Wonogiri, Klaten, dan Boyolali untuk tanaman obat seperti bangle, kencur, lempuyang dan temulawak.
Sentra produksi tanaman obat 90 terdapat di Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah Chanisah, 1996. Untuk tanaman obat budidaya berasal dari daerah
Klaten, Boyolali, Wonogiri, Tawangmangu, Purwodadi, Demak, Kudus, Jepara, Magelang dan Purwokerto. Di Jawa Timur terdapat di daerah Banyuwangi,
Jember, Malang dan Pacitan. Untuk Jawa Barat adalah Garut dan Subang. Beberapa tanaman obat budidaya yang berasal dari luar Pulau Jawa adalah
lada hitam dari Lampung, pala dari Sulawesi dan Irian Jaya, kayu manis dari Kalimantan, cengkeh dari Kalimantan dan Sulawesi. Untuk tanaman obat hutan
sentra produksinya adalah Jawa, Kalimantan, Madura dan Irian Jaya. Pengusahaan tanaman obat umumnya dilakukan oleh petani secara swadaya melalui pola
tanaman monokultur dan tumpang sari dengan tanaman keras ataupun tanaman semusim pada lahan kebun dan lahan pekarangan. Untuk tanaman obat impor
berasal dari India dan Cina. Sedangkan tanaman obat liar hampir keseluruhannya dipasok dari daerah Jawa Tengah seperti Wonogiri, Tawangmangu, Boyolali,
Klaten dan sebagian kecil dari daerah di Jawa Timur.
2.4 Industri Obat Tradisional
Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan industri dikelompokkan berdasarkan jumlah tenaga kerjanya menjadi :
a. Industri Besar
Yaitu industri yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang.
b. Industri Sedang
Yaitu industri yang memiliki tenaga kerja antara 20 orang sampai dengan 99 orang.
c. Industri Kecil
Yaitu industri yang memiliki tenaga kerja antara 5 orang sampai dengan 19 orang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 246MENKESPerV1990 te ntang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional, maka industri obat tradisional dibagi dalam kategori :
1. Industri Obat Tradisional IOT
Industri Obat Tradisional IOT adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset di atas Rp 600.000.000,00 tidak termasuk harga
tanah dan bangunan. Beberapa contoh industri yang termasuk IOT adalah Jamu Air Mancur, Jamu Jago dan Mustika Ratu.
2. Industri Kecil Obat Tradisonal IKOT
Industri Kecil Obat Tradisional IKOT adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 tidak
termasuk harga tanah dan bangunan. 3.
Usaha Jamu Racikan Usaha jamu racikan adalah usaha peracikan, pencampuran dan atau
pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel atau parem dengan skala kecil, dijual dalam satu tempat tanpa penandaan dan
atau merk dagang.
4. Usaha Jamu Gendong
Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel atau parem,
tanpa penandaan dan atau merek dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu
Analisis tentang pengendalian bahan baku telah banyak dilakukan. Berbagai model digunakan untuk menganalisis dan meningkatkan optimalitas
persediaan bahan baku sehingga meminimumkan biaya persediaan.
2.5.1 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pada penelitian di PT Fajar Taurus Yustiana, 1999 sistem pengendalian bahan baku perusahaan dianalisis dengan menggunakan metode Just In Time JIT
untuk bahan baku susu segar dan metode EOQ untuk bahan baku gula pasir dan coklat bubuk. Perbedaan metode analisis disebabkan karena susu segar merupakan
komoditi yang mudah rusak sedangkan gula pasir dan coklat bubuk relatif lebih tahan lama. JIT biasa digunakan untuk bahan baku yang cepat rusak dan tidak
tahan disimpan lama. Metode JIT lebih tepat digunakan bila biaya pesan setiap melakukan pemesanan cukup rendah sehingga perusahaan dapat memesan setiap
hari kerja tanpa adanya tambahan biaya pemesanan. Hasil analisis dengan metode EOQ menunjukkan kebijakan perusahaan berkaitan dengan persediaan bahan
baku gula pasir dan coklat bubuk belum optimal.
Hasil penelitian yang dilakukan Lim Evily 2001 pada PT KNA menyatakan bahwa dalam pengadaan bahan baku air kelapa sistem persediaan
yang diterapkan PT KNA hampir mendekati optimal. Sedangkan penerapan metode EOQ untuk bahan baku gula pasir impor lebih optimal dibandingkan jika
menggunakan gula pasir lokal. Penelitian Zakiah 2002 mengenai sistem pengendalian persediaan bahan
baku produk Dodol Garut pada PT Herlinah Cipta Pratama HCP bertujuan untuk mencari model pengendalian persediaan yang terbaik bagi perusahaan dengan
menggunakan metode MRP teknik LFL, EOQ dan PPB. Bahan baku yang dianalisis adalah ketan, kelapa, gula pasir dan gula merah. Setelah dilakukan
perhitungan biaya persediaan dengan teknik MRP maka penghematan terbesar untuk bahan baku kelapa, gula pasir dan gula merah didapat dengan menggunakan
teknik LFL. Sedangkan untuk bahan baku ketan penghematan terbesar dicapai dengan menggunakan teknik EOQ. Teknik PPB tidak dapat digunakan karena
tidak sesuai dengan sifat bahan baku yang digunakan PT HCP karena sebagian besar bahan baku merupakan produk-produk hasil pertanian yang tidak tahan
lama.
2.5.2 Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Pengendalian Persediaan Simplisia
Yuliana 2000 menganalisis manajemen pengendalian persediaan simplisia Zingiberaceae pada PT Martina Berto, Jakarta dengan metode MRP
yang disimulasikan dengan teknik EOQ. Tidak dijelaskan secara spesifik mengapa hanya persediaan simplisia dari golongan Zingiberaceae yang dianalisis
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan saat terjadinya kekurangan bahan baku
dan jumlah persediaan pengaman yang harus tersedia untuk mengatasi kekurangan bahan baku dengan biaya persediaan yang minimum. Hasil analisis dengan
metode EOQ untuk ketiga jenis Zingiberaceae tidak terlalu nyata, namun untuk 130 macam bahan baku yang digunakan dampaknya terhadap peningkatan biaya
operasional akan semakin besar. Penelitian yang dilakukan Tupanwael 2003 menganalisis sistem
persediaan simplisia temulawak dan kumis kucing pada Fa Pusaka Ambon Jakarta dengan metode EOQ. Hasil analisis dengan menggunakan metode EOQ
menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan persediaan simplisia yang dilakukan perusahaan selama ini belum optimal. Pengendalian persediaan simplisia dengan
metode EOQ menghasilkan biaya persediaan yang lebih minimal dibandingkan dengan kebijakan perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan
perhitungan dengan kedua teknik dari metode MRP lainnya sehingga tidak diketahui teknik mana yang dapat memberikan biaya persediaan paling minimum.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan manajemen persediaan bahan baku bertujuan untuk mencapai optimalisasi tingkat persediaan
pada perusahaan untuk dalam mengefisiensikan biaya produksi. Hasil penelitian dengan metode MRP menunjukkan bahwa metode MRP dapat memberikan
penghematan biaya persediaan yang cukup besar bagi perusahaan. Dalam penelitian ini bahan baku yang dianalisis adalah simplisia berupa
tanaman obat. Karena perusahaan cukup banyak menggunakan jenis simplisia maka simplisia yang akan dianalisis ditentukan dengan metode Analisis ABC
yang memfokuskan pada simplisia yang bernilai tinggi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya berkaitan dengan bahan baku simplisia adalah
dalam penelitian ini menggunakan metode MRP dengan teknik LFL, EOQ dan PBB, dimana dalam penelitian sebelumnya hanya menggunakan metode EOQ
sehingga tidak diketahui apakah kedua teknik lainnya dapat memberikan penghematan yang lebih besar.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN