23 hidupnya. Bakteri Ralstonia eutropha mengalami fase pertumbuhan
logaritmik hingga jam ke 36 dan memasuki fase pertumbuhan stasioner mulai jam ke 48. Pada fase stasioner konsentrasi residu gula mendekati titik nol 1
gL seiring dengan laju pertumbuhan spesifik μ yang menunjukkan angka
nol. Pada saat laju pertumbuhan spesifik mendekati nol, bakteri sebagian besar tidak lagi memperbanyak diri, sehingga sumber karbon pada media
digunakan untuk pembentukan PHA di dalam sitoplasmanya. Menurut Ayorinde et al. 1998, galur bakteri dan sumber karbon
yang digunakan sangat berpengaruh terhadap PHA yang dihasilkan. Ralstonia eutropha dapat memproduksi PHB poli-
β-hidroksibutirat menggunakan glukosa dan PHV poli-
β-hidroksivalerat menggunakan glukosa dan asam propionat. PHB dapat disintesa oleh Ralstonia eutropha jika salah satu elemen
nutrisi seperti N, P, S, O atau Mg ada dalam jumlah terbatas namun sumber karbon ada dalam jumlah berlebih Lee dan Choi, 2001.
Pada penelitian ini, kultivasi dilakukan pada media yang mempunyai rasio C dan N sebesar 10:1 Atifah, 2006. Nitrogen dijadikan sebagai elemen
pembatas untuk pertumbuhan R. eutropha dalam mensintesis PHB. Sumber nitrogen yang digunakan adalah NH
4 2
HPO
4
. Perhitungan besarnya NH
4 2
HPO
4
yang perlu ditambahkan pada saat formulasi media didasarkan pada total gula sirup glukosa. Total gula pada media fermentasi adalah 30gL.
Konsentrasi C yang terdapat pada sirup glukosa C
6
H
12
O
6
adalah 40 dari nilai total gula atau sebesar 12gL sehingga konsentrasi N yang diperlukan
adalah sebesar 1,2 gL. Selain C dan N, media yang digunakan juga mengandung sumber K,
P, dan Mg. Sumber K dan P diperoleh dari K
2
HPO
4
dan KH
2
PO
4
dengan konsentrasi sebesar 5,8 gL dan 3,8 gL. Sedangkan sumber Mg diperoleh dari
MgSO
4
dengan konsentrasi sebesar 10 mlL.
2. Proses Hilir PHA
Kultivasi PHA pada bioreaktor dilakukan selama 96 jam, setelah itu PHA dapat dipanen dan kemudian dilakukan proses hilir untuk memperoleh
PHA dari biomassa sel. Proses hilir ini bertujuan untuk memisahkan PHA dari
24 bahan-bahan pengotor seperti asam nukleat, protein, lemak maupun sisa
media yang masih ada. Proses hilir dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama digest dengan NaOCl 0.2 dan sentrifugasi serta tahap kedua
ekstraksi dengan pelarut. Endapan PHA yang diperoleh dari proses digest dengan NaOCl 0.2
dan sentrifugasi, dikeringkan dalam oven dengan suhu ± 50
o
C selama 24 jam. Setelah PHA kering Gambar 6, kemudian PHA dihaluskan dengan mortar.
Bubuk PHA yang diperoleh ternyata masih kotor, karena bubuk PHA tidak dapat membetuk lembaran saat digunakan dalam pembuatan bioplastik
dengan teknik casting. Untuk itu, bubuk PHA perlu dimurnikan lagi.
Gambar 6. PHA kering hasil digest dengan NaOCl 0.2 dan sentrifugasi
Pemurnian bubuk PHA dilakukan dengan ekstraksi dengan pelarut. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi ini adalah kloroform CHCl
3
. Karena menurut Lafferty et al. 1988 kloroform merupakan jenis pelarut yang sering
digunakan untuk mengekstrak PHA dari sel bakteri, karena PHA memiliki kelarutan yang tinggi di dalam kloroform. Atkinson dan Mavituna 1991
menambahkan bahwa poli- β-hidroksialkanoat PHA dapat larut pada
berbagai pelarut seperti kloroform, metilen klorida, etilen klorida, piridin atau campuran diklorometanetanol.
Dalam proses pemurnian ini, bubuk PHA dilarutkan dalam kloroform dengan perbandingan 1:50 bv. Larutan kemudian diaduk dengan
menggunakan magnetic stirer dan pendingin tegak digunakan untuk mengkondensasikan kembali kloroform yang menguap refluks Gambar 6.
25
Gambar 7. Proses pemurnian bubuk PHA dengan ekstraksi pelarut reflux
Setelah dilakukan pengadukan selama 24 jam, larutan PHA + kloroform disaring pada penyaring vakum dan mengunakan kertas saring
whatman 42. Hasil penyaringan kemudian diuapkan dalam lemari asap. PHA murni yang terlarut dalam kloroform akan tertinggal dan membentuk
lembaran Gambar 8. PHA murni inilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk membuat bioplastik.
Gambar 8. PHA murni hasil ekstraksi dengan kloroform reflux
Rendemen PHA murni yang diperoleh setelah proses pemurnian dengan kloroform adalah sebesar ± 40 5 gram dari 20 gram PHA kering,
hal ini sesuai dengan pernyataan Lee dan Choi 2001, yaitu bahwa bakteri R. eutropha dapat mengakumulasi PHA 30-80 dari bobot kering selnya.
Rendemen PHA yang diperoleh tidak maksimal, karena ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi, seperti; galur mikroba yang digunakan, jenis
substrat yang dipakai, kondisi proses kultivasi, serta metode ekstraksi PHA. Poli-
β-hidroksialkanoat yang dihasilkan oleh R. eutropha pada penelitian ini diduga merupakan jenis poli-
β-hidroksibutirat PHB. Atifah 2006 telah melakukan identifikasi gugus fungsi dari polimer PHA yang
26 dihasilkan oleh Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber
karbon pada saat kultivasi. Dari analisa dengan menggunakan FTIR Fourier Transform Infra Red Spectroscopy didapatkan hasil berupa spektrum infra
merah yang ada pada PHA dari pati sagu, 15 dari 18 spektrum yang muncul sama dengan spektrum PHB murni MERCK. Selain sesuai dengan ciri khas
grup PHA, juga muncul gugus metil bebas -CH
3
dan metilen tunggal -CH
2
- yang sesuai dengan struktur PHB sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa PHA yang didapat dari kultivasi Ralstonia eutropha dengan hidrolisat pati sagu sebagai sumber karbon, merupakan jenis
poli- β-hidroksibutirat PHB.
Atifah 2006 juga menguji kadar atau tingkat kemurnian PHB yang diperoleh dengan menggunakan Gas Chromatography GC. Pada
kromatogram PHB yang dihasilkan muncul peak dominan pada waktu retensi yang mendekati standar 1,18 yaitu pada waktu retensi 1,25 menit dengan
konsentrasi 69,69. Dengan demikian, kadar atau kemurnian relatif PHB sagu terhadap PHB murni sebesar 76,57 = 69,69 91,01 x 100.
B. Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik