Analisis Kebijakan Pengendalian Lingkungan
30 d. Kebijakan yang baik didukung oleh informasi yang lengkap dan akurat.
Informasi data yang tidak lengkap dan akurat menimbulkan misinterpretation,
misperception, dan poor guidelines dalam
mengimplementasikan kebijakan. Proses penyusunan kebijakan tertera pada Gambar 3. Studi analisis
kebijakan pada prinsipnya menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut Dunn, 1999 :
a. Apa hakekat dari permasalahan yang akan dianalisis ? b. Kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah
dan apa akibatnya ? c. Seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah ?
d. Alternatif-alternatif kebijakan apa yang tersedia untuk menjawab masalah-masalah, dan hasil-hasil apa yang diharapkan ?
Masalah dapat timbul sebagai bentuk ketidakpuasan individu atau sekelompok masyarakat terhadap kebijakan yang ada status quo policy. Masalah dan isu
issue adalah dua istilah yang dalam prakteknya sering dipertukarkan satu dengan lainnya. Cubbage, et al. 1993 menyatakan bahwa isu menggambarkan lebih dari
suatu debat atau kontroversi terhadap situasi tertentu. Terdapat banyak masalah dalam pengelolaan lingkungan, namun hanya sedikit yang dapat dijadikan
sebagai isu penting. Isu juga merupakan masalah yang dipertimbangkan dan diperdebatkan oleh publik serta dipandang sebagai hasil gabungan dari kejadian-
kejadian dan aksi kelompok masyarakat. Masalah yang dapat dijadikan isu memiliki beberapa ciri, yaitu :
a. Memiliki konflik yang potensial atau konflik sedang berlangsung. b. Memiliki potensi untuk suatu perubahan dalam rencana pengelolaan.
c. Memiliki pengaruh terhadap alokasi sumberdaya. d. Berhubungan dengan kondisi di suatu tempat dan waktu saat ini.
e. Dapat dirumuskan dalam bentuk sebuah pertanyaan f. Dapat diverifikasi melalui keterlibatan publik.
Kebanyakan masalah yang ditemukan dalam pengelolaan lingkungan merupakan masalah yang rumit atau kompleks. Keputusan melibatkan banyak
stakeholders dengan keragaman latar belakang individual atau kelompok yang
31 Gambar 3. Proses pembuatan kebijakan Cubbage, et al.1993
tinggi menjadikan karakteristik utama yang muncul adalah konflik diantara tujuan-tujuan yang saling bersaing. Cubbage et al. 1993 menjelaskan
pertentangan atau konflik yang sering timbul ketika menetapkan suatu tujuan, yaitu :
FORMASI MASALAH Masalah atau diterima
dan adanya kebutuhan untuk membuat aksi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Kebijakan diimpelemtasikan
oleh instansibadan pemerintah yang sesuai, termasuk di dalamnya
pengawasan legislatif dan peran yudikatif
AGENDA KEBIJAKAN Kebutuhan dikenali dan
masalah ditempatkan sebagai agenda untuk aksi
FORMULASI KEBIJAKAN Bagian-bagian aksi yang
dapat diterima dikembangkan sesuai dengan masalah
ADOPSI KEBIJAKAN Kebijakan diseleksi untuk
mengatasi masalah dan dibuat sebagai
pernyataan kebijakan policy statement
EVALUASI KEBIJAKAN Determinasi informal atau
formal dari efektifitas kebijakan yang dibuat, menyarankan
perbaikan kebijakan yang harus dipertimbangkan
Perubahan yang diharapkan dari perbaikan dalam kebi-
jakan yang dikenali dan diformulasikan
Perubahan yang diharapkan dari perbaikan dalam kebi-
jakan yang dikenali dan diformulasikan
32 a. Ketidakmungkinan fisik physical impossibility, misalnya pembuatan
jalan hutan dapat memberikan dampak menurunnya kualitas air. b. Konflik ekonomi economic conflicts, misalnya keterbatasan dana yang
disediakan oleh pemerintah untuk PSDAL. c. Konflik atas nilai value conflicts, misalnya perbedaan pandangan
diantara kelompok-kelompok masyarakat terhadap penggunaan dan pelestarian SDA.
d. Perspektif Waktu time perspectives, misalnya setiap individu atau kelompok memiliki preferensi waktu yang berbeda dalam memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki dan kepentingan pelestariannya. Perumusan masalah adalah aspek yang paling penting dalam analisis
kebijakan tetapi paling sering sulit dipahami oleh analis kebijakan. Proses perumusan masalah kebijakan seringkali tidak mengikuti aturan yang baku atau
jelas, sedangkan masalah itu sendiri seringkali sangat kompleks dan sulit dibuat sistematis. Dalam merumuskan masalah yang spesifik, perlu upaya untuk
menjadikan masalah tersebut sebagai informasi yang akan menarik perhatian kelompok pembuat keputusan seperti pemerintah sebelum perubahan kebijakan
lainnya terjadi. Dalam tahapan proses sesudah perumusan masalah adalah upaya menjadikan isu atau masalah menjadi agenda kebijakan dari pembuat kebijakan.
Abidin 2002 menyebutkan bahwa masalah strategis memenuhi empat syarat, yaitu: a. luas cakupannya; b. jangka waktu panjang; c. memiliki keterkaitan
yang luas; dan d. mengandung resiko dan keuntungan yang besar. Tipe agenda kebijakan dapat bersifat umum atau sistematik. Abidin 2002
menyebutkan bahwa agenda umum dalam mengangkat isu yang belum jelas tujuan khususnya vague issues mengakibatkan isu-isu tersebut bersifat umum.
Agenda yang sistematik merupakan agenda yