas yang menyajikan program dakwah lebih banyak. Oleh karena itu, menarik bagi peneliti unutuk melakukan penelitian bagaimana program dakwah di televisi komunitas

7

Potensi Televisi Publik Lokal dan Komunitas dalam Pembangunan Desa, oleh Hartanto. Artikel ini diakses pada 18 Februari 2011 dari http://www.ppma.or.id/content/potensi-televisi-publik-lokal-dan-komunitas-dalam-pembangunan-desa


(16)

palmerah (PAL TV). Maka berdasarkan uraian di atas penelitian ini diberi judul: “Program Dakwah Islam di Televisi Komunitas Palmerah”

B. Batasan dan Perumusan Masalah

Sebagai televisi komunitas yang bergerak di bidang dakwah, PAL TV tidak hanya menayangkan program-program dakwah, tetapi ada tayangan lain seperti film, hiburan, dan liputan kegiatan di komunitas Palmerah. Agar penelitian ini terarah, peneliti membatasi hanya pada program dakwah Islam di PAL TV.

Dari batasan masalah di atas, maka penulis menentukan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa program dakwah Islam yang ada di Televisi Komunitas Palmerah?

2. Bagaimana proses produksi program dakwah Islam di Televisi Komunitas Palmerah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Menganalisis program dakwah Islam yang ada di Televisi Komunitas Palmerah.

2. Mengetahui proses produksi program dakwah Islam di Televisi Komunitas Palmerah.


(17)

Manfaat Penelitian:

1. Secara praktis, bagi warga yang berada di Kecamatan Palmerah bisa memanfaatkan media televisi komunitas (PAL TV) untuk memenuhi kebutuhan dakwah.

2. Secara akademisi, mudah-mudahan penelitian ini bisa menambah pengetahuan tentang pentingnya televisi komunitas serta untuk memberikan perkembangan dan kemajuan bagi televisi komunitas yang sudah ada.

D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.8 Mengenai sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland ialah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainnya.9

8

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, ed.Revisi, 2007), h. 4.

9


(18)

1. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan, ialah sebagai berikut:

a. Observasi. Peneliti mengamati langsung ke stasiun televisi komunitas Palmerah (PAL TV). Untuk mendapatkan data mengenai PAL TV dan progam-progam dakwahnya.

b. Wawancara. Peneliti mewawancarai pendiri sekaligus ketua dewan penyiaran PAL TV untuk mendapatkan data cara memproduksi program dakwah di tv komunitas, serta gambaran lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian.

c. Dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan catatan-catatan yang terkait dengan judul penelitian sebagai dokementasi baik berbentuk visual maupun audio visual.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber-sumber tempat memperoleh keterangan. Yang menjadi subjek penelitian adalah stasiun PAL TV. Sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah program-program dakwah di PAL TV. Sumber data didapat dari PAL TV sebagai stasiun televisi komunitas yang menayangkan program dakwah serta mereka yang memberikan informasi mengenai objek penelitian.

3. Teknik Analisa Data

Dari data-data yang dikumpulkan, kemudian penulis analisis dan dari hasil analisis yang dirasa kurang tepat, peneliti kritisi lebih lanjut. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, yang


(19)

melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran, dan mengklasifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul apa adanya, kemudian disimpulkan.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan penulis terhadap beberapa sumber kepustakaan, ada penelitian yang mengkaji tentang “Dakwah Melalui Televisi (Studi Terhadap Program Acara Lentera Hati di Metro TV)” yaitu Aliyah mahasiswi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2005. Pada penelitian ini menjelaskan motivasi diadakannya program acara Lentera Hati di Metro TV, dan format program acara tersebut.

Kemudian ada yang melakukan penelitian di Televisi Komunitas Palmerah yaitu Hafidz Muttaqin mahasiswa Universitas Al Azhar Indonesia yang meneliti pada tahun 2008 dengan judul “Fenomena Televisi Komunitas di Jakarta: Studi Kasus pada Televisi Komunitas PAL TV di Palmerah Jakarta Barat.” Tujuan penelitian ini yaitu untuk: 1) mengetahui bagaimana fenomena kehadiran PAL TV di daerah Palmerah Jakarta Barat, 2) mengetahui opini khalayak di Palmerah atas isi program PAL TV, 3) mengetahui manfaat apa yang didapat oleh masyarakat setempat atas kehadiran tayangan program PAL TV.


(20)

Sedangkan pada penelitian ini yang berjudul “Program Dakwah Islam di Televisi Komunitas Palmerah” Peneliti akan membahas program dakwah Islam yang ada di televisi komunitas Palmerah, serta bagaimana proses produksi progam dakwah Islam di televisi komunitas Palmerah.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan skripsi, maka akan disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN yang berisi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORITIS yang membahas pengertian dakwah, pengertian dan sejarah televisi, fungsi televisi, program siaran televisi, produksi program televisi, pengertian televisi komunitas, fungsi dan tujuan televisi komunitas, serta aspek hukum.

BAB III: PROFIL STASIUN TELEVISI KOMUNITAS PALMERAH yang membahas gambaran umum Televisi Komunitas Palmerah, sejarah, visi dan misi, struktur organisasi.

BAB IV: TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN yang membahas program dakwah Islam yang ada di televisi komunitas Palmerah, produksi, materi, tujuan, pengisi, dan faktor pendukung dan kendala program dakwah Islam di televisi komunitas Palmerah.


(21)

A. Ruang Lingkup Dakwah 1) Pengertian Dakwah

Secara bahasa dakwah berasal dari kata Arab da’wah, merupakan bentuk mashdar dari kata kerja da’a (madhi), yad’u (mudhari), berarti seruan, ajakan, atau panggilan. Kata dakwah juga bisa berarti do’a.1

Sedangkan secara istilah (terminologi) banyak para pakar yang mendefinisikan dakwah diataranya:2

1. Syaikh Ali Mahfudz: dakwah adalah memotivasi manusia untuk berbuat kebajikan, mengikuti petunjuk, memerintahkan kebaikan, dan mencegah kemungkaran, agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

2. M. Natsir: dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat manusia konsepsi islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, dan yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar dengan berbagai macam cara dan media yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara.

1

Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekontruksi Pemikiran Dakwah

Harakah (Jakarta: Penamadani, 2008), Cet. ke-2, h. 144.

2

Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam (Jakarta: Amzah, 2008), Cet. ke-1, h. 5-7.


(22)

3. Toha Yahya Omar: dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, yaitu keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

4. A. Hasjmy: dakwah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan akidah dan syariah Islam yang terlebih dahulu diyakini dan diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.

5. Abubakar Aceh: dakwah yang berasal dari da’a, berarti perintah mengadakan seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan sahita yang baik, tetapi tidak keluar daripada tujuan mengajak manusia hidup sepanjang agama dan hukum Allah.

6. Endang Saifuddin Anshari: dakwah adalah segala aktivitas dan usaha yang mengubah satu situasi kepada situasi yang lebih baik menurut ajaran Islam. Tetapi juga berupa usaha-usaha menyerukan ajaran Islam. Tetapi juga berupa usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat tentang konsepsi Islam, pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar

ma’ruf dan nahi munkar, dengan berbagai media dan cara yang diperbolehkan dan membimbing pengalamannya dalam kehidupan perorangan, kehidupan rumah tangga, perikehidupan masyarakat kehidupan negara.

7. Amrullah Ahmad: secara makro, pada hakekatnya dakwah islam merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang


(23)

dilaksanakan secara teratur, mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka menusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.

Dari beberapa definisi diatas dakwah berarti mengajak, menyeru, memanggil umat manusia untuk menuju jalan Allah dengan melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan cara-cara yang bijaksana melalui media dakwah agar tercapainya tujuan dakwah tersebut.

