62
mengatakan bahwa hal tersebut membuat mereka tidak nyaman saat diawasi ketika menolong persalinan.
Hasil penelitian terhadap variabel sikap responden juga hampir sejalan dengan penelitian Sari 2011 yang menyatakan sikap bidan yang negatif
mengenai inisiasi menyusu dini disebabkan kerena kurangnya pemahaman tentang inisiasi menyusu dini atau juga bidan tidak sabar dalam melakukan prosedur
inisiasi menyusu dini kerena ini memerlukan waktu yang lama
5.4 Tindakan Responden
Hasil penelitian ini menunjukkan hanya ada 5,7 responden dengan tindakan yang baik dalam melakukan IMD saat menolong persalinan. Sebagian
besar tindakan responden 82,9 termasuk dalam kategori sedang, dan selebihnya kategori kurang.
Hasil tabulasi silang antara pengetahuan responden dengan tindakan responden terhadap pelaksanaan IMD terlihat seperti tidak berkaitan. Ini dilihat
dari 25 orang yang berpengetahuan baik, dalam tindakan mereka terhadap IMD hanya sampai pada kategori sedang bahkan ada yang kurang. Sedangkan
berdasarkan variabel sikap dimana seluruh responden memiliki sikap yang positif, juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden 29 orang hanya memiliki
tindakan pada kategori sedang. Ini hampir sejalan dengan penelitian Ulva 2011 dengan hasil yang menunjukkan tidak adanya hubungan di antara pelaksanaan
IMD dengan pengetahuan responden, dan penelitian Syafrina 2011 dengan hasil tidak terlihat keterkaitan antara sikap dengan tindakan responden terhadap
pelaksanaan IMD. Hal ini bisa terjadi karena disebabkan beberapa faktor, yakni
Universitas Sumatera Utara
63
faktor eksternal maupun internal. Faktor eksternal yaitu bahwa tenaga kesehatan memerlukan pelatihan terkait IMD yang bertujuan untuk menyegarkan kembali
ingatan mereka tentang IMD tata-laksana, maksud dan tujuan yang akhirnya mempengaruhi mereka dalam bertindak secara nyata. Faktor dari luar seperti
ketersediaan fasilitas maupun sarana dan prasarana juga dapat menpengaruhi keberhasilan dari dalam pelaksnaan IMD.
5.5 Motivasi atau Alasan di Balik Tindakan Responden
Suatu sikap tidak selamanya terwujud dalam suatu tindakan atau overt behaviour Notoatmodjo; 2010. Namun pada akhirnya tindakan adalah bentuk
nyata dari perilaku seseorang atas stimulus yang telah diberikan atau didapatkan orang tersebut.
Jika tenaga kerja mencapai kepuasan dalam bekerja, maka akan menggerakkan motivasi yang kuat bagi seorang pekerja yang akhirnya akan dapat
menghasilkan kinerja yang tinggi. Keberhasilan pelaksanaan IMD oleh tenaga kesehatan bisa saja dipengaruhi oleh motivasi tertentu.
Herzberg dalam Notoatmodjo 2010 menyatakan ada 2 faktor yang mempengaruhi pembentukan motivasi seseorang dalam melakukan tindakan, yaitu
faktor penyebab kepuasan faktor motivasional dan faktor ketidakpuasan faktor higiene. Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor motivasional adalah penghargaan
atau apresiasi, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, serta pekerjaan itu sendiri. Faktor higiene di antaranya adalah lingkungan fisik kerja, hubungan
interpersonal, kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, gaji, dan rasa
Universitas Sumatera Utara
64
aman saat bekerja. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tenaga kesehatan memang memiliki motivasi dalam tindakan mereka terhadap pelaksanaan IMD.
Faktor motivasional responden dalam penelitian ini dilihat dari apresiasi atau penghargaan yang diterima tenaga kesehatan, tanggung jawab yang dimiliki
responden dalam melaksanakan IMD dan keikut-sertaan tenaga kesehatan akan pelatihan terkait IMD. Dari seluruh responden yang pernah melakukan IMD
hanya 2 orang 5,7 yang mengaku pernah menerima apresiasi atau penghargaan berupa pujian bahkan materi dari pasien atas tindakan mereka dalam
melaksanakan IMD saat menolong persalinan, sedangkan selebihnya mengaku tidak atau belum pernah menerima apresiasi atau penghargaan. Sementara
sebagian besar responden yaitu sebanyak 31 orang 88,6 mengaku bahwa apresiasi perlu diberikan untuk meningkatkan semangat mereka dalam bekerja,
dalam hal ini terkhusus terhadap pelaksanaan IMD. Ada sebanyak 34 orang 97,1 yang melaksanakan IMD atas dasar
kesadaran tanggung jawab terhadap tugas atau peran yang dimiliki. Para tenaga kesehatan berpendapat bahwa melaksanakan IMD saat menolong persalinan
memang tanggunga jawab dari seorang tenaga kesehatan. Sebanyak 18 orang 51,4 tenaga kesehatan pernah mengikuti pelatihan terikait IMD baik yang
dilaksanakan oleh pihak RSUD Dr. Djasamen Saragih maupun dari luar, dan seluruhnya mengaku mendapatkan dampak yang positif secara khusus terhadap
pengetahuan mereka. Sebanyak 30 orang 85,7 mengaku setuju dengan pernyataan bahwa pemerintah atau pihak terkait perlu melakukan pelatihan terkait
IMD kepada tenaga kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
65
Faktor higiene responden dalam penelitian ini dilihat dari pengawasan terhadap pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Djasamen dan kebijakan berupa sanksi
pada tenaga kesehatan yang tidak melakukan IMD. Hampir seluruh responden 97,1 mengakui bahwa tidak pernah diadakan pengawasan terhadap
pelaksanaan IMD di RSUD Dr. Djasamen Saragih dan sebanyak 19 orang 54,3 berpendapat perlu diadakan pengawasan dalam rangka meningkatkan kinerja
tenaga kesehatan dalam pelaksanaan IMD. Namun ada juga yang berpendapat pengawasan tidak perlu diadakan karena akan mempengaruhi kenyamanan tenaga
kesehatan dalam menolong persalinan. Dari seluruh tenaga kesehatan yang menjadi responden penelitian ini,
hanya 2 orang 5,7 yang mengaku selalu melaksanakan IMD saat menolong persalinan dan selebihnya sebanyak 33 orang 94,3 tidak selalu melaksanakan
IMD. Seluruh responden mengakui bahwa tidak ada sanksi atau hukuman yang diberikan oleh pihak yang berwewenang di RSUD Dr. Djasamen Saragih kepada
tenaga kesehatan saat tidak melaks anakan IMD. Sebanyak 31 orang 88,6 mengatakan bahwa sanksi atau hukuman tidak perlu diberikan kepada tenaga
kesehatan yang tidak melaksanakan IMD ssat menolong persalinan dengan pertimbangan untuk memberikan kesempatan bagi para tenaga kesehatan
melaksanakan IMD atas dasar tanggung jawab. Namun demikian ada 4 orang 11,4 yang mengatakan perlunya diterapkan sanksi yang tegas bagi pihak yang
tidak melaksanakan IMD. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya. Tenaga kesehatan RSUD Dr.
Universitas Sumatera Utara
66
Djasamen Saragih dengan latar belakang pendidikan tinggi seyogiyanya memiliki pengetahuan yang baik terhadap IMD. Namun hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas tenaga kesehatan memiliki tingkatan pengetahuan yang sedang. Ini disebabkan adanya pemahaman yang berbeda yang dimiliki tenaga kesehatan
terhadap pengertian, tata laksana, maupun manfaat pelaksanaan IMD. Contohnya adalah dimana beberapa tenaga kesehatan menganggap bayi perlu dibersihkan
sebelum diletakkan di atas dada atau perut ibu. Ada juga yang berkata bahwa IMD dilakukan hanya sampai batas 1 jam setelah lahir. Pengetahuan terhadap manfaat
kolostrum juga masih kurang, ini dilihat dari jawaban yang diberikan tenaga kesehatan atas pertanyaan pengganti kolostrum. Masih ada tenaga kesehatan yang
mengatakan ada makanan atau minuman pengganti kolostrum. Namun tidak ada tenaga kesehatan yang tingkatan pengetahuannya kategori kurang.
Secara umum sikap tenaga kesehatan seluruhnya positif terhadap pernyataan yang diajukan. Namun masih ada yang tidak setuju atas pemberian
sanksi bagi pihak yang tidak mendukung pelaksanaan IMD. Ada juga yang beranggapan bahwa pelatihan terkait IMD tidak perlu dilakukan oleh pihak rumah
sakit. Pengawasan atau supervisi diadakan untuk memantau pelaksanaan suatu kebijakan. Ada tenaga kesehatan tidak setuju jika mereka harus diawasi selama
melaksanakan IMD saat menolong persalinan dengan alisan menjadi tidak nyaman bekerja.
Pengetahuan tenaga kesehatan yang ada pada tingkatan baik sepertinya berdampak dengan sikap tenaga kesehatan yang positif. Oleh karena itu tindakan
tenaga kesehatan juga diharapkan sejalan dengan itu. Namun pada kenyataannya
Universitas Sumatera Utara
67
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan tenaga kesehatan pada tingkatan sedang.
Tenaga kesehatan sebagai salah satu pihak yang berperan dalam proses persalinan memegang peranan penting dalam mendukung pelaksanaan IMD pada
ibu dan bayi karena tenaga kesehatan merupakan orang yang paling dekat dengan ibu saat proses persalinan selain keluarga sehingga mereka adalah pihak yang
pertama membantu ibu melakukan penyusuan dini. Tenaga kesehatan seyogiyanya melaksanakan peran dan tanggung jawab dengan sepenuh hati. Dalam hal
pelaksanaan IMD, tenaga kesehatan juga seharusnya tetap melaksanakan kecuali ada pertimbangan indikasi medis saat proses persalinan berlangsung. Proses
persalinan akan membuat ibu mengeluarkan tenaga yang lebih sehingga memungkinkan kondisi fisik sang ibu menjadi sangat lemah pasca bersalin. Oleh
karena itu tenaga kesehatan perlu menyadari perannya yang besar yaitu menjadi motivator bagi sang ibu untuk mau tetap melaksanakan IMD walaupun kondisi
fisik yang sangat lemah. Pemberian susu formula pada bayi yang baru lahir memang ditemukan
oleh peneliti saat mewawancari responden di ruang neonati, ruangan dimana bayi baru lahir diletakkan sementara. Tenaga kesehatan di RSUD Dr. Djasamen
Saragih Pematangsiantar mengaku tidak memiliki kerja sama langsung dengan produsen susu formula. Pemberian susu formula menjadi wewenang bagi ahli gizi
sementara tenaga kesehatan di ruang neonati hanya diberi tugas untuk memberikan susu formula pada bayi. Ini menyebabkan tenaga kesehatan tidak
memiliki pilihan lain saat ASI tidak dapat diberikan dan IMD tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
68
dilaksanakn pasca persalinan karena sebagian besar responden setuju bahwa tidak ada makanan atau minuman lain yang dapat menggantikan fungsi serta manfaat
ASI. Ini tidak sejalan dengan penelitian Kasminah 2007 yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan setuju susu formula dapat diberikan pada bayi karena
berbagai alasan seperti sudah berlangganan dengan produsen susu, ASI lama keluar dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN