BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter fisik kimia air
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di danau Toba sekitar desa Pangururan didapatkan nilai faktor fisik - kima kualitas air sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai pengukuran parameter kualitas air di danau Toba desa Pangururan
Stasiun
Waktu sampling
Suhu º C
Penetrasi Cahaya
m pH
DO Mgl
BOD5 Mgl
1 Pagi
21 3,5
7,1 5,8
3,8 Sore
22 3,5
6,9 6,2
3,9 2
Pagi 23
2,5 6,3
5,1 4,5
Sore 24
2,5 6,8
6,0 4,2
3 Pagi
21 3,5
7,3 5,2
4,1 Sore
23 3,5
7,2 6,1
4,0
Keterangan : Pagi : pukul 05.00 WIB – 17.00 WIB; Sore : pukul 17.00 WIB – 05.00 WIB
Nilai pengukuran faktor fisik kimia yang tertera di Tabel 1. Nilai suhu terendah dijumpai pada stasiun 1 dan 3 pada waktu sampling pagi hari yaitu 21
ºC dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 pada waktu sampling sore hari yaitu 24 ºC. Nilai suhu pada waktu sampling sore hari lebih tinggi dibandingkan pada
pagi hari untuk setiap stasiun. Hal ini dapat disebabkan dari sumber cahaya matahari yang terpancar ke perairan sepanjang hari yang mempengaruhi suhu
perairan tersebut. Menurut Maniagasi, dkk., 2013 suhu suatu perairan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketinggian suatu daerah, curah hujan yang tinggi
dan intensitas cahaya matahari yang menembus suatu perairan. Barus 2004 menyatakan bahwa, pola suhu ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekitarnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan yang
tumbuh. Disamping itu pola temperatur perairan dipengaruhi oleh faktor–faktor antropogen kegiatan manusia. Hal ini terutama menyebabkan peningkatan
temperatur suatu sistem perairan. Nilai kecerahan di stasiun 2 lebih rendah
daripada stasiun 1 dan 3 disebabkan adanya kegiatan budidaya keramba yang dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat kecerahan suatu perairan.
Sulardiono 2009 menyatakan penurunan tingkat kecerahan akibat dari kegiatan keramba jaring apung disebabkan oleh sisa pakan yang tersuspensi dan tingginya
jasad renik seperti plankton. Nilai pH yang lebih rendah terdapat pada stasiun 2, dapat disebabkan limbah pakan yang tersuspensi. Menurut Haro, dkk., 2013
Nilai pH yang lebih rendah dapat dihubungkan dengan nilai BOD5 yang lebih tinggi. Menurut Sastrawijaya 2000 pH air akan menurun menuju suasana asam
disebabkan pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan CO2 jika mengurai. Nilai DO jika dilihat dari tabel secara keseluruhan nilai DO yang
terendah terdapat pada stasiun 2 yang merupakan daerah budidaya keramba. Menurut Marganof 2007 laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA Keramba
jarring apung dua kali lebih tinggi daripada laju konsumsi oksigen di perairan yang tidak terdapat KJA. Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun 2. Menurut
Anggoro 1996 menumpuknya bahan pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh organisme pengurai juga semakin
meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga meningkat. Oleh karena itu, adanya perbedaan nilai BOD5 pada stasiun penelitian mengindikasikan perairan yang
terdapat aktivitas KJA menghasilkan limbah yang berakibat terhadap semakin meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga berakibat
semakin meningkatnya BOD5 di perairan.
4.2 Kepadatan Ikan bilih