2) Subyek dan Obyek Dakwah

Yang menjadi subyek dakwah yaitu mereka yang melaksanakan tugas dakwah. Mereka biasanya dikenal dengan ulama, muballigh, dan da'i. Khusus mereka yang perempuan biasa dipanggil mubalighoh dan daiyah. Pelaksana tugas dakwah ini bisa perorangan atau kelompok. Pada pokoknya, yang dimaksud subyek di sini adalah seorang yang mempunyai nilai keteladanan yang baik atau uswatun hasanah dalam segala hal, baik lisan, iman dan amal perbuatan.3

Sedangkan yang menjadi obyek dakwah atau mad'u atau sasaran dakwah, adalah mereka yang diseru, dipanggil, atau diundang. Maksudnya ialah orang yang diajak ke dalam Islam sebagai penerima dakwah.4

3) Tugas dan Fungsi Dakwah

Menurud Sayyid Quthud tugas dan fungsi dakwah setidaknya ada tiga macam, yaitu:5

3

Rafiudin, S.Ag., Drs. Maman Abdul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997), Cet. Ke-1, hal. 47.

4

Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia


(24)

1. Menyampaikan kebenaran Islam (al-tabligh wa al-bayan)

Tugas menyampaikan kebenaran dinamakan tabligh, secara harfiah kata tablîgh, iblâgh, atau balâgh berarti al-îshâl, menyampaika sesuatu kepada pihak lain. Balâgh dapat pula bearti sesuatu (materi atau pesan) yang disampaikan juru penerang (mubaligh) baik dari al-Quran dan as-sunah maupun dari dirinya sendiri. Jadi menurut Qurhub tabligh menyampaikan dan menyeru manusia kepada kebenaran agama, terutama kebenaran aqidah tauhid.

2. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar

Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan keharusan agama dan tuntutan iman. Amar ma’ruf merupakan bagian penting dalam dakwah, merupakan kewajiban kaum muslim baik sebagai individu maupun umat, sekaligus menjadi cirri dan karakternya yang menonjol yang membedakan antara masyarakat Islam dengan masyarakat lain.

Dalam tugas ini al-Quran menjelaskan:

























































“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah….” (QS. Ali Imran : 110)

5

Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub: Rekonstruksi Pemikiran Dakwah


(25)

Dalam ayat ini, sebagai umat terbaik Islam diwajibkan atas tiga hal. Pertama, amar ma’ruf yaitu menyeru kepada kebaikan. Kedua, nahi munkar yaitu mencegah manusia dari kemungkaran (sesuatu yang buruk) yang dipandang oleh agama dan akal. Ketiga, beriman kepada Allah, ini merupakan dasar dari tugas sebelumnya. 3. Perang Suci (Jihad Fi Sabilillah)

Perang suci (jihad fi sabilillah, yang selanjutnya disebut jihad) merupakan suatu kewajiban atau tugas penting dalam Islam. Jihad beasal dari kata al-juhud, berarti kemampuan , kesanggupan, kesulitan, atau yang mendekatinya. Jihad bisa dipahami sebagai usaha yang sungguh-sungguh, dengan mengeluarkan segala kemampuan yang dimiliki di wakru perang, atau diwaktu damai, dengan lisan atau dengan apa saja demi meninggikan kalimat Allah dan memuliakan agama-Nya.

4) Metode Berdakwah

Untuk metode berdakwah, Allah SWT telah mengajarkan kita dalam firmannya:

























































“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik....” (QS. An Nahl: 125)


(26)

Dari ayat tersebut dapat difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga prinsip umum metode dakwah yaitu ; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah, dan metode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama‟ terhadap tiga prinsip metode tersebut antara lain :

a. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.

b. Metode mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan fahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati.

c. Metode mujadalah dengan sebaik-baiknya menurut Imam Ghazali dalam kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya, tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran.6

Begitulah kiranya metode dakwah yang telah dijelaskan dalam al-Quran. Di samping firman Allah tersebut, Rasulullah SAW juga menjelaskan metode-metode berdakwah dalam sabdanya:

6

Sudirman, Merode Dakwah: Solusi untuk Menhadapi Problematika Dakwah Massa Kini, artikel diakses pada 06 Maei 2011 pukul 08:15 PM dari http://www.uinsuska.info/dakwah/


(27)

“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya, jika tidakmampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [ H.R. Muslim ].

Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode yaitu ;

a. Metode dengan tangan (bil-yadd), tangan di sini bisa dipahami secara tekstual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang dihadapi, tetapi juga tangan bisa dipahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.

b. Metode dakwah dengan lisan (bil-lisan), maksudnya dengan kata-kata yang lemah lembut, yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.

c. Metode dakwah dengan hati (bil-qolbi), yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan, mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan membenci da’i atau muballigh, maka hati da’i tetap sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya mendapatkan hidayah dari Allah SWT.


(28)

5) Media Dakwah

Secara harfiah media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari “medium” yang berarti perantara atau saluran. Media dakwah berarti perantara atau saluran yang digunakan da’i dalam kegiatan dakwah agar sampai kepada mad’unya dengan efektif. Dalam kegiatan dakwah, banyak sekali media yang bisa digunakan. Baik secara lisan (tabligh, pidato, ceramah) maupun tulisan (buku, jurnal, majalah).

Akan tetapi di era kemajuan teknologi, berdakwah tidak akan efektif jika menggunakan metode lama seperti berceramah. Saat ini seorang da’i atau organisasi Islam harus bisa memanfaatkan teknologi informasi komunikasi sebagai media dakwah, seperti radio, televisi, bahkan internet.

Pada jaman sekarang televisi diyakini sebagai media yang lebih efektif dibanding media lain untuk berdakwah. Hampir di setiap rumah memiliki televisi, pasalnya masyarakat khususnya di Indonesia merupakan pengomsumsi berat televisi. Disamping itu televisi yang bercirikan audio-visual akan memberikan kesan yang menarik. Oleh karena itu sudah selayaknya bagi juru dakwah bisa memanfaatkan media ini untuk kesuksesan berdakwah.


(29)

B. Sekilas Tentang Televisi dan Televisi Komunitas 1. Pengertian Televisi

Televisi secara etimologis berasal dari kata “tele” yang artinya jauh dan “vision” yang berarti penglihatan. Segi jauhnya diusahakan oleh prinsip radio dan penglihatannya oleh gambar7. Dengan demikian televisi yang dalam bahasa Inggrisnya television diartikan dengan melihat jauh. Melihat jauh disini yaitu dengan gambar dan suara yang diproduksi di suatu tempat (studio televisi) dan dapat dilihat dari tempat “lain” melalui sebuah perangkat penerima (televisi set).8

Kata "televisi" merupakan gabungan dari kata tele (jauh) dari bahasa Yunani dan visio ("penglihatan") dari bahasa Latin. Sehingga televisi dapat diartikan sebagai telekomunikasi yang dapat dilihat dari jarak jauh.9

Menurut Skornis dalam bukunya Television and Society: An Incuest and Agenda (1985), dibandingkan dengan media massa lainnya (radio surat kabar, majalah, buku dan sebagainya), televisi tampaknya mempunyai sifat istimewa. Ia merupakan gabungan dari media dengar dan gambar bisa bersifat informatif, hiburan maupun pendidikan, bahkan gabungan dari ketiga unsur diatas.10

Televisi adalah media yang mampu mempersatukan gambar dan bahasa. Secara keseluruhan, bahasa yang ada dalam materi acara terdiri

7

Lathief Rosyidi, Dasar-Dasar Retorika Komunikasi dan Informasi (Medan: Firma Rimbow, 1989), Cet. ke-2, h. 221.

8

Sunandar, Telaah Format Keagamaan di Televisi, Studi Deskriptif Analisis TPI, Tesis, (Yogyakarta: 1998)

9 “Televisi” data ini diakses p

ada tanggal 24 April 2011 pukul 08:23 PM dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Televisi

10

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah analisis isi media televisi (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1996), Cet. ke-1, h. 5.


