Kerangka Pemikiran Teoritis .1 Bahan Baku

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Bahan Baku Bahan baku memegang peranan penting dalam industri yang mengolah suatu produk. Menurut Mulyadi 2000 bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral atau menyeluruh dari produk jadi. Pembelian bahan baku merupakan kegiatan utama dalam pengadaan bahan baku. Prosedur pembelian yang dilakukan setiap perusahaan berbeda satu sama lain tergantung jenis bahan baku, volume kegiatan dan pembebanan tanggung jawab persediaan pada masing-masing perusahaan. Menurut Stevenson 1990 bahan baku yang digunakan dalam proses produksi digolongkan menjadi : 1. Raw Materials, yaitu bahan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari barang jadi dan merupakan bagian pengeluaran terbesar dari suatu proses produksi. 2. Purchased Parts, yaitu bahan dari produk jadi yang digunakan dalam jumlah kecil. 3. Supplies, yaitu bahan yang digunakan dalam proses produksi tetapi tidak menjadi bagian dari barang jadi. 4. Component Parts, yaitu bahan yang menjadi bagian-bagian dari barang jadi. Pengawasan terhadap bahan baku mutlak diperlukan bagi setiap perusahaan. Pengawasan dimulai sejak proses pengadaan bahan baku termasuk di dalamnya pemilihan pemasok, mutu bahan baku, distribusi, penanganan penyimpanan sampai bahan baku tersebut digunakan dalam proses produksi.

3.1.2 Konsep Persediaan

Biegel 1992 mendefinisikan persediaan sebagai bahan yang disimpan dalam gudang untuk kemudian digunakan atau dijual. Persediaan dapat berupa bahan baku untuk keperluan proses, barang-barang yang masih dalam pengolahan dan barang jadi yang disimpan untuk penjualan. Menurut Assauri 1998 persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud dan tujuan untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal, atau persediaan barang-barang yang masih dalam proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Pada dasarnya dari kedua definisi tersebut persediaan merupakan hal pokok dalam menjaga kontinuitas produksi. Tujuan utama dari persediaan adalah sebagai penyangga antara supply dan demand Assauri, 1998. Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijakan dan pengendalian persediaan yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan. Dengan adanya persediaan perusahaan dapat terus memenuhi permintaan konsumen walaupun bahan yang dibutuhkan dalam proses produksi tidak tersedia dalam fasilitas penyimpanan atau sedang dalam pengiriman.

3.1.3 Jenis-Jenis Persediaan

Menurut Waters 1992 persediaan yang berdasarkan tujuan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yaitu : 1. Cycle stocks Persediaan terjadi karena pemesanan yang teratur, biasanya perusahaan mengadakan persediaan lebih didasarkan pada permintaan konsumen. 2. Safety stocks Persediaan yang diadakan perusahaan berfungsi sebagai penyangga yang akan digunakan jika terjadi kekurangan persediaan agar tidak menghambat proses produksi. 3. Seasonal stocks Merupakan persediaan yang disimpan untuk mempertahankan kestabilan proses produksi walaupun terjadi variasi musiman. 4. Pipeline stocks Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari pemasok sampai ke tangan perusahaan. Perusahaan perlu memperkirakan dengan tepat kapan pemesanan persediaan ini harus dilakukan agar resiko keterlambatan ataupun kerusakan bahan dapat dihindari. 5. Other stocks Persediaan yang disimpan karena alasan-alasan tertentu.

3.1.4 Fungsi Persediaan

Efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dari suatu perusahaan dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku. Hal tersebut disebabkan karena persediaan memiliki beberapa fungsi penting. Fungsi-fungsi tersebut menurut Handoko 1992 meliputi : 1. Fungsi Decoupling Merupakan fungsi persediaan bahan baku yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pemasok. Persediaan bahan baku diadakan agar perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Merupakan fungsi yang menyimpan persediaan sehingga perusahaan dapat membeli bahan baku dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya-biaya per unit. Persediaan ini mempertimbangkan potongan pembelian dan biaya pengangkutan yang lebih murahkarena perusahaan melakukan pembelian dalam jumlah yang besar. 3. Fungsi Anticipation Yaitu fungsi yang berguna bagi perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian waktu kedatangan barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan persediaan pengaman. Fungsi ini menjadi pelengkap bagi fungsi Decoupling.

