Kadar Vitamin C Asam Askorbat

Klaim yang diizinkan Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM 2004 bagi isoflavon adalah klaim kandungan, klaim fungsi dan klaim tentang manfaat terhadap kesehatan. Produk ini mengandung isoflavon yang melebihi 20 anjuran konsumsi per hari, sehingga produk ini dapat menggunakan klaim “Tinggi”, “Kaya akan”, atau “Merupakan sumber yang sangat baik”. Produk ini mengandung 1.12 mg vitamin E per takaran saji atau memenuhi 7.47 anjuran konsumsi per hari dimana angka kecukupan gizi vitamin E adalah 15 mg untuk laki-laki dan wanita usia 13 tahun ke atas. Sedangkan untuk vitamin C produk ini memenuhi 41.69 sampai 50.03 AKG. AKG vitamin C adalah 75 mg dan 90 mg masing-masing untuk wanita dan laki-laki usia di atas 16 tahun, dengan kandungan vitamin C sebesar 37.52 mg per takaran saji.

B. PENGAMATAN SIFAT FISIKOKIMIA SELAMA PENYIMPANAN

1. Kadar Vitamin C Asam Askorbat

Selama proses penyimpanan pada berbagai suhu, vitamin yang terkandung dalam produk pangan dapat mengalami kerusakan. Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak akibat pemanasan apabila dibandingkan dengan vitamin lain yang difortifikasikan pada minuman fungsional ini, yaitu vitamin E. oleh karena itu vitamin yang diamati penurunan kadarnya adalah vitamin C. Menurut Hariyadi 2004, baik vitamin C maupun vitamin E bersifat tidak stabil terhadap panas, cahaya dan udara. Akan tetapi, maksimal kerusakan vitamin C dapat mencapai 100, sedangkan vitamin E dapat mencapai 55. Tokoferol dan tokotrienol stabil terhadap asam, panas, dan alkali, tetapi dapat rusak oleh oksigen oksidasi dan proses oksidasi ini dapat dipercepat jika terkena cahaya, panas, alkali, dan adanya logam seperti Cu 2+ dan Fe 3+ Koswara dan Andarwulan, 1992. Dalam penelitian ini diamati penurunan kadar vitamin C asam askorbat selama 24 hari setiap empat hari dengan tiga tingkat suhu yang berbeda. Hasil lengkap pengukuran kadar asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 4. Pada hari ke-0 kadar asam askorbat rata-rata ulangan adalah 150.86 mg100 g. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 10 20 30 Hari ke- A sa m a sko rb a t, m g 1 00 m g pr o d u k suhu 35°C suhu 45°C suhu 55°C Gambar 4. Kadar asam askorbat minuman fungsional selama penyimpanan di berbagai suhu Penyimpanan pada suhu 35 o C sampai hari ke-24 kadar asam askorbat produk menurun sampai 59.08 mg100 g produk. Sedangkan kadar asam askorbat produk yang disimpan pada suhu 45 o C menurun sampai 48.45mg100 g. Penurunan kadar asam askorbat terbesar selama penyimpanan 24 hari terjadi pada produk yang disimpan pada suhu 55 o C, yaitu 44.03mg 100 g produk. Kadar asam askorbat secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1. Vitamin C merupakan zat gizi esensial dan merupakan salah satu anggota kelompok komponen fungsional yang paling mudah mengalami kerusakan. Sehingga penurunan kadarnya dalam bahan pangan perlu untuk diketahui. Pengukuran penurunan kadar atau destruksi vitamin C selama penyimpanan dimaksudkan untuk mengetahui waktu paruh vitamin C, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh vitamin C untuk berkurang separuhnya dari konsentrasi awal. Reaksi kerusakan vitamin C selama penyimpanan umumnya mengikuti reaksi orde satu Koswara dan Andarwulan, 1992. Waktu paruh rata-rata ulangan vitamin C pada suhu 35 o C, 45 o C dan 55 o C masing-masing adalah 19.50, 17.82, dan 16.37 hari. Perhitungan waktu paruh dapat dilihat pada Lampiran 27. Apabila diasumsikan suhu penyimpanan adalah 20°C maka waktu paruhnya adalah 22.41 hari. Berdasarkan Lampiran 27 dapat dilihat bahwa nilai k konstanta laju reaksi penurunan kadar vitamin C semakin besar berbanding lurus dengan semakin tingginya suhu. Reaksi yang mungkin terjadi pada produk ini adalah oksidasi vitamin C oleh oksigen yang semakin dipercepat oleh semakin tingginya suhu penyimpanan. Menurut Hariyadi 2004, pada dasarnya diketahui bahwa laju suatu reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu. Umumnya semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi. Vitamin C atau asam askorbat teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Prinsip analisis vitamin C yang dilakukan pada penelitian ini adalah 2,6 diklorofenol indofenol yang terdapat pada larutan dye yang digunakan untuk menitrasi, direduksi oleh asam askorbat membentuk asam dehidroaskorbat dan indofenol tereduksi. Jumlah indofenol yang tereduksi sebanding dengan jumlah asam askorbat pada sampel, sehingga yang terdeteksi pada sampel hanya merupakan asam askorbat, sedangkan asam dehidroaskorbat tidak. Menurut Labuza 1982, pengemasan produk susu kering harus mampu melindungi produk dari udara, cahaya, dan penetrasi air atau uap air. Sehingga, laminasi kertas, foil dan plastik merupakan kemasan yang paling cocok bagi produk ini. Selain itu, kebanyakan produk susu dikemas dibawah kondisi vakum dan dimasukan gas inert. Perlakuan ini dapat meningkatkan umur simpan produk. Sedangkan kemasan produk ini merupakan jenis plastik yang dilaminasi secara ekstruksi dengan LDPE dengan PET sebagai printing film juga tidak dilakukan penambahan gas inert, sehingga proses oksidasi oleh oksigen masih mungkin terjadi. Berdasarkan uji ANOVA interaksi perlakuan penyimpanan yang diberikan, yaitu suhu dan waktu penyimpanan contoh, berpengaruh nyata p0.05 terhadap kadar vitamin C selama penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh uji lanjut Duncan yang dapat dilihat pada Lampiran 17. berdasarkan lampiran tersebut, dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan waktu pengambilan pada H-24 dan suhu 55°C, waktu pengambilan pada H-20 dan suhu 55°C, serta waktu pengambilan pada H-24 suhu 45°C berlanjut dengan interaksi perlakuan yang lain.

2. Warna Produk Sebelum Diseduh Secara Objektif