(30)

dari bahasa asing, bahasa sehari-hari dan bahasa Indonesia. Ini tampak dalam film asing maupun lokal, sinetron, musik, serta iklan.11

Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel atau ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektronik dan mengkonversinya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suaranya dapat didengar.12

2. Sejarah Televisi

Kemajuan dan perkembangan televisi tidak lepas dari teleskop (telescope) oleh Galilei pada tahun 1608. Teropong atau alat pengelihat jauh pada waktu itu dianggap sebagai penemuan yang mempunyai arti penting bagi komunikasi jarak jauh dengan menggunakan isyarat-isyarat. Sesudah tahun 1800 yakni ditemukannya elemen-galvanik yang memungkinkan dibangkitkannya aliran listrik, maka cara-cara baru untuk berkomunikasi jarak jauh dapat dikembangkan.13

Ada Tahun 1835 sorang Amerika bernama S. Morse menemukan

telegraph (tele berarti jauh, graphein berarti menggambar atau menulis) yang memungkinkan pengiriman dan perekaman isyarat-isyarat dalam jarak jauh. Setelah ditemukannya alat komunikasi jarak jauh ini yang berupa garis dan titik, para cendikiawan mempunyai pemikiran yang lebih jauh, bahwa akan lebih baik jika komunikasi jarak jauh tersebut tidak berbentuk garis dan titik melainkan suara manusia. Maka pada tahun1875

11

Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah analisis isi media televisi, h. 83. 12 “Pengertian Televisi” data ini diakses pada

28 April 2011 pukul 1:33 PM dari

http://www.definisionline.com/2010/10/pengertian-televisi.html.

13

Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek (Bandung: Mandar Maju, 1993), Cet. Ke-2, hal. 31.


(31)

lahirlah telephone (tele berarti jauh, phone berarti suara) yang ditemukan oleh Alexander Graham Bell.14

Awal dari televisi tentu tidak bisa dipisahkan dari penemuan dasar, yaitu hukum Gelombang Elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry dan Michael Faraday (1831) yang merupakan awal dari era

komunikasi elektronik.

George Carey (1876) menciptakan Selenium Camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang listrik. Belakangan, Eugen Goldstein menyebut tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu dinamakan sebagai Sinar Katoda.15

Peletakan dasar utama teknologi pertelevisian dimulai tahun 1884, ketika insinyur Jerman bernama Paul Nipkow mampu menciptakan mekanisme televisi dengan benar untuk pertama kali. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Nipkow disk atau Nipkow Sheibe.16

Dari penemuan Nipkow itulah para ahli komunikasi dan elektronik terus melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas siaran televisi. Televisi pernah dikenalkan kepada umum pada tahun 1930-an baik di Amerika, Inggris, dan Rusia. Tahun 1939 di New York Amerika Serikat dilangsungkan World’s Fair khalayak sudah dapat menikmatinya, akan

14

Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek, h. 32. 15

“Sejarah Penemuan dan Inovasi Televisi” data ini diakses pada 28 April 2011 pukul 9:06 PM. dari http://duniatv.blogspot.com/2008/02/sejarah-televisi.html

16

Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi (Bandung: PT. REMAJA ROSDA KARYA, 2005), Cet. Ke-2, hal. 4.


(32)

tetapi terhenti karena perang dunia kedua. Setelah usai perang dunia kedua siaran televisi kembali dimunculkan.17

Pertelevisian di Amerika berkembang sangat cepat, bukan saja dari kuantitas stasiun penyiaran dan pesawat-pesawat penerima, tetapi dari kualitas televisi hitam putih jadi berwarna dan penemuan-penemuan barus seperti satelit komunikasi, tv kabel, perekam pita video, perekam kaset video, dll.

Puncak kemajuan itu pada 21 Juli 1969 ketika Amerika mampu menyiarkan secara langsung manusia yang mendarat di bulan yaitu Neil Amstrong dan Adrlin dengan menggunakan pesawat Apollo yang bisa disaksikan oleh seluruh dunia.18

Kemajuan-kemajuan televisi tidak hanya di monopoli oleh Amerika, tetapi juga oleh negara-negara lain tidak tinggal diam baik di Eropa dan Asia berusaha untuk mengadakan siaran televisi begitupun dengan Indonesia.

3. Sejarah Televisi di Indonesia

Televisi di Indonesia hadir pada tahun 1962, bertepatan dengan diselenggarakannya ASIAN GAMES di gelanggang oleah raga senayan. sejak itu pula Televisi Republik Indonesia (TVRI) dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) hingga sekaran. Hari pertama menyiarakan Pesta Olah Raga se-Asia IV itu, tepatnya tanggal 24 Agustus, diperingati sebagai hari jadi Televisi Republik Indonesia.19

17

Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek (Bandung: Mandar Maju, 1993), Cet. Ke-2, hal. 36-37.

18

Onong Uchjana Effendy, Televisi Siaran Teori dan Praktek,h. 37. 19


(33)

Setidaknya ada tiga pemikiran dasar berdirinya TVRI yang ditulis oleh Paul Kitley dan dikutip oleh Erica dan Iqbal dalam bukunya (2006). Pertama, secara politis diperkirakan akan menguntungkan pemerintah dalam kampanye pemilu pertama 1955. Kedua, dapat menempa persatuan nasional lewat pendidikan. Ketiga, momen Asian Games, di mana dengan adanya stasiun televisi, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai bangsa yang modern, berkembang cepat, dan canggih dalam perkara teknologi.20

Karena kelahirannya yang prematur, pertumbuhan TV di Indonesia tidak sebaik di Barat. Benar bahwa selama dua pekan Asian Games TVRI punya bahan liputan langsung dari berbagai lapangan olah raga untuk disiarkan. Namun, setelah itu yang tersisa hanya pola teknik sehingga antara 12 hingga 18 September 1962, siaran terpaksa diistirahatkan karena TVRI tidak punya program yang jelas untuk disiarkan. Ketika diudarakan lagi, untuk masa cukup lama siaran hanya dapat dilaksanakan tidak lebih dari 30 menit sehari.21

Untuk menyikapi masalah itu, baru kemudian pada tanggal 20 Oktober 1963 – lebih setahun setelah siaran pertama – kehadiran TVRI diatur melalui Keppres No. 215 tahun 1963 yang antara lain menetapkan statusnya sebagai suatu yayasan, yaitu Yayasan Televisi Republik Indonesia (disingkat TVRI). Hanya saja, palaksanaannya tidak lagi murni.

20

Kutipan dari: Paul Kitley, Kontruksi Budaya Bangsa di Layar Kaca, Jakarta, ISAI, 2001, hlm 25-26 dan 33.

21

Idi Subandi Ibrahim dan Deddy Mulyana, ed., Bercinta Dengan Televisi: Televisi di

Indonesia dan Pengaturannya (Bandung: PT. REMAAJA ROSDA KARYA, 1997),Cet. Pertama,


(34)

Dulu berdasarkan Keppres No. 215/1963, TVRI berada langsung di bawah presiden. Kini ia lebih banyak diatur Departemen Penerangan (Deppen).22 Pada tanggal 1 April 1981 TVRI tidak menyiarkan iklan. Hal ini dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru guna menghindari konsumerisme masyarakat di Indonesia.

Sejalan dengan perkembangannya, maka pada tanggal 16 Agustus 1976 TVRI resmi menggunakan Satelit Palapa untuk telekomunikasi dan siaran televisi, sehingga jangkauan siaran dan daya pancarnya lebih luas hampir seluruh pelosok Nusantara.

Perkembangan pertelevisian di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat setelah pada tahun 1989 pemerintah Indonesia secara resmi melakukan terobosan dengan memberi izin pendidikan stasiun yang bersifat komersial yang ditandai dengan berdirinya stasiun televisi swasta pertama yaitu RCTI yang secara resmi beroperasi pada tahun 1990 kemudian disusul oleh stasiun televisi swasta lainnya SCTV, TPI yang mengudara tahun 1991, ANTV mulai tahun 1993, INDOSIAR 1995, awal tahun 2000- an Metro TV, Trans TV, TV 7, Lativi dan TV Global.

