Kepadatan Ikan bilih HASIL DAN PEMBAHASAN

daripada stasiun 1 dan 3 disebabkan adanya kegiatan budidaya keramba yang dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat kecerahan suatu perairan. Sulardiono 2009 menyatakan penurunan tingkat kecerahan akibat dari kegiatan keramba jaring apung disebabkan oleh sisa pakan yang tersuspensi dan tingginya jasad renik seperti plankton. Nilai pH yang lebih rendah terdapat pada stasiun 2, dapat disebabkan limbah pakan yang tersuspensi. Menurut Haro, dkk., 2013 Nilai pH yang lebih rendah dapat dihubungkan dengan nilai BOD5 yang lebih tinggi. Menurut Sastrawijaya 2000 pH air akan menurun menuju suasana asam disebabkan pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan CO2 jika mengurai. Nilai DO jika dilihat dari tabel secara keseluruhan nilai DO yang terendah terdapat pada stasiun 2 yang merupakan daerah budidaya keramba. Menurut Marganof 2007 laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA Keramba jarring apung dua kali lebih tinggi daripada laju konsumsi oksigen di perairan yang tidak terdapat KJA. Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun 2. Menurut Anggoro 1996 menumpuknya bahan pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga meningkat. Oleh karena itu, adanya perbedaan nilai BOD5 pada stasiun penelitian mengindikasikan perairan yang terdapat aktivitas KJA menghasilkan limbah yang berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga berakibat semakin meningkatnya BOD5 di perairan.

4.2 Kepadatan Ikan bilih

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di danau Toba sekitar desa Pangururan didapatkan kepadatan ikan bilih disetiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2. Kepadatan ikan yang diperoleh dari Tabel 2. jika dibandingkan ikan yang didapat pada waktu sampling sore dan pagi hari lebih tinggi pada waktu sampling sore hari. Hal ini disebabkan karena dipasangnya sebuah lampu tepat ditengah- tengah bagan dari sore hari hingga pagi hari yang merupakan waktu sampling sore. Lampu tersebut dapat menarik perhatian ikan untuk berada disekitar lampu tersebut. Hal ini dapat dikatakan bahwa keberadaan ikan bilih pada malam hari sensitif terhadap cahaya dan dominan berkumpul disekitar adanya cahaya tersebut. Tabel 2. Kepadatan, panjang total dan bobot ikan bilih di perairan Danau toba desa Pangururan Stasiun Waktu sampling Jumlah ekor Kepadatan Individu m2 Panjang total cm bobot g 1 sore 495 1,12 9,2 – 16,2 9,2 – 49,3 pagi 24 0,09 10 – 12,5 9,1 – 23,6 2 sore 105 0,23 9 – 13,4 6,6 – 29,3 pagi 21 0,07 10 – 12,5 8,6 – 23,8 3 sore 512 1,16 10 – 14,5 10,1 – 43,1 pagi 43 0,04 10 – 13,5 9,3 – 23,8 Keterangan: Stasiun 1. Daerah bebas aktivitas kontrol; Stasiun 2. Daerah keramba; Stasiun 3. Daerah pemukiman penduduk Ayodhyoa, 1981 menyatakan bahwa tertariknya ikan pada cahaya sering disebutkan karena terjadinya peristiwa fototaksis, dimana cahaya merangsang dan menarik ikan untuk berkumpul pada sumber cahaya atau bisa juga karena rangsangan cahaya stimulus maka kemudian ikan akan memberikan respons. Tingkah laku ikan sangat dipengaruhi oleh cara ikan beradaptasi dengan lingkungannya. Ikan yang peka terhadap cahaya terang cenderung aktif bergerak di siang hari dan disebut ikan diurnal, sedangkan ikan yang peka terhadap cahaya gelap disebut ikan nocturnal karena ikan ini aktif bergerak di malam hari Fujaya, 2004. Dilihat dari ukuran morfologi ukuran panjang ikan sedikit lebih tinggi didapat pada stasiun 1 ulangan pagi hari yang merupakan daerah bebas aktifitas merupakan stasiun dimana ikan bilih yang tertangkap memiliki rata–rata panjang 9,2-16,2 cm dan bobot 9,2-49,3 g dan ukuran ini merupakan ukuran panjang bobot yang paling besar dari semua stasiun. Hal ini mungkin disebabkan di daerah bebas aktivitas terdapat pakan alami seperti plankton dan seresah yang lebih besar mendukung pertumbuhan ikan bilih. Pada stasiun 2 yang merupakan daerah keramba ikan bilih yang didapat dengan panjang mencapai 9-13,4 dan bobot mencapai 6,6-29,3 g yang merupakan nilai terendah dari semua stasiun. Hal ini mungkin dapat disebabkan bahwa pada daerah keramba terjadi kompetisi dalam pengambilan makanan dengan ikan-ikan lain yang ada di daerah tersebut sehingga ikan bilih yang bertahan dengan jumlah yang sedikit. Jumlah ikan bilih yang paling banyak tertangkap terdapat pada stasiun 3 sore dan stasiun 3 juga mewakili dengan bobot dan panjang ikan bilih terbesar dari keseluruhan stasiun. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena stasiun 3 merupakan daerah pemukiman dimana zat-zat organik hasil buangan limbah rumah tangga yang langsung ke perairan mendukung pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton merupakan pakan alami utama ikan bilih. Kartamihardja dan Sarnita 2008 menyatakan bahwa makanan utama ikan bilih di habitat aslinya Danau Singkarak adalah detritus dan zooplankton sedangkan di perairan Danau Toba makanan utama ikan bilih adalah detritus dan fitoplankton serta makanan tambahannya adalah zooplankton dan seresah.

4.3 Hubungan Panjang bobot ikan bilih