Kebanyakan dampak positif dan negatif dari isoflavon yang telah disebutkan di atas berhubungan dengan aktivitas estrogenik isoflavon di dalam
tubuh Molteni et al., 1995. Genistein, daidzein, biochanin A, formononetin, dan equol yang merupakan metabolit didzein pada hewan dan manusia,
memiliki aktivitas estrogenik yang lemah, dengan equol yang memiliki aktivitas paling tinggi.
D. TEPUNG KEDELAI KAYA ISOFLAVON
Tepung kedelai merupakan salah satu bentuk produk olahan kedelai yang banyak digunakan dalam formulasi berbagai produk makanan atau
sebagai komponen bahan makanan karena memiliki nilai gizi yang tinggi. Tepung kedelai kaya isoflavon adalah 100 produk kedelai alami yang
mengandung tingkat isoflavon lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai utuh ataupun produk olahan kedelai lainnya.
Tepung kedelai kaya isoflavon dapat diproduksi dengan mengekstrak tepung kedelai bebas lemak menggunakan etanol 70, sehingga dapat
dipisahkan bagian kedelai yang larut dalam etanol dan residunya. Setelah melewati proses pemurnian dan fraksinasi, selanjutnya bagian yang larut ini
dipekatkan menjadi konsentrat isoflavon. Tabel 1. Kandungan isoflavon pada berbagai produk olahan kedelai
Produk Isoflavon mgg
Tahu 0.3 Miso 0.3
Tempe 0.5 Susu kedelai
0.1 Tepung kedelai full fat 1.8
Tepung kedelai defatted 2.0 Konsentrat protein kedelai aquaous washed 1.5
Konsentrat protein kedelai alcohol washed 0.2 Isolat protein kedelai
1.0 Kedelai raw 1.4
Keterangan :=total isoflavon dinyatakan sebagai unit aglikon Sumber : Archer Daniels Midland Company, 1999
Isoflavon yang dihasilkan dari biji kedelai tanpa proses kimia atau penambahan bahan tambahan pangan, dan mempunyai rasa dan flavor yang
disukai. Tepung kedelai kaya isoflavon dapat digunakan sebagai komposisi dalam berbagai macam produk, mulai dari kapsul dan tablet, sampai produk
pangan seperti roti, biskuit, makanan sarapan, dan minuman.
E. VITAMIN C ASAM ASKORBAT
Vitamin C dengan rumus empiris C
6
H
8
O
6
memiliki sifat umum, yaitu dalam bentuk murninya berupa kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan
mencair pada kisaran suhu 190-192
o
C, mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat vitamin C tersebut
terutama dipengaruhi oleh adanya struktur enadiol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Vitamin C terutama berada dalam bentuk
L-asam askorbat. D-asam askorbat hanya memiliki 10 aktivitas vitamin C dan biasanya ditambahkan ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan
Andarwulan dan Koswara, 1992. Vitamin C bersifat mudah rusak jika berada dalam bentuk larutan,
terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta cahaya. Sifat vitamin C yang paling utama adalah kemampuan mereduksinya yang
kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalisis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh
luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator, dan logam.
Mekanisme penyerapan vitamin C membutuhkan suatu sistem transpor aktif Muchtadi et al., 1993. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan
vitamin C adalah jumlah vitamin C yang dikonsumsi, kandungan pektin dalam bahan pangan Muchtadi et al., 1993, natrium dan aspirin Combs, 1992.
Apabila konsumsi vitamin C berlebih, maka akan mendorong terjadinya pengeluaran vitamin C secara difusi pasif. Natrium dapat memacu sistem
transpor aktif dalam penyerapan vitamin C, sedangkan aspirin dapat menghambat kerja sistem transpor aktif dalam penyerapan vitamin C. Menurut
Muchtadi et al., 1993, keterangan mengenai ketersediaan asam askorbat secara biologis dalam bahan pangan masih kurang. Akan tetapi berdasarkan
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, 80 – 90 asam askorbat dalam bahan pangan dapat diserap.
Asam askorbat dapat dioksidasi secara in vivo oleh dua elektron bebas dan menghasilkan L-askorbil radikal. L-askorbil radikal ini dapat kembali
menjadi asam askorbat bila mengalami reduksi, tetapi bila teroksidasi lagi akan membentuk asam L-dehidroaskorbat, yang tidak dapat kembali ke bentuk
awal. Selanjutnya hidrolisis dehidroaskorbat menghasilkan asam 2,3-diketo-L- gulonat. Asam gulonat ini dapat mengalami dekarboksilasi menghasilkan CO
2
dan fragmen 5C seperti xilosa, dan asam xilonat dan mengalami oksidasi menghasilkan asam oksalat dan fragmen 4C asam threonat. Asam askorbat
dapat dihasilkan kembali dari bentuk dehidroaskorbat dengan bantuan enzim dehidroaskorbat reduktase. Enzim ini menggunakan glutation tereduksi
sebagai sumber reducing equivalent. Kerja enzim ini juga menggunakan NADPH sebagai donor hidrogen Combs, 1992.
Vitamin C tidak bersifat racun di dalam tubuh jika berada dalam jumlah yang berlebihan, akan tetapi dapat terjadinya kelebihan besi di dalam
tubuh. Walaupun masalah ini jarang terjadi, akan tetapi akibat yang dapat timbul sangat berbahaya, yaitu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati,
pankreas, jantung, dan kemungkinan organ lain Linder, 1992. Angka kecukupan gizi vitamin C dapat dilihat pada Tabel 2.
Asam askorbat dan dehidroaskorbat mempunyai sifat pereduksi pada level molekular. Vitamin tersebut mempunyai sifat umum yang penting yaitu
sebagai antioksidan yang mempengaruhi redoks potensial tubuh. Akan tetapi, hanya beberapa reaksi enzim yang sudah memperlihatkan secara khusus
membutuhkan vitamin C, seperti proses hidroksilasi yang menggunakan molekul oksigen dan sering mempunyai kofaktor Fe
2+
dan Cu
2+
Linder, 1992. Struktur vitamin C dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur vitamin C Tabel 2. Angka kecukupan gizi vitamin C dan E bagi orang Indonesia
No Kelompok
Umur Berat
Badan kg Tinggi
Badan cm
Vitamin C mg
Vitamin E mg
1. 0-6 bulan
6 60
40 4
2. 7-12 bulan
8.5 71
40 5 3. 1-3
tahun 12
90 40 6
4. 4-6 tahun
17 110
45 7
5. 7-9 tahun
25 120
45 7
Laki-laki 6. 10-12
tahun 35 138
50 11
7. 13-15 tahun 46
150 75
15 8. 16-18
tahun 55 160
90 15
9. 19-29 tahun 56
165 90 15
10. 30-49 tahun
62 165 90 15
11. 50-64 tahun
62 165 90 15
12. 60+ tahun
62 165 90 15
Wanita 13. 10-12
tahun 37
145 50
11 14. 13-15
tahun 48
153 65
15 15. 16-18
tahun 50
154 75
15 16. 19-29
tahun 52
156 75 15
17. 30-49 tahun
55 156
75 15 18. 50-64
tahun 55
156 75 15
19. 60+ tahun
55 156
75 15 Sumber : Anonim 2004
Menurut Nabet 1996, asam askorbat merupakan antioksidan larut air utama dan menjadi bagian dari pertahanan pertama terhadap oksigen radikal
dalam plasma dan juga berperan dalam sel. Asam askorbat menangkap secara efektif O
2
dan
1
O
2
sekaligus. Asam askorbat dapat memutuskan reaksi radikal yang dihasilkan melalui peroksidasi lipid. Pada konsentrasi rendah, asam ini
bereaksi secara langsung pada fase cair dengan radikal peroksil LOO
.
, lalu berubah menjadi askorbil sedikit reaktif. Pada konsentrasi tinggi, asam ini
tidak bereaksi.
F. VITAMIN E