Gagasan untuk membuatan stasiun televisi swasta sebenarnya sudah ada sejak 1975, tetapi hal ini bisa diredam hingga tahun 1987 karena ada masalah yang membuat hal ini harus terjadi, yaitu belum adanya undang-undang penyiaran. Lahirnya televisi swasta merupakan manifestasi dari Kepmenpen No. 111 tahun 1990 yang terbentuk berdasarkan Keppres

22


(35)

No. 215 tahun 1963 yang menyatakan “dalam batas-batas tertentu TVRI dapat menunjuk pihak lain (swasta/masyarakat) menjadi pelaksana siaran TV melalui hubungan kerjasama yang diatur dalam perjanjian tertulis”. Stasiun televisi siaran swasta itu antara lain adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang mulai dioperasikan pada bulan April 1989 dan menjadi stasiun swasta pertama di Indonesia yang dimiliki oleh Bambang Triatmojo. RCTI diresmikan pada tanggal 24 Agustus 1989 tepat pada hari lahirnya TVRI ke-28, dan RCTI di Bandung baru dioperasikan 1 Mei 1991.

Kemudian disusul oleh Surabaya Centra Televisi (SCTV) yang mulai dioperasikan pada bulan Agustus 1989 yang memiliki cabang di Denpasar, Bali. Selain itu ada Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang dikelolah oleh PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI) dipimpin oleh Ny. Siti Hardianti Indra Rukmana yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 23 Januari 1991 bertempat di studio 12 TVRI Senayan, Jakarta. Walaupun TPI berstatus swasta, tetapi penyiarannya untuk sementara bekerjasama dengan TVRI.

Pada tahun 1992, buletin intern TVRI “Lensa” nomor 10 tahun 1992 memuat berita tentang perkembangan televisi di Indonesia. Dalam waktu dekat ini enam stasiun TV swasta siap beroperasi, satu diantaranya ialah Indosiar Visual Mandiri (IVM) yang berjangkau siaran secara nasional beroperasi di Darmogot, Jakarta.

Dan lima stasiun TV lainnya berjangkau siaran secara lokal adalah Ramako Indo Televisi Batam (RITB) di Pulau Batam, Cakrawa Bumi


(36)

Sriwijaya Televisi (CBST) di Palembang, Cakrawala Andalas Televisi (CAT) di Lampung, Sanitya Mandarata Televisi (SMT) di Yogyakarta dan Merdeka Citra Televisi Indonesia (MCTI) di semarang. Pada millenium ketiga, menyusul televisi swasta lainnya di Jakarta, yaitu: ANTV, Metro TV. Trans TV, TV 7 (sekarang Tans7), Lativi, Global TV, O Chenel, dan TVG.

Di sejumlah negara berkembang seperti di Asia Tenggara, media melakukan perannya yang dilukiskan sebagai “agen pembangunan”.23 Di Indonesia misalnya, pemerintah melihat media sebagai sumber daya yang kritis untuk membantu dalam mengkomunikasikan pendidikan dan informasi vital mengenai isu mendasar seperti kesehatan, perairan, pengendalian kelahiran pada kurang lebih 200 juta jiwa penduduk bangsa ini yang tinggal di lebih dari 13.000 pulau. Media diharapkan bisa membantu pemerintah dalam tugasnya mempersatukan, membangun dan membentuk jiwa nasionalisme masyarakat.

4. Fungsi Televisi

Dari sekian banyak media komunikasi massa seperti surat kabar, radio, televisi dan internet tidak hanya berfungsi sebagai sarana informasi, menurut Onong Uchajana yang menjabarkan fungsi media sebagai berikut:24

a. Menyiarkan Informasi (to inform)

Menyiarkan informasi adalah fungsi media massa yang pertama dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat

23

Jim Macnamara, Strategi Jitu Menaklukkan Media (Jakarta: Mitra Media, 1999), Cet. Ke-1, hal. 9-10.


(37)

kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini: mengenai peristiwa yang terjadi di masyarakat dan dunia, menunjukkan hubungan kekuasaan, dan memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemajuan.

Di Eropa informasi biasanya dijelaskan pada abad ke-17 dan ke-18 sebagai kecerdasan, pendidikan sebagai pelajaran, dan hiburan sebagai rekreasi, penumbuh waktu atau kesenangan.25 Dalam wacana komunikasi politik, informasi merupakan gradasi komunikasi yang berarti penyampaian fakta kepada komunikan.

b. Mendidik (to educate)

Fungsi kedua dari media massa ialah mendidik. Sebagai sarana pendidikan massa (mass education), surat kabar memuat tulisan-tulisan atau tayangan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi medidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita, dapat juga secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana.

Pada fungsi ini diharapkan media dapat memberikan kontribusi dalam mencerdaskan masyarakat. Saat ini sedang ramai program

media literacy atau program melek media yang dilakukan oleh negara-negara yang sudah maju dan beberapa negara berkembang. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya akulturasi negatif melalui media massa.

25

Asa Briggs dan Peter Burke, SEJARAH SOSIAL MEDIA; Dari Gutenberg Sampai


(38)

c. Menghibur (to entertaint)

Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat media massa untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Televisi biasa menayangkan film-film kartoon dan film-film yang bersifat heroik serta acara-acara yang sifatnya tidak membutuhkan konsentrasi dalam menikmati acara tersebut. Menurut Wright, pada fungsi ini media sebagai alat menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana rekreasi serta alat untuk meredakan ketegangan sosial.

Sedangkan menurut McQuail fungsi menghibur pada media sebagai: melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan, bersantai, mendapatkan kenikmatan jiwa dan estetis, mengisi waktu, dan lainnya.26

Televisi sebagai hiburan secara emplisit juga merupakan ancaman bagi pemirsa yang menontonnya. Karena banyak sekali tayangan-tayangan media yang secara etika dan moral sangat bertentangan dengan kultur di Indonesia. Hal ini sebagaimana pernah disinggung Drs. Redi Panuju dalam bukunya ”Komunikasi Organisasi.”27

Maksud pembuatan isi yang mengandung hiburan, semata-mata untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangkan berita dan artikel yang berat dan menguras pikiran.

26

Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar (Jakarta: Erlangga, 2005), Cet. Ke-2, hal. 72.

27

Redi Panuju, Komunikasi Organisasi (Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), Cet. Pertama, hal. 131-132.


(39)

d. Mempengaruhi (to influence)

Fungsinya yang keempat yakni, mempengaruhi. Yang menyebabkan media massa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat pada berita, sedang secara eksplisit terdapat pada tajuk rencana, artikel, dan opini yang dapat mengkonstruk pikiran masyarakat lewat permainan bahasa dan tayangan di TV. Fungsi mempengaruhi untuk bidang perniagaan terdapat pada iklan-iklan yang dipesan oleh perusahaan-perusahaan.

Memang media massa merupakan alat yang paling efektif untuk menyebarkan pengaruh. Dalam ranah politik misalnya, seringkali para elit polotik menyebarkan jargon-jargon dan memperkenalkan calon mereka kepada masyarakat saat melaksanakan pesta demokrasi (pemilu). Mereka melakuan sublimated message dan mempengaruhi masyarakat agar mereka mau memilih kandidat calon dari pihak mereka.

Dari fungsi-fungsi tersebut, maka banyak sekali program-program yang mewarnai acara media, khususnya TV. Mungkin para pemirsa yang menonton bisa bingung karena selain banyaknya program acara yang ditawarkan televisi, ditambah lagi dengan banyaknya stasiun TV yang ada. Lebih lanjut, ada yang berpendapat bahwa fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar dan Radio), yakni memberi informasi, mendidik, menghibur, dan membujuk. Fungsi Televisi di antaranya yaitu sebagai berikut


(40)

1. Proses penyerapan informasi

Tayangan televisi dapat dijadikan sumber belajar. Masyarakat dapat memilih dan menilai informasi apa yang tepat dan cocok bagi dirinya.

2. Sumber sosialisasi

Televisi bisa jadi suatu “Symbolic environment”, karena Televisi

memiliki pengaruh kuat sebagai sumber sosialisasi. 3. Pembentuk citra

Kemampuan Televisi dapat menampilkan gambar dengan jelas dan berulang-ulang baik berupa budaya, nilai gaya, dan norma tertentu sehingga dapat membentuk citra bagi penontonnya.28

5. Program Televisi

Menurut kamus WJS Purwodarminto, pengertian program adalah acara, sementara kamus Webster International volume 2 lebih merinci lagi, yakni: program adalah suatu jadwal (schedule) atau perencanaan untuk ditindaklanjuti dengan penyusunan “butir” siaran yang berlangsung sepanjang siaran itu berada di udara.29

Secara teknis penyiaran televisi, program televisi (television programming) diartikan sebagai penjadwalan atau perencanaan siaran televisi dari hari ke hari (horizontal programming) dan dari jam ke jam (vertical programming) setiap harinya.

28

Jurnal TEKNODIK, Pendidikan dan Informasi Pendidikan Departemen Pendidikan

Nasional, 2001, No. 9/V/TEKNODIK/ Oktober 2001, hal. 28.

29

RM. Soenarto, Programa Televisi Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran (Jakarta: FFTV-IKJ Press, 2007), Cet. I, h. 1


(41)

Untuk menyusun program siaran diperlukan sistem pemrograman siaran. Dengan sistem itu diharapkan acara-acara yang hadir di layar televisi dapat membuat asik penonton, dapat disenangi penonton, bahkan bisa menjadi panutan penonton.

Di Indonesia, program siaran akan mengisi siarannya sepanjang rata-rata 18 sampai 24 jam setiap harinya. Sedangkan program siaran terdiri dari berbagai macam produksi siaran pendukung program. Produksi itu bisa dibuat sendiri oleh stasiun televisi bersangkutan (in house production) atau dibeli/disewa dari luar, seperti production house atau distributor film asing. Karena itu programmer harus terlebih dahulu merencanakan pola siaran. Dari pola siaran ini dapat diketahui dan ditentukan jenis-jenis programnya: program untuk anak-anak, program untuk dewasa, program berita, program musik, program ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

a. Ragam Program Televisi

Pada program televisi ada berbagai ragam program siaran televisi, yaitu sebagai berikut:

Program siaran pagi hari. Untuk program siaran pagi hari, kita perlu memperhatikan apa saja kegiatan orang-orang pada pagi hari. Menurut data yang ada, pada pagi hari antara pukul 06.00-09.00 WIB, diperlukan acara-acara untuk kalangan menengah ke bawah. Artinya, penontonnya adalah para pekerja, petani, praktisi, atau kaum ibu yang memerlukan informasi belanja. Karena itu, format acaranya dapat bersifat informal, religi, kesehatan, atau program hiburan ringan yang menyenangkan.


(42)

Program siaran tengah hari. Program tengah hari sangat cocok untuk acara pemberitaan dan keagamaan. Alasannya: pemberitaan ditunggu pemirsa karena mereka ingin tahu berbagai peristiwa sampai tengah hari.

Program siaran sore hari. Program berita dapat dimunculkan lagi pada sore hari, disamping acara-acara pendidikan informal dalam format kuis, selain sinetron serial, dan acara olahraga.

Program siaran malam hari. Program acara malam hari dapat dikonsentrasikan pada acara-acara yang di-time-kan. Waktu time di Indonesia antara pukul 19.00 sampai 21.00 WIB. Program prime-time ini bisa variatif. Bisa berisi sinetron cerita, film cerita, atau variety show.

Program acara siaran larut malam. Program acara larut malam dapat diisi dengan acara-acara yang tenang dan sasarannya penonton usia dewasa, tengah baya, dan manusia lanjut usia (manula).

Program siaran berita. Penamaan program yang didasarkan isinya, antara lain adalah program siaran berita. Ciri-ciri program siaran berita adalah: aktual, disusun menurut kaidah jurnalistik, beritanya disampaikan berimbang, dan disiarkan dalam kesempatan pertama.

Program siaran infotainment. Program siaran infotainment (dari: infotainment – gabungan antara „information’ dan „entertainment’) termasuk program siaran format baru yang berisi informasi promosi dagang dunia hiburan, yang dibuat sangat ringan, menghibur, dan menarik.


(43)

Program siaran drama. Program siaran drama berisi cerita fiksi. Sinetron drama dapat ditempatkan pada pagi hari, sore hari, atau malam hari – tergantung pada tema cerita untuk sasaran siapa.

Program siaran nondramatik. Acara nondramatik merupakan bentuk acara yang tidak disertai bumbu cerita. Acara nondramatik diolah seperti apa adanya. Acara nondramatik dapat ditempatkan pada pagi atau sore hari.

Program siaran olahraga. Program siaran olahraga terdiri dari format, yaitu: pertandingan olahraga langsung, komentar olahraga, instruksional cabang olahraga, dan olahraga yang bersifat hiburan. Penempatan acara olahraga sangat cocok untuk sore hari.

Program siaran musik atau klips video. Program siaran musik adalah salah satu acara yang luwes dan fleksibel. Dapat ditempatkan di mana saja. Bisa pagi, sore, bisa pula malam hari.

Program reality show. Dalam acara ini mengharapkan pengungkapan perasaan nyata seseorang, yang tidak dibuat-buat dalam menghadapi suatu peristiwa.

Program siaran penunjang atau filler. Program siaran penunjang atau filler ditempatkan sebagai program pengisi waktu. Program ini sengaja diplot untuk menjelang acara yang ditunggu-tunggu. Program filler berdurasi pendek, antara 30 detik sampai satu-dua menit. Biasanya berupa sebuah lagu atau iklan layanan masyarakat.

Program siaran film cerita. Yang dimaksud film cerita adalah film yang dibuat untuk diputar di gedung bioskop. Pemutaran film cerita yang kemudian disiarkan televisi banyak disenangi penonton, meskipun


(44)

ceritanya sudah pernah dilihat di bioskop. Jadwal penempatan film cerita bisa dilakukan agak menjelang larut malam, namun bisa juga pada tengah hari atau siang untuk segmentasi penonton tertentu.

Prime-time. Adalah waktu terbaik untuk menyuguhkan program siaran yang top, mengingat waktu tersebut ditonton oleh sebagian besar penonton. Menurut hasil survey, waktu prime-time di Indonesia adalah antara pukul 19.00 sampai 21.00 WIB. Pada jam-jam tersebut setiap keluarga biasanya berkumpul dan menonton acara televisi.

Program akhir pekan. Isi program weekend dipilihkan program-program ringan dan menghibur.

b. Produksi Program Televisi

Produksi Program Merencanakan sebuah produksi program televisi, seorang produser professional akan dihadapkan pada lima hal sekaligus yang memerlukan pemikiran mendalam, yaitu materi produksi, sarana produksi (equipment), biaya produksi (financial), organisasi pelaksana produksi, dan tahapan pelaksanaan produksi.30

Berpikir tentang produksi program televisi bagi seorang produser professional, berarti mengembangkan gagasan bagaimana materi produksi itu, selain menghibur, dapat menjadi suatu sajian yang bernilai, dan memiliki makna.

Produksi yang bernilai atau berbobot hanya dapat diciptakan oleh seorang produser yang memiliki visi. Namun, apakah visi itu tumbuh dari suatu acuan mendalam yang bermuara pada orientasi, ideology, religi, dan

30

Fred Wibowo, Teknik Produksi Program Televisi (Yogyakarta: Pinus Book Publisher, 2007), cet. I, h. 23.


(45)

pemikiran-pemikiran kritis atas sarana yang dipakai untuk menampilkan materi produksi. Atau, visi itu sekedar mengikuti arus yang mengalir.

Bertolak dari dorongan kreativitas, seorang produser yang menghadapi materi produksi akan membuat seleksi. Dalam seleksi ini intelektualitas dan spiritualitas secara kritis menentukan materi mana yang diperlukan dan mana yang tidak. Kemudian akan lahir ide atau gagasan. Dilengkapi dengan materi atau bahan lain yang menunjang ide ini, akan tercipta konsep berupa naskah untuk produksi. Naskah ini merupakan bahan dasar yang perlu dipirkan oleh seorang produser ketika ia akan mulai berproduksi.

1. Materi Produksi

Bagi seorang produser, materi produksi dapat berupa apa saja. Kejadian, pengalaman, hasil karya, benda, binatang, dan manusia merupakan bahan yang dapat diolah menjadi produksi yang bermutu.

Suatu kejadian yang istimewa biasanya merupakan materi produksi yang baik untuk program-program dokumenter atau sinetron. Tentu saja kejadian itu masih harus dilengkapi dengan latar belakang kejadian dan hal-hal lain yang perlu untuk menjadikan program itu sebuah program yang utuh. Untuk itu, masih diperlukan riset yang lebih mendalam agar semua data yang bersangkut-paut dengan materi hasil produksi itu lengkap.

Dari hasil riset materi produksi, muncul gagasan atau ide yang kemudian akan diubah menjadi tema untuk program dokumenter atau sinetron (film televisi). Mungkin juga gagasan itu langsung menjadi


(46)

konsep program. Tema ataupun konsep program kemudian diwujudkan menjadi treatment. Treatment adalah langkah pelaksanaan perwujudan gagasan menjadi program. Oleh karena itu, treatment untuk setiap format program berbeda-beda.

Dari treatment akan diciptakan naskah (script) atau langsung dilaksanakan produksi program. Bobot atau muatan sebuah program sebetulnya sudah tampak ketika gagasan diwujudkan menjadi treatment. Dari sinilah penyempurnaan konsep program dapat dilaksanakan sehingga menghasilkan naskah atau program yang baik.

2. Sarana Produksi

Sarana produksi adalah sarana yang menjadi penunjang terwujudnya ide menjadi konkret, yaitu hasil produksi. Tentu saja diperlukan kualitas alat standar yang mampu menghasilkan gambar dan suara secara bagus.

Ada tiga unit pokok peralatan yang diperlukan sebagai alat produksi, yaitu unit peralatan perekam gambar, unit peralatan perekam suara, dan unit peralatan pencahayaan. Kualitas standar dari ketiga unit peralatan ini menjadi pertimbangan utama seorang produser ketika ia mulai dalam perencanaan produksinya. Selebihnya berfungsi sebagai peralatan penunjang produksi. Seperti alat transportasi untuk produksi luar studio dan unit studio dengan dekorasi untuk produksi dalam studio.

1. Biaya Produksi

Tidak terlalu sederhana merencanakan biaya untuk suatu program produksi. Dalam hal ini, seorang produser dapat memikirkan sampai


(47)

sejauh mana produksi itu kiranya akan memperoleh dukungan financial dari suatu pusat produksi atau stasiun televisi. Oleh karena itu, perencanaan budget atau biaya produksi dapat didasarkan pada dua kemungkinan, yaitu:

a. Financial Oriented

Perencanaan biaya produksi yang didasarkan pada kemungkinan keuangan yang ada. Kalau keuangan terbatas berarti tuntutan-tuntutan tertentu untuk kebutuhan produksi harus pula dibatasi. Misalnya: tidak menggunakan artis yang pembayarannya mahal, menggunakan lokasi shooting yang tidak terlalu jauh, konsumsi yang tidak terlalu mewah. Segala sesuatunya didasari atas kemungkinan keuangan.

b. Quality Oriented

Perencanaan biaya produksi yang didasarkan atas tuntutan kualitas hasil produksi yang maksimal. Dalam hal ini, tidak ada masalah keuangan. Produksi dengan orientasi badget semacam ini biasanya produksi prestige. Produksi yang diharapkan mendatangkan keuntungan besar, baik dari segi nama maupun financial. Untuk menghasilkan kualitas yang paling tinggi dari produksi itu, produser boleh melibatkan semua orang nomor satu dibidangnya.

Menentukan biaya produksi suatu program televisi dengan video bagi produser atau manager siapa pun merupakan hal yang rumit. Banyak faktor tidak terduga yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Oleh karena itu, membuat perencanaan anggaran produksi seolah-olah mengharuskan mata dan pikiran kita melihat hal-hal tersembunyi atau yang sekiranya tidak


(48)

ketahuan dan yang mungkin memerlukan biaya. Estimasi biaya yang tertera dalam rencana anggaran, paling tidak dapat membuat batasan-batasan yang baik ketika pelaksanaan produksi dan mencegah pemborosan. Bagaimanapun tidak ada produksi yang ingin menderita kerugian dan menjadi macet karena kekeliruan dalam melaksanakan rencana anggaran atau membuat estimasi biaya.

2. Organisasi Pelaksanaan Produksi

Suatu produksi program televisi melibatkan banyak orang, misalnya para artis, crew, dan fungsionaris lembaga penyelenggara, polisi, aparat setempat dimana lokasi shooting dilaksanakan, dan pejabat yang bersangkut-paut dengan masalah perijinan. Supaya pelaksanaan shooting dapat berjalan lancar, produser harus memikirkan juga penyusunan organisasi pelaksana produksi yang serapi-rapinya. Dalam hal ini, produser dapat dibantu oleh asisten produser atau sering disebut produser pelaksana atau production manager. Ia mendampingi sutradara dalam mengendalikan organisasi.

Produser pelaksana membawahi bendahara dan kasir yang mengatur keuangan dan membayar kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan. Sementara itu, sekretariat mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan surat menyurat, kontrak, dan perijinan. Tanggungjawab untuk pelaksanaan dari organisasi yang bersifat lapangan ini dipikul oleh bagian yang disebut unit manager. Bagian ini menanggung tugas dari dua sisi sekaligus; sisi organisasi dan sisi artistik. Bidang yang langsung di bawah koordinasi pelaksana unit manager, misalnya perijinan, transportasi, konsumsi, dan


(49)

akomodasi. Lokasi, setting/dekorasi, property (perlengkapan), kostum dan make-up, pelaksanaan lapangan berada dalam koordinasi unit manager, tetapi segi artistik sepenuhnya di bawah tanggungjawab art designer atau art director.

Sutradara dibantu sepenuhnyaoleh art designer dan director of photography (kamerawan). Sementara kamerawan membawahi bagian pencahayaan (lighting) dan suara (sound). Sutradara adalah penanggungjawab penuh suatu produksi.

Pelaksanaan produksi untuk produksi program televisi di studio memiliki nama yang berbeda pula. Sutradara disebut pengarah program atau program director (PD). Fungsi dan tugasnya mirip denga sutradara. Hanya ia bekerja di belakang meja kontrol di ruang kontrol. Asisten sutradara disebut Floor Director (FD) tugasnya membantu sutradara mengarahkan pemain dan crew di dalam studio rekaman gambar. Pembantu pengarah program yang lain adalah switcher. Ia bertugas membantu pengarah acara men-switch kamera melalui tombol di meja kontrol. Pelaksana produksi lain sama dengan pelaksana produksi shooting lapangan. Bedanya pada jumlah kameramen. Dengan multikamera diperlukan dua sampai empat kamerawan sekaligus.

3. Tahap Pelaksanaan Produksi

Suatu produksi program televisi yang melibatkan banyak peralatan, orang dan dengan sendirinya biaya yang besar, selain memerlukan suatu organisasi yang rapi juga perlu suatu tahap pelaksanaan produksi yang


(50)

jelas dan efisien. Tahapan produksi terdiri dari tiga bagian di televisi yang lazim disebut standart operasion procedure (SOP), seperti berikut:

a. Pra-Produksi (Perencanaan dan Persiapan)

Tahap ini sangat penting sebab jika tahap ini dilaksanakan dengan rinci dan baik, sebagian pekerjaan dari produksi yang direncanakan sudah beres. Tahap pra-produksi meliputi tiga bagian, sebagai berikut:

1) Penemuan Ide

Tahap ini dimulai ketika seorang produser menemukan idea tau gagasan, membuat riset dan menuliskan naskah atau meminta penulis naskah mengembangkan gagasan menjadi naskah sesudah riset.

2) Perencanaan

Tahap ini meliputi penetapan jangka waktu kerja (time schedule), penyempurnaan naskah, pemilihan artis, lokasi, dan crew. Selain estimasi biaya, penyediaan biaya dan rencana alokasi merupakan bagian dari perencanaan yang perlu dibuat secara hati-hati dan teliti.

