ikan bilih yang bertahan dengan jumlah yang sedikit. Jumlah ikan bilih yang paling banyak tertangkap terdapat pada stasiun 3 sore dan stasiun 3 juga mewakili
dengan bobot dan panjang ikan bilih terbesar dari keseluruhan stasiun. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena stasiun 3 merupakan daerah pemukiman
dimana zat-zat organik hasil buangan limbah rumah tangga yang langsung ke perairan mendukung pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton merupakan pakan
alami utama ikan bilih. Kartamihardja dan Sarnita 2008 menyatakan bahwa makanan utama
ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak adalah detritus dan zooplankton sedangkan di perairan Danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan
fitoplankton serta makanan tambahannya adalah zooplankton dan seresah.
4.3 Hubungan Panjang bobot ikan bilih
Hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b. Bila harga b = 3, hubungan yang terbentuk adalah isometrik pertambahan panjang seimbang
dengan pertambahan berat. Jika b 3, dinamakan pertumbuhan allometrik positif ikan montok, pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjang. Jika b
3, dinamakan pertumbuhan allometrik negatif ikan kurus, pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat Effendie, 1997. Hubungan panjang bobot
ikan bilih yang berada di danau Toba dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis hubungan panjang bobot ikan bilih yang terdapat di danau Toba
Stasiun
Waktu sampling
Nilai b Pola pertumbuhan
1 Sore
2,51 Allometrik negatif
Pagi 1,67
Allometrik negatif
2 Sore
1,62 Allometrik negatif
Pagi 1,53
Allometrik negatif
3 Sore
2,09 Allometrik negatif
Pagi 1,55
Allometrik negatif
Dari tabel analisis di atas dapat dilihat bahwa nilai b yang diperoleh dari setiap stasiun dan setiap ulangan lebih kecil dari 3. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa ikan bilih yang diperoleh pada lokasi penelitian memiliki pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan berat sehingga merupakan ikan-ikan kurus
dan memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Pola pertumbuhan ikan bilih ditemukan juga pada penelitian Barus 2011
terhadap ikan bilih di danau Toba. Pada penelitian tersebut diperoleh nilai b gabungan antara muara sungai dan KJA keramba jarring apung adalah 2,92.
Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti
suhu, pH, salinitas, letak geografis Jenning et al., 2001 dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan Froese, 2006. Menurut
Muchlisin 2010b yang menyatakan bahwa besar kecilnya nilai b juga
dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif ikan pelagis
menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang
berenang pasif kebanyakan ikan demersal. Mungkin hal ini terkait dengan alokasi energi yang dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan. Hasil
penelitian juga menunjukkan nilai koefesien korelasi r Gambar 4.1 senilai
0,842. Nilai koefesien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat antara pertambahan berat dengan pertambahan panjang dan sebaliknya
.
Hasil analisis hubungan panjang bobot ikan bilih juga dapat digambarkan pada Gambar
4.1 berikut ini :
Gambar 4.1 hubungan panjang bobot ikan bilih
4.4 Tingkat Kematangan Gonad