I. PENDAHULUAN A.
LATAR BELAKANG
Dewasa ini, masyarakat dalam mengkonsumsi pangan cenderung tidak hanya menilai dari segi citarasa atau nilai gizi saja, tetapi juga
mempertimbangkan segi pengaruh pangan tersebut terhadap kesehatan tubuhnya Goldberg, 1994. Hal tersebut menjadi latar belakang utama
munculnya pangan fungsional, yaitu pangan yang selain memiliki fungsi citarasa dan nilai gizi, juga memiliki efek menjaga kesehatan dan kebugaran
tubuh. Minat masyarakat terhadap pangan fungsional terlihat dari pemasaran produk pangan fungsional yang memiliki kecepatan pertumbuhan sebesar 15-
20 per tahun Hilliam, 2000. Menurut Departemen Kesehatan Jepang pangan fungsional
didefinisikan sebagai Foods for Specified Health Use atau FOSHU, yaitu pangan yang diharapkan memiliki efek khusus terhadap kesehatan
dikarenakan adanya suatu komponen pada pangan, pangan yang zat alergen di dalamnya telah dihilangkan dimana efek penghilangan atau penambahan
tersebut dan klaim mengenai efek menguntungkan pangan tersebut telah terbukti secara ilmiah, serta tidak memiliki risiko kesehatan dan kebersihan.
Isoflavon adalah senyawa flavonoid salah satu anggota senyawa polifenol yang banyak terdapat pada tanaman, khususnya dari golongan
Leguminoceae . Meskipun isoflavon terdapat dalam berbagai tanaman atau
bahan pangan, namun demikian sumber utama isoflavon dalam makanan adalah kedelai Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM, 2004.
Penelitian-penelitian mengenai isoflavon melaporkan bahwa isoflavon memiliki potensi efek mencegah kanker payudara Peterson dan Barnes,
1998. Isoflavon juga telah diketahui memiliki manfaat kesehatan lain, termasuk pencegahan penyakit jantung Anthony et al., 1998, peningkatan
densitas masa tulang untuk mencegah osteoporosis Anderson dan Carner, 1997 dan pengurangan sindrom-sindrom wanita postmenopause Knight et
al. , 1996.
Komponen-komponen yang telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan adalah vitamin C, vitamin E, dan isoflavon. Vitamin C mempunyai sifat
umum yang penting yaitu sebagai antioksidan. Menurut Nabet 1996, vitamin C merupakan antioksidan larut air utama dan menjadi bagian dari
pertahanan pertama terhadap oksigen radikal dalam plasma dan juga berperan dalam sel. Vitamin C mempunyai peranan penting dalam regenerasi vitamin
E. Vitamin C dibutuhkan dalam sintesis kolagen dan reaksi enzimatik lainnya yang membutuhkan pereduksi sejenis Olson et al., 1991.
Vitamin E terkadang disebut vitamin pembersih radikal bebas dengan cara mencegah oksidasi peroksidasi lipid dari asam-asam lemak tidak jenuh
dalam sel. Vitamin ini kemungkinan berfungsi mencegah agregasi platelet Olson et al., 1991.
Vitamin C dan E di dalam tubuh dapat membantu menstabilkan isoflavon radikal di pembuluh darah. Minuman fungsional yang
disuplementasi tepung kedelai kaya isoflavon dan difortifikasi vitamin C dan E merupakan produk yang bertujuan untuk memberikan manfaat komponen-
komponen tersebut bagi konsumen. Sebagaimana pangan pada umumnya, pangan fungsional juga dapat
mengalami penurunan mutu selama penyimpanan, sehingga produk sudah tidak dapat memberikan daya guna seperti yang diharapkan atau dijanjikan
lagi atau dengan kata lain sudah mencapai masa kadaluarsa. Umur simpan merupakan faktor penting yang harus tercantum dalam kemasan produk. Hal
ini sesuai dengan Undang Undang Pangan Tahun 1996 pasal 30 tentang label dan iklan. Jadi, penentuan umur simpan ini perlu untuk dilakukan.
Pendugaan umur simpan ini dapat ditetapkan berdasarkan metode ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Metode yang bisa digunakan
adalah dengan percobaan penyimpanan atau dengan metode penyimpanan dipercepat sesuai dengan karakeristik produk pangan. Dikarenakan produk
yang akan diduga umur simpannya ini adalah produk olahan susu bubuk yang pada umumnya memiliki umur simpan lebih dari tiga bulan, maka metode
yang sesuai adalah pendugaan umur simpan yang dipercepat atau Accelerated Shelf Life Testing
ASLT.
Produk minuman fungsional dalam penelitian ini memiliki kemasan dengan permeabilitas terhadap uap air yang kecil, sehingga diduga kerusakan
produk tidak diakibatkan oleh penyerapan uap air, melainkan oleh reaksi kimia lain, sehingga metode pendugaan umur simpan yang digunakan adalah
metode Arrhenius. Metode ini memiliki prinsip bahwa laju reaksi sangat dipengaruhi suhu. Pada umumnya, semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi
pula laju reaksi. Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu pangan
masih layak dikonsumsi atau tidak, sulit ditentukan secara kuantitatif karena melibatkan faktor non teknis seperti sosial dan ekonomi Winarno, 2002.
Berbagai analisis laboratorium baik secara kimia, fisik maupun mikrobiologis dapat dilaksanakan untuk menilai mutu dari suatu jenis makanan tetapi sering
sulit diinterpretasikan tanpa melibatkan analisis organoleptik atau uji sensori. Uji ini dianggap uji yang paling peka dan sering digunakan untuk menilai
mutu makanan dan selanjutnya dapat mengukur umur simpannya. Oleh karena itu, parameter uji organoleptik perlu diamati dalam
pendugaan umur simpan karena pada akhirnya penerimaan konsumen merupakan tujuan akhir dari pembuatan suatu produk pangan, sehingga
konsumen dapat dijadikan panelis yang menilai mutu makanan tersebut. Meskipun demikian, parameter lainnya perlu untuk dilakukan. Oleh karena
itu, perlu juga diamati perubahan fisikokimia dari minuman fungsional.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan sifat fisikokimia dan menduga umur simpan minuman fungsional susu skim yang
disuplementasi tepung kedelai kaya isoflavon serta difortifikasi vitamin C dan
E.
II. TINJAUAN PUSTAKA A.