Berdasarkan uji ANOVA interaksi perlakuan penyimpanan yang diberikan, yaitu suhu dan waktu penyimpanan contoh,
berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar vitamin C selama penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh uji lanjut Duncan yang dapat
dilihat pada Lampiran 17. berdasarkan lampiran tersebut, dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan waktu pengambilan pada H-24 dan suhu
55°C, waktu pengambilan pada H-20 dan suhu 55°C, serta waktu pengambilan pada H-24 suhu 45°C berlanjut dengan interaksi
perlakuan yang lain.
2. Warna Produk Sebelum Diseduh Secara Objektif
Warna merupakan parameter pertama yang terlihat oleh konsumen. Sehingga parameter ini dapat menjadi acuan pertama yang
digunakan konsumen dalam menilai mutu suatu produk pangan. Pada beberapa jenis produk, perubahan warna dapat menunjukkan
perubahan nilai gizi, sehingga perubahan warna dapat dijadikan sebagai indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum
yang dapat diterima Arpah, 2001. Oleh karena itu, perubahan warna yang signifikan dapat digunakan untuk memperkirakan lama
penyimpanan dan keadaan mutu produk. Warna minuman fungsional ini diukur secara objektif dengan
menggunakan Chromameter Minolta CR-200. Parameter warna yang digunakan adalah L kecerahan, a warna kromatik campuran merah-
hijau, b warna kromatik campuran biru-kuning, dan h° parameter kisaran warna.
Pada minuman fungsional ini, nilai awal L yang terukur adalah 58.68 untuk ulangan 1 dan 58.53 untuk ulangan 2. Minuman
fungsional ini cenderung memiliki warna merah dibanding hijau, hal ini diketahui dari nilai a yang positif. Nilai a mula-mula adalah 5.01
untuk ulangan 1 dan 5.02 untuk ulangan 2.
Produk ini cenderung berwarna kuning dibanding biru, hal tersebut dapat dilihat dari nilai b yang positif. Nilai b awal produk
adalah 2.82 untuk ulangan 1 dan 2.38 untuk ulangan 2. Berdasarkan parameter h°, produk ini memiliki warna merah. Hal tersebut dapat
diketahui dari nilai h° yang berkisar antara 18-54, dengan nilai mula- mula 29.3 untuk ulangan 1 dan 28.3 untuk ulangan 2. Nilai Warna
minuman fungsional dapat dilihat pada Lampiran 2-4. Berdasarkan Lampiran 2-4, nilai L kecerahan pada minuman
fungsional cenderung mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa kecerahan produk semakin menurun. Semakin menurunnya kecerahan
minuman fungsional dikarenakan terjadinya reaksi pencokelatan non enzimatik Maillard yang menghasilkan produk-produk berwarna
cokelat. Hal tersebut mengingat bahwa Minuman fungsional ini
memiliki komposisi susu skim bubuk yang banyak mengandung gula susu atau laktosa dan protein. Menurut American Dairy Product
Institute 1994, susu skim dapat mengandung laktosa sekitar 51 . Laktosa merupakan gula pereduksi dikarenakan laktosa mempunyai
gugus OH bebas yang reaktif pada atom nomor 1 pada gugus glukosanya. Winarno 2002 menyebutkan bahwa reaksi Maillard
adalah reaksi antara gula pereduksi dan gugus amina primer. Menurut Syarief dan Halid 1993, akibat yang ditimbulkan reaksi Maillard
adalah terbentuknya warna cokelat yang tidak larut dalam air. Selain itu, menurut Syarief dan Halid 1993 pencokelatan
akibat vitamin C sebenarnya merupakan tahap awal dari berlangsungnya reaksi Maillard, karena vitamin C asam askorbat
merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat berfungsi sebagai prekursor pembentuk warna cokelat non enzimatik. Asam-asam
askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai
secara irreversibel dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat, dan kemudian berlangsunglah reaksi Maillard Winarno, 2002. Hal ini
dapat terjadi pada bahan pangan berkadar vitamin C yang cukup tinggi serta mengandung gula pereduksi dan protein.
Berdasarkan uji ANOVA interaksi perlakuan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap seluruh parameter warna
yang diukur, yaitu nilai L, nilai a, nilai b dan nilai h°. Hal ini diperkuat dengan uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 18-21.
C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN