ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang kondensor dan labu pada ujung- ujungnya. Lalu dimasukkan pelarut heksana ke dalam alat dan sampel.
Refluks dilakukan selama 5 jam minimum dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang
berisi lemak hasil ekstruksi dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar lemak bb Keterangan :
a = berat labu dan sampel akhir g b = berat labu kosong g
c =
berat sampel
awal g
e. Kadar Karbohidrat by difference
Kadar karbohidrat bb = 100 - A + B + P + L Keterangan :
A = kadar air bb B = kadar abu bb
P = kadar protein bb L = kadar lemak bb
4. Analisis Bilangan TBA Thiobarbituric Acid metode Tarladgis
Apriyantono et al., 1989
Sampel ditimbang sebanyak 10 gram dengan teliti, lalu dimasukkan ke dalam wearing blender, kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan
dihancurkan. Sampel yang telah dihancurkan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu destilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml akuades.
Selanjutnya, ditambahkan ±
2.5 ml HCl 4 M atau hingga pH menjadi 1.5. Sampel didestilasi dengan menggunakan pendingin tegak alat destilasi
hingga diperoleh cairan destilat sebanyak 50 ml selama ± 10 menit pemanasan. Destilat yang diperoleh diaduk hingga homogen dan dipipet
ke dalam tabung reaksi bertutup sebanyak 5 ml. Pereaksi TBA ditambahkan sebanyak 5 ml, kemudian divorteks hingga homogen.
Larutan sampel dipanaskan dalam air mendidih selama 35 menit kemudian didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit.
100 ×
− =
c b
a
Larutan blanko dibuat dengan menggunakan 5 ml akuades dan 5 ml pereaksi dengan cara yang sama seperti penetapan sampel. Larutan blanko
digunakan sebagai titik nol dalam pengukuran absorbansi. Larutan sampel kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 528 nm.
Bilangan TBA didefinisikan sebagai mg malonaldehid per kg sampel. Penghitungan bilangan TBA dalam sampel dilakukan melalui persamaan:
Keterangan: TBA = Thiobarbituric Acid mg malonaldehid per kg sampel
A
528
= Nilai absorbansi pada 528 nm Bilangan TBA = 7.8 x A
528
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Pembuatan Tepung Hotong
Proses pembuatan tepung hotong dari biji hotong dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap pengeringan, penyosohan, pemisahan, dan
penepungan. Biji hotong yang digunakan dalam penelitian ini langsung didatangkan dari daerah asalnya, yaitu Pulau Buru, Maluku. Proses
pengeringan dilakukan untuk mendapatkan kadar air tertentu dari biji hotong yang akan disosoh dan ditepungkan. Penyosohan biji hotong
dengan kadar air yang tepat dapat menghasilkan rendemen dan persentase biji tersosoh yang tinggi. Selain itu, rendemen hasil penepungan juga
dipengaruhi oleh kadar air biji yang tersosoh. Berdasarkan hasil penelitian Sutanto 2006, biji hotong dengan
kadar air 11.1 bb menghasilkan rendemen biji tersosoh sebesar 55.27 . Rendemen ini merupakan hasil dari tiga kali proses penyosohan
dengan cara pengulangan pada proses penyosohan. Selain itu, Rendemen tepung yang diperoleh cukup tinggi yaitu sebesar 88.52 dari biji yang
tersosoh. Berdasarkan hasil penelitian Kalabadi 2007, biji hotong dengan kadar air 6.2 bb menghasilkan rendemen biji tersosoh yang lebih
tinggi yaitu sebesar 68.35 . Pada proses pembuatan tepung hotong kali ini tidak dilakukan tahap
pengeringan, tetapi hanya pengukuran kadar air biji hotong. Kadar air biji hotong sebesar 12.93 bb. Penyosohan diulang sebanyak 5 kali agar biji
tersosoh yang dihasilkan semakin baik. Biji hotong dan biji yang sudah tersosoh dapat dilihat pada Gambar 6. Mesin penyosoh yang digunakan
merupakan hasil desain Kalabadi 2007 yang sekaligus juga berfungsi sebagai alat pengupas biji hotong. Keunggulan alat ini yaitu kapasitasnya
yang cukup besar yaitu 18.42 kgjam Kalabadi, 2007. Perhitungan rendemen pada penyosohan biji hotong tidak dilakukan karena pada saat
itu, mesin penyosoh yang digunakan masih dalam tahap perbaikan terus-