3.1.5 Biaya Persediaan

Menurut Stevenson 1990 ada tiga biaya yang menjadi dasar dari biaya persediaan yaitu biaya penyimpanan, biaya transaksi atau biaya pemesanan dan biaya kehilangan atau kekurangan bahan. 1. Biaya Penyimpanan holding costs atau carrying costs Biaya penyimpanan berhubungan langsung dengan bahan-bahan yang disimpan di gudang. Biaya ini terdiri dari biaya-biaya yang berkaitan secara langsung dengan kuantitas persediaan seperti biaya fasilitas penyimpanan termasuk penerangan, pemanas atau pendingin, biaya modal opportunity of capital yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan, biaya asuransi persediaan dan biaya penanganan persediaan. Biaya-biaya ini bersifat variabel, bila bervariasi dengan tingkat persediaan. 2. Biaya Pemesanan ordering costs Merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan pemesanan dan penerimaan bahan-bahan dari penjual atau dari tingkat produksi sebelumnya. Biaya pemesanan ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya untuk menentukan berapa bahan yang diperlukan, biaya pengontrolan ketika bahan sampai ke gudang, baik kontrol maupun kuantitas, upah, biaya pengepakan dan penimbangan. 3. Biaya KehabisanKekurangan Bahan shortage costs Biaya kekurangan bahan muncul ketika kebutuhan bahan melebihi persediaan yang ada. Biaya ini meliputi biaya kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi dan lain-lain. Biaya ini sulit diperkirakan, bahkan perusahaan sering memperkirakan biaya kekurangan bahan ini secara subyektif. Biaya yang akan dianalisis dalam analisis ini adalah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan adalah biaya pemesanan simplisia lewat telepon dan biaya administrasi. Sedangkan yang termasuk dalam biaya penyimpanan adalah biaya opportunity cost, biaya penyusutan bahan baku dan biaya pemeliharaan bahan baku. Opportunity cost diperhitungkan dari tingkat suku bunga yang berlaku tahun 2004 terhadap bahan baku. Biaya kehabisan bahan tidak dimasukkan dalam analisis karena seperti yang telah disebutkan di atas biaya ini sulit diperkirakan oleh perusahaan.

3.1.6 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

Bagi industri pengolahan hasil-hasil pertanian agroindustri persediaan bahan baku menjadi permasalahan tersendiri dalam proses produksi karena selain bahan baku tidak selalu tersedia setiap saat juga sifat dari bahan baku tersebut sangat dipengaruhi oleh alam. Jumlah persediaan yang terlalu besar akan merugikan perusahaan karena ini berarti lebih banyak uang atau modal yang tertanam dan biaya-biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya suatu persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena akan mengganggu kelancaran dari kegiatan produksi. Strategi yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara kelebihan dan kekurangan persediaan agar tercapai biaya optimum dikenal dengan pengendalian persediaan Buffa dan Sarin, 1996. Menurut Assauri 1998 pengendalian persediaan bertujuan untuk mempertahankan suatu jumlah sediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat serta dengan biaya seminimal mungkin. Tujuan perusahaan dalam menjalankan sistem pengendalian persediaan adalah untuk Assauri, 1998 : 1. Menjaga agar jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi 2. Menjaga supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar.

3.1.7 Metode Analisis ABC

Pada perusahaan yang menggunakan bermacam-macam jenis bahan baku membutuhkan banyak tenaga kerja dan biaya untuk mengawasi persediaan, sehingga perusahaan memerlukan kebijakan pengawasan dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas terhadap bahan baku yang memerlukan pengawasan agak ketat dan jenis bahan baku yang pengawasannya dapat dilakukan agak longgar. Menurut Buffa dan Sarin 1996 perusahaan harus memusatkan perhatian pada item persediaan yang nilainya lebih tinggi dan tidak terlalu memikirkan item persediaan yang nilainya rendah. Dalam penentuan kebijakan pengawasan persediaan yang keta t dan agak longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat digunakan Metode Analisis ABC ABC Analysis Method. Metode Analisis ABC ini menggunakan “Pareto Analysis” yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yang mencakup kira-kira lebih daripada 60 persen dari seluruh nilai penggunaan bahan yang terdapat dalam persediaan, sehingga tidak efektif jika perusahaan melakukan pengawasan yang ketat terhadap jenis-jenis persediaan yang mempunyai penggunaan yang rendah. Oleh karena itu, perusahaan cukup menekankan pengawasan persediaan yang ketat terhadap jenis-jenis persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang terbesar dan biasanya jenis bahan bakunya tidak begitu banyak Assauri, 1998. Metode Analisis ABC digunakan untuk memberikan penekanan perhatian pada golongan atau jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang relatif mahal. Dengan metode ini persediaan yang terdapat dalam suatu perusahaan digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu golongan bahan baku A, golongan bahan baku B dan golongan bahan baku C. Grafik Analisa ABC terhadap bahan baku dapat dilihat pada Gambar 1. nilai penggunaan bahan baku Kelas A 80 70 60 50 40 30 20 Kelas B 10 Kelas C volume persediaan bahan baku 10 20 30 40 50 60 70 Gambar 1 : Grafik Metode Analisis ABC Terhadap Bahan Baku Sumber : Heizer dan Render, 1999 Dalam industri jamu tradisional simplisia yang digunakan sebagai bahan baku dibagi menjadi tiga golongan. Untuk golongan A terdiri dari jenis simplisia yang mempunyai nilai penggunaan mencapai 80 persen dari seluruh nilai penggunaan bahan tetapi jumlah simplisia tidak melebihi 10 persen dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan. Golongan B terdiri dari jenis simplisia yang mempunyai nilai penggunaan mencapai 15 persen dari seluruh nilai penggunaan bahan tetapi jumlah simplisia tidak melebihi 20 persen dari seluruh jumlah bahan yang terdapat dalam persediaan. Sedangkan untuk golongan C terdiri dari jenis simplisia yang mempunyai nilai penggunaan mencapai lima persen dari seluruh nilai penggunaan bahan tetapi jumlah simplisia tidak melebihi 70 persen dari seluruh jumlah bahan yang terdapat dalam persediaan. Jadi dalam hal ini pihak perusahaan akan cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada bahan baku yang termasuk dalam golongan A. Model-Model dalam Pengendalian Persediaan Bahan Baku Model-model dalam persediaan berasumsi bahwa sifat permintaan untuk suatu barang dapat bebas independent atau dapat terikat dependent tergantung dari kondisi barang tersebut dalam produksi. Untuk kedua jenis permintaan tersebut, maka model persediaan yang dapat digunakan akan berbeda. Model yang digunakan untuk analisis pengendalian persediaan pada barang dengan sifat permintaan bebas independent adalah Economic Order Sizes EOS dan Economic Lot Sizes ELS. Pengendalian persediaan barang dengan sifat permintaan terikat dependent menggunakan Material Requirement Planning MRP. Simplisia tanaman obat merupakan contoh sediaan bahan baku yang permintaannya terikat dengan permintaan produk akhir karena simplisia merupakan bahan baku untuk produk jamu. Model analisis pengendalian persediaan yang cocok untuk simplisia adalah MRP. Pengertian terikat disini adalah permi ntaan dari barang sebagai bahan baku tersebut berhubungan dengan permintaan dari bahan lain. Permintaan barang terikat diketahui jika hubungan antara barang-barang tersebut dengan barang-barang bebas juga diketahui. Jika hubungan tersebut juga diketahui, maka ramalan terhadap permintaan produk akhir dapat digunakan untuk menghitung kuantitas kebutuhan semua komponen- komponennya. Material Requirement Planning MRP adalah suatu sistem perencanaan dari penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang dilakukan ketika suatu bahan harus dipesan dari pemasok saat persediaan di tangan habis atau saat produksi dari suatu bahan harus dimulai untuk memenuhi kepuasan pelanggan dengan menggunakan waktu tenggang tertentu Heizer dan Render, 1999. Sistem ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan. MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat perakitan dan pabrikasi. Tujuannya adalah merencanakan persediaan sehingga tersedia saat dibutuhkan. Untuk menggunakan model persediaan terikat, maka manajer harus mengetahui Heizer dan Render, 1999 : 1. Jadwal Produksi Master Master Production Schedule menjabarkan apa yang harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana produksi. 2. Spesifikasi dari Bill Of Material, merupakan daftar kuantitas komponen, kandungan dan kebutuhan bahan untuk membuat produk yang menggambarkan struktur produk. Bill Of Material tidak hanya menjabarkan kebutuhan tetapi juga dalam pembiayaan, dan dapat memberikan daftar barang-barang yang akan diproduksi atau dirakit. 3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang baik. 4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi dengan baik. 5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian, produksi, atau perakitan yang sesuai dengan kapan produk tersebut dibutuhkan. MRP memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk mengendalikan barang-barang produksi. Kelebihan MRP dalam menangani barang-barang dengan permintaan terikat Heizer dan Render, 1999 adalah : 1. Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan, 2. meningkatkan kegunaan fasilitas dan tenaga kerja, 3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik, 4. Respon lebih cepat terhadap perubahan dasar, 5. Mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelanggan. Dalam sistem MRP ada beberapa teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran lot. Berikut ini akan dibahas sistem MRP teknik Lot For Lot LFL, Economic Order Quantity EOQ dan Part Period Balancing PPB.

3.1.8.1 Teknik Lot For Lot LFL

Dalam model ini perusahaan memesan tepat sebesar yang dibutuhkan tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pemesanan lebih lanjut. Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah dan permintaan terikat Heizer dan Render, 1999. Teknik ini dapat menekan biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang- barang terikat, apabila perusahaan mampu menyediakan fasilitas yang memadai bagi teknik ini dan memiliki bahan baku dengan kondisi dan sifat yang sesuai. Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan yang dipegang melewati suatu persediaan. Tetapi teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang berhubungan dengan ukuran pesanan tepat.

3.1.8.2 Teknik Economic Order Quantity EOQ

Teknik EOQ seperti yang sering digunakan dalam persediaan barang- barang bebas juga dapat digunakan dalam teknik ukuran lot. Asumsi dari prosedur MRP adalah terdapat permintaan terikat yang dapat diketahui dengan menurunkan dari jadwal produksi. Metode ini mengidentifikasikan kuantitas pesanan atau pembelian optimal. Pada penelitian ini akan di bahas model EOQ dasar atau juga sering disebut model EOQ klasik atau model EOQ. Asumsi yang digunakan dalam menerapkan metode EOQ adalah Buffa dan Sarin, 1996 : 1. Permintaan rata-rata bersifat kontinu dan konstan. 2. Waktu tenggang pasokan bahan konstan. 3. Setiap mata sediaan bersifat independen, yaitu pengisian kembali mata satu sediaan tidak mempengaruhi pengisian kembali mata sediaan yang lain. 4. Harga beli, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan konstan. 5. Jumlah bahan yang dikirim sama dengan jumlah yang dipesan. Dalam metode EOQ hanya terdapat biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sedangkan biaya kehabisan bahan diabaikan. Bila perusahaan memesan bahan baku dalam jumlah yang kecil maka biaya pemesanan akan tinggi dan biaya penyimpanan akan rendah, dan sebaliknya. Metode EOQ bertujuan mengatasi hal tersebut dengan menentukan jumlah pembelian dimana biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan. Hubungan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2. Jumlah pesanan ekonomis terletak pada titik potong antara biaya pemesanan dan penyimpanan titik Q. Biaya Biaya total dari persediaan Biaya penyimpanan Q Biaya pemesanan Kuantitas bahan baku O Qo Gambar 2. Hubungan Antara Biaya Pemesanan dengan Biaya Penyimpanan Sumber : Buffa dan Sarin, 1996 Grafik biaya penyimpanan terus meningkat karena semakin besar bahan baku yang dipesan Q maka semakin besar pula rata-rata biaya penyimpanan yang dikeluarkan untuk menangani persediaan. Grafik biaya pemesanan cenderung menurun karena biaya pemesanan akan menurun apabila pemesanan semakin jarang dilakukan. Hal ini terjadi jika setiap pemesanan dipesan dalam jumlah besar sehingga frekuensi pemesanan semakin kecil. Tingkat penggunaan persediaan dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 3. Pemesanan persediaan bahan baku dapat dilakukan ketika mencapai titik B unit, yaitu ketika persediaan hanya mencukupi untuk kebutuhan selama waktu tunggu lead time. Titik C merupakan titik ketika persediaan sudah habis dan pada saat yang sama pesanan datang. Gambar 3. Kurva Penggunaan Bahan Sumber : Handoko, 1992 Kelebihan dari metode EOQ yaitu dalam metode ini ukuran lot yang ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian kelebihan sediaan yang mungkin timbul dapat dihilangkan. Selain itu metode mudah dianalisis dalam me nghitung jumlah pesanan dan frekuensi pemesanan yang optimum. Secara intuitif metode ini menarik karena meminimumkan biaya inkremental yang terkait dengan adanya persediaan. Namun kelemahan dari metode ini adalah kurang peka terhadap pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi. Untuk mengatasi hal tersebut Persediaan Maksimum Kurva Penggunaan Bahan Garis Pemesanan Kembali Waktu Minimum Persediaan A B C maka harus ditambahkan perhitungan persediaan pengaman atau sediaan penyangga pada metode EOQ.

3.1.8.3 Teknik Part Period Balancing PBB

Teknik PPB merupakan pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. PPB membentuk bagian periode ekonomis, yang merupakan resiko antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.Teknik PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP Economic Part Period. Teknik ini memiliki prinsip mencoba untuk menggabungkan suatu periode dengan periode berikutnya. Kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut dan juga menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode dapat diperoleh dengan mengakumulatifkan perkalian kebutuhan bersih suatu periode dengan periode tambahan yang ditanggung Tabel 4. Tabel 4. Cara Perhitungan Bagian Periode Periode yang Digabungkan Kebutuhan Bersih Kumulatif Kumulatif Bagian Periode 1 A A x 1-1 = 0 1, 2 A + B B x 2-1 1, 2, 3 A + B + C B x 2-1 + C x 3-1 Sumber : Stevenson, 1990 Kumulatif yang mendekati nilai EPP merupakan pilihan gabungan periode yang dipilih. Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi dengan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan digunakan selama periode gabungan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional