C. METODE ANALISIS 1. Kadar Air AOAC, 1984
Sampel sebanyak 2.0 gram dihancurkan dan dimasukkan ke dalam cawan, lalu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C selama 3 jam.
Setelah itu dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar air = berat cawan akhir – berat cawan awal x 100
berat basah berat sampel
2. Kadar Protein AOAC, 1995
Sampel sebanyak 1.0 - 2.0 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 1.0 gram K
2
SO
4
, 40 mg HgO dan 2.0 ml H
2
SO
4
pekat. Setelah itu didestruksi sampai cairan berwarna hijau jernih. Dibiarkan dingin, lalu ditambahkan sedikit air suling dan 10 ml 60
NaOH-5 Na
2
S
2
O
3
lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi 5 ml H
3
B0
3
dan 2-4 tetes indikator merah metil serta metil biru hingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang
diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02 N standar hingga titik akhir. N = ml contoh - ml blanko x N
HCl
x 14.007 x 100 bb berat contoh mg
3. Kadar Lemak Kasar AOAC, 1984
Labu lemak yang akan digunakan dalam alat ekstraksi Soxhlet dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator kemudian
ditimbang. Sejumlah sampel ditimbang kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pelarut
heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, sesuai dengan ukuran alat
ekstraksi Soxhlet yang digunakan, lalu dilakukan refluks selama 5 jam. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan di
dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah itu didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang.
lemak = berat lemak x 100 bb berat sampel
4. Kadar Abu AOAC, 1984
Sampel ditimbang 2.0 - 3.0 gram, dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dibakar pada pembakar sampai asapnya habis. Selanjutnya
sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 4 - 5 jam. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang.
kadar abu = berat abu x 100 bb
berat sampel
5. Kadar Karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat bb = 100 – kadar protein+lemak+air+abu
6. Analisis Kadar Serat Pangan, Metode enzimatis Asp et al., 1983
a Persiapan sampel Sepuluh gram sampel W dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer
kemudian ditambah 25 ml buffer Na-fosfat dan dibuat menjadi suspensi. Penambahan buffer berguna untuk menstabilkan enzim
termanyl. Ke dalam labu Erlenmeyer ditambah 100 μl termanyl, labu
ditutupi dan diinkubasi pada T= 100
o
C selama 15 menit sambil sekali- kali diaduk. Tujuan penambah termanyl dan pemanasan adalah untuk
memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu. Kemudian labu diangkat dan didinginkan. Setelah itu ditambahkan 20 ml air
destilata dan pH diatur menjadi pH 1.5 dengan menambahkan HCl 4 M. setelah itu ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH menjadi 1.5
dimaksudkan agar kondisi lingkungan optimum bagi aktivitas pepsin. Labu Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40
o
C dan diagitasi 60 menit.
Setelah 60
o
C labu Erlenmeyer diangkat dan ditambah 20 ml air destilata, kemudian pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH 4 M yang
merupakan pH optimum bagi aktivitas enzim pankreatin. Setelah pH sesuai lalu ditambahkan 100 mg enzim pankreatin, labu ditutup
kemudian diinkubasi pada suhu 40
o
C dan diagitasi selama 60 menit. pH diturunkan sampai 4.5 dengan menggunakan HCl. Larutan disaring
melalui crucible kering yang telah diketahui beratnya porositas 2 yang mengandung 0.5 gram celite kering. Kemudian dicuci 2 kali
masing-masing dengan 10 ml air destilata. Setelah proses ini didapat residu dan filtrat.
b Penentuan Kadar Serat Pangan Tidak Larut IDF Residu yang didapat dari tahap persiapan sampel dicuci dua kali
masing-masing dengan 10 ml aseton. Kemudian residu dikeringkan pada suhu 105
o
C sampai beratnya tetap sekitar 12 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator X1. Residu diabukan
dalam tanur pada suhu 500
o
C paling tidak selama 5 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin Y1.
c Penentuan Kadar Serat Pangan Larut SDF. Filtrat yang didapat dari tahap persiapan sampel ditepatkan
volumenya sampai 100 ml dengan menggunakan labu takar 100 ml. Larutan dituang kedalam gelas piala lalu ditambah 400 ml etanol 95
hangat 60
o
C dan diendapkan selama satu jam. Larutan disaring dengan crucible kering porositas 2 yang mengandung 0.5 gram celite
kering, kemudian dicuci 2 kali masing-masing dengan 10 ml etanol 95 , dua kali masing-masing dengan 10 ml etanol. Endapan
dikeringkan pada suhu 105
o
C sampai beratnya tetap sekitar 12 jam dan ditimbang setelah dingin Y2.
d Pembuatan Blanko Blanko untuk serat pangan tidak larut IDF dan serat pangan larut
SDF diperoleh dengan cara yang sama pada tahap persiapan sampel tetapi pada pembuatan blanko tidak digunakan sampel dan semua
pereaksi yang digunakan dalam tahap persiapan sampel harus digunakan. Dari tahap pembuatan blanko juga didapat residu dan
filttrat. Residu yang didapat diberikan perlakuan yang sama seperti pada tahap penentuan kadar serat pangan tidak larut. Berat residu
setelah dikeringkan dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar serat pangan larut. Berat filtrat setelah dikeringkan
dan diabukan digunakan sebagai blanko untuk penentuan kadar serat pangan larut B2.
e Koreksi protein pada residu Koreksi protein dilakukan pada residu IDF K1 maupun SDF
K2. Koreksi protein bertujuan untuk menghindari kesalahan positif akibat adanya protein dalam residu yang yang belum terurai oleh
enzim termanyl dan pankreatin. Analisis protein pada residu dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl.
f Perhitungan serat pangan total IDF bb = X1-Y1-B1-K1 X 100
W
SDF bb = X2-Y2-B2-K2 X 100 W
Total serat pangan TDF = IDF + SDF
Keterangan : W : berat sampel
X1 : berat residu setelah dianalisis dan dikeringkan g X2 : berat filtrat setelah dianalisis dan dikeringkan g
Y1 : berat residu setelah diabukan g Y2 : berat filtrat setelah diabukan g
B1 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat pangan tidak larut IDF
B2 : berat blanko serat makanan bebas abu untuk kadar serat pangan larut SDF
K1 : Koreksi protein pada residu serat pangan tidak larut IDF K2 : Koreksi protein pada residu residu pangan larut SDF
7. Analisis β-Karoten Metode HPLC Parker, 1992