3) Persiapan

Tahap ini meliputi pemberesan semua kontrak, perijinan dan surat menyurat. Latihan para artis dan pembuatan setting, meneliti dan melengkapi peralatan yang diperlukan.

b. Produksi

Sesudah perencanaan dan persiapan selesai betul, pelaksanaan produksi dimulai. Sutradara bekerja sama dengan para artis, crew mencoba mewujudkan apa yang direncanakan dalam kertas dan tulisan (shooting script) menjadi gambar, susunan gambar yang dapat bercerita.


(51)

Dalam pelaksanaan produksi ini, sutradara menentukan jenis shoot yang akan diambil dalam adegan (scene). Berikut ini adalah beberapa posisi kamera (camera position), yang apabila terangkaikan akan menjadi suatu cerita yang hidup:31

1. Shoot jauh (long shoot)

Suatu pengambilan objek oleh kamera dari jarak yang jauhnya cukup untuk dapat mengambil pemandangan yang lengkap dari suatu adegan.

2. Shoot dekat (close shoot)

Suatu pengambilan objek dari bahu ke atas. Close shoot dalam naskah kamera disingkat CS.

3. Shoot agak dekat (medium shoot)

Suatu pengambilan objek oleh kamera dari dada ke atas. Dalam naskah kamera istilah itu disingkat MCS.

4. Shoot sewajah (close-up)

Suatu pengambilan objek untuk menghasilkan gambar wajah seseorang sebatas dagu ke atas. Istilah ini disingkat CU.

5. Shoot terdekat (big close-up)

Pengambilan sebuah objek secara khusus oleh kamera untuk menampilkan salah satu bagian dari tubuh manusia atau suatu benda tertentu sehingga tampak amat sangat jelas. Big close-up yang lazim disingkat BCU, kadang-kadang disebut juga Extra close-up dan Extreme

31

Sunandar, Telaah Format Program Keagamaan di Televisi; Studi Deskriptif Analisis


(52)

close-up. Dengan big close-up dapat ditampilkan mata, hidung, bibir, dan lain-lain secara khusus untuk memberikan kesan tertentu kepada pemirsa.

6. Shoot sedang (medium shoot)

Suatu pengambilan objek oleh kamera sebatas pinggang ke atas. Dalam naskah kamera, shoot tersebut disingkat MS.

7. Shoot agak jauh (medium long shoot)

Suatu pengambilan objek oleh kamera sebatas lutut ke atas. Shoot yang sering kali disingkat MLS ini dinamakan juga shoot lutut (knee shoot).

8. Shoot dua (two shoot)

Pengambilan objek oleh kamera yang menampilkan dua orang sebatas dada ke atas.

9. Shoot kelompok (group shoot)

Pengambilan objek oleh kamera yang menampilkan sejumlah orang sebatas dada ke atas.

10.Shoot udara (aerial shoot)

Pengambilan objek oleh kamera dari udara untuk menghasilkan suatu pemandangan yang mengesankan.

11.Shoot lebar (wide shoot)

Pengambilan suatu objek yang tidak terlalu jauh, suatu pengambilan gambar oleh kamera yang melingkupi area yang luas.

12.Shoot amat jauh (very long shoot)

Suatu pengambilan objek oleh kamera yang melingkupi area yang amat luas dimana terdapat suatu objek.


(53)

Semua shoot yang dibuat dicatat oleh bagian pencatat shoot dengan mencatat time code pada saat mulai pengambilan, isi shoot dan time code pada akhir pengambilan adegan. Kode waktu (time code) adalah nomor pada pita. Nomor itu berputar ketika kamera dihidupkan dan terekam dalam gambar. Catatan kode waktu ini nanti akan berguna dalam proses editing.

Biasanya gambar hasil shooting dikontrol setiap malam di akhir shooting hari itu untuk melihat apakah hasil pengambilan gambar sungguh baik. Apabila tidak maka adegan itu perlu diulang pengambilan gambarnya. Sesudah semua adegan di dalam naskah selesai diambil maka hasil gambar asli (original material/row foot-age) dibuat catatannya (logging) untuk kemudian masuk dalam proses post production, yaitu editing.

c. Pasca-Produksi

Pasca-produksi memiliki tiga langkah utama, yaitu editing offline, editing online, dan mixing. Dalam hal ini, terdapat dua macam editing, yaitu: pertama, yang disebut editing dengan teknik analog atau linier. Kedua, editing dengan teknik digital atau non linier dengan computer.32

(1) Editing offline dengan teknik analog

Setelah shooting selesai, script boy/girl membuat logging, yaitu mencatat kembali semua hasil shooting berdasarkan catatan shooting dan gambar. Kemudian berdasarkan catatan itu sutradara akan membuat editing kasar yang disebut editing offline (dengan copy video VHS supaya

32


(54)

murah) sesuai dengan gagasan yang ada dalam sinopsis dan treatment. Materi hasil shooting langsung dipilih dan disambung-sambung dalam pita VHS. Sesudah editing kasar ini jadi, hasilnya dilihat dengan seksama dalam screening. Apabila masih perlu ditambah atau diedit lagi, pekerjaan ini dapat langsung dikerjakan sampai hasilnya memuaskan. Sesudah hasil editing offline ini dirasa pas dan memuaskan barulah dibuat editing script. Naskah editing ini sudah dilengkapi dengan uraian untuk narasi dan bagian-bagian yang perlu diisi dengan ilustrasi musik. Naskah editing ini formatnya sama dengan skenario.

(2) Editing online dengan teknik analog

Berdasarkan naskah editing, editor mengedit hasil shooting asli. Sambungan-sambungan setiap shoot dan adegan (scene) dibuat tepat berdasarkan catatan time-code dalam naskah editing. Demikian pula sound asli dimasukkan dengan level yang seimbang dan sempurna. Setelah editing online ini siap, proses berlanjut dengan mixing.

(3) Mixing (pencampuran gambar dengan suara)

Narasi yang sudah direkam dan ilustrasi musik yang juga sudah direkam, dimasukkan ke dalam pita hasil editing online sesuai dengan petunjuk atau ketentuan yang tertulis dalam naskah editing. Keseimbangan antara sound effect, suara asli, suara narasi dan musik harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak saling mengganggu dan terdengar jelas.

(4) Editing offline dengan teknik digital atau non-linier

Editing non-linier atau editing digital adalah editing yang menggunakan komputer dengan peralatan khusus untuk editing. Alat


(55)

editing tersebut bermacam-macam nama, jenis, dan fasilitasnya, misalnya:

Pinacle – Matrox – Canupus, dll. Tahapan pertama, yang harus dilakukan adalah memasukkan seluruh hasil shoot (gambar) yang dalam catatan atau logging memperoleh OK, ke dalam hardisk. Proses ini disebut capturing atau digitizing, yaitu mengubah hasil gambar dalam pita menjadi file, yang ketika diperlukan dapat dipanggil untuk disusun berdasarkan urutan yang diinginkan sutradara. Sesudah tersusun baik baru diurutkan kemudian dipersatukan agar shoot-shoot yang sudah disambung dapat dilihat secara utuh, proses ini disebut render. Setelah render dapat dilakukan screening. Apabila dalam screening masih perlu koreksi, maka koreksi dapat dikerjakan dengan menambah, mengurangi, atau menyisipi shoot yang diperlukan.

(5) Editing online dengan teknik digital

Editing online dengan teknik digital sebenarnya tinggal penyempurnaan hasil editing offline dalam komputer, sekaligus mixing dengan musik ilustrasi atau efek gambar (misalnya perlu animasi atau wipe efek) dan suara (sound effect atau narasi) yang harus dimasukkan. Sesudah semua sempurna, hasil online ini kemudian dimasukkan kembali dari file menjadi gambar pada pita Betacam SP atau pita dengan kualitas broadcast standart. Setelah program dimasukkan pita, boleh dikatakan pekerjaan selesai dan kelanjutannya adalah bagian dari pekerjaan di stasiun televisi.

6. Pengertian dan Sejarah Televisi Komunitas

Televisi komunitas sebagai media komunitas memiliki pengertian yang sama dengan media massa konvensional (surat kabar, majalah) dan


(56)

media elektronik (radio dan televisi). Hanya sasaran audiensnya yang hanya terbatas pada komunitas tertentu saja. Menurut Ghazali (2002) media komunitas merupakan lembaga penyiaran yang didirikan untuk melayani komunitas tertentu saja, baik dalam konteks suatu batasan geografis maupun dalam konteks rasa identitas atau minat yang sama.33 Kemunculan televisi komunitas di Indonesia tidak terlepas dari proses kritik terhadap keberadaan berbagai televisi di Indonesia itu sendiri, dimana stasiun televisi sebagai media massif yang efektif ternyata tidak mencerahkan kehidupan masyarakat. Sebagian besar program siaran yang ditayangkan tidak mendidik dan jauh dari realitas kehidupan sosial masyarakat kita. Sinetron misalnya, selalu mengetengahkan kemewahan yang tidak dipunyai masyarakat kebanyakan.34

Perkembangan media sebenarnya diikuti oleh tuntutan kepada media untuk memiliki suatu tanggungjawab sosial. Kebebasan yang dimiliki media perlu disertai tanggungjawab sosial dan dan kecenderungan berorientasi pada kepentingan umum, baik secara individual maupun kelompok. (Wibowo, 1997:58). Namun pada kenyataannya, media penyiaran (khususnya televisi swasta) menafikkan tanggungjawab sosialnya karena tuntutan bisnis untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan rating televisi (ukuran banyak pemirsa yang menonton sebuah acara di televisi pada satu waktu) menjadi dewa dan barometer bagi industri televisi tanpa melihat dampak yang bisa ditimbulkannya.

33

Atie Rachmiatie, Radio Komunitas: Eksalasi Demokratisasi Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekartama Media, 2007), h. 41-42

34

Budhi Hermanto, “Sejarah Perumbuhan Televisi Komunitas di Indonesia” artikel ini diakses pada 20 April 2011 pukul 20:15 WIB, dari http://krisnamulawarman.com/files/sejarah _tv_komunitas_ind.pdf


(57)

Televisi komunitaslah yang kemudian dianggap sebagai media yang memiliki tanggungjawab sosial terhadap masyarakatnya (khalayak pemirsa). Media komunitas dirasa tepat sebagai pilihan media yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Televisi komunitas lahir menjadi tonggak baru dalam dunia penyiaran di Indonesia. Media komunitas ini hadir sebagai media alternatif yang mengusung keberagaman kepemilikan (diversity of ownership), yang juga mendorong adanya keberagaman isi (diversity of content) dalam program-program siaran karena melayani komunitasnya yang juga beragam. Karena keberagaman kepemilikan itulah, masyarakat bisa melakukan kontrol sendiri (self controlling) terhadap isi siaran. Pengelola televisi komunitas tidak bisa sewenang-wenang menayangkan program siaran yang tidak sesuai dengan nilai, aturan, maupun budaya lokal.35

7. Fungsi dan Tujuan Televisi Komunitas

Televisi komunitas hadir untuk memberikan alternatif informasi dan hiburan bagi khalayak pemirsa di komunitasnya. Jika industri penyiaran melalui televisi swasta mendefinisikan khalayak pemirsa televisi hanya sebagai objek pasif yang menerima apa yang disampaikannya, dimana khalayak diposisikan tidak punya kuasa dalam relasi kapital media mainstream. Maka televisi komunitas kebalikannya, sebagai media non komersial, ia menempatkan warga komunitas (khalayak penonton) sebagai “produser” yang memiliki kuasa atas segala informasi dan hiburan yang

35


(58)

dibutuhkan warga komunitas itu sendiri. Wacana pentingnya televisi komunitas sebagai perwujudan demokratisasi penyiaran, pertama kali digulirkan ketika advokasi terhadap Rancangan Undang-undang Penyiaran dilakukan pada tahun 2000.

Diskursus mengenai televisi komunitas mulai mengemuka untuk pertamakalinya ketika diselenggarakan kegiatan seminar dan workshop “Masa Depan Televisi Komunitas di Indonesia” oleh Fakultas Film dan Televisi IKJ di Jakarta pada bulan Mei 2007, yang dihadiri sejumlah lembaga dari perguruan tinggi, LSM, aktivis penyiaran dan pemerintah . Beberapa point penting yang dihasilkan pada forum tersebut adalah:

Pertama, community dimaknai citizen sehingga televisi komunitas mendiami geografis tertentu dan melayani komunitas dalam batasan geografis tersebut. Televisi komunitas diharapkan menyuarakan kepentingan dan kebutuhan warga dalam geografis tersebut, baik televisi berbasis warga, maupun televisi sekolah/kampus. Karenanya televisi komunitas tidak studio based, tetapi field based sehingga program siaran televisi komunitas tidak terhambat karena harus memenuhi “standard broadcasting” sebagaimana stasiun televisi swasta. Dengan menggunakan ruang public sebagai studio siaran bagi televisi komunitas, ia justru sedang memenuhi keragaman isi (diversity of content) berdasar realitas kehidupan komunitasnya.

Kedua, Isi siaran TV komunitas pada intinya membebaskan manusia dari keterasingan sebagai konsekuensi logis dari tekanan kapitalisme. Dalam kaitan ini, kehadiran media komunitas diharapkan


(59)

dapat digunakan untuk menyambung kembali relasi sosial dalam lingkungan komunitas. Televisi komunitas sebagai community broadcasting menyuarakan suara akar rumput yang tidak terwadahi dalam media mainstream, sehingga ia mampu memberikan akses informasi pada masyarakat tentang kehidupan sehari-hari sekaligus mampu merangsang dialog sebagai bagian dari proses demokratisasi dan kontrol sosial serta memberikan lahan subur bagi budaya, identitas dan kearifan lokal. Program siaran yang baik dalam televisi komunitas adalah yang dekat dengan masyarakatnya, bahasanya dikenal, struktur bahasa dipahami, masalah digali dari masyarakat lokal, memakai musik dan gambar yang dikenal di daerah tersebut. Dengan ini, community broadcasting diharapkan membuat masyarakat lebih suka menonton karena mereka bisa menonton/mendengar

sesuatu yang berhubungan dengan mereka sendiri.

Ketiga, televisi komunitas harus menjadi bagian dari proses membuat masyarakat berdaya. Harus ada proses pemberdayaan, bahkan jika itu diinisiasi oleh orang luar komunitasnya. Salah satu proses pemberdayaan yang bisa dilakukan adalah menjadikan televisi komunitas sebagai outlet bagi produk gerakan media literacy atau pendidikan melek media, sehingga masyarat bisa kritis terhadap isi siaran media.

Keempat, advokasi bagi pendirian dan perijinan televisi komunitas. Kendati telah terakomodasi dalam UU Penyiaran No 32 tahun 2002, keberadaan televisi komunitas masih membutuhkan bantuan advokasi, khususnya terkait dengan perijinan, alokasi frekuensi dan standart teknis


(60)

bagi televisi komunitas. Advokasi juga diperlukan terkait dengan perkembangan teknologi digital dalam penyiaran yang akan diberlakukan oleh pemerintah bagi dunia penyiaran di Indonesia.

Kelima, televisi komunitas membutuhkan dedikasi karena tidak berorientasi mencari keuntungan. Modal utama bagi televisi komunitas adalah partisipasi masyarakat. Sehingga program siaran televisi komunitas merepresentasikan, merefleksikan sekaligus melibatkan komunitas, bukan perorangan. Televisi komunitas juga harus bertanggung jawab atas produk yang diproduksi.

Keenam, pengembangan jaringan. Untuk mewujudkan harapan sebagaimana terurai pada point diatas. Televisi komunitas perlu mengembangan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak. Khususnya untuk penguatan kapasitas baik ketrampilan maupun pengetahuan bagi para pengelola televisi komunitas.36


(1)

Studio PAL TV

Studio Utama, gedung Sa’adatu Darain lt.2 Studio 2 di samping ruang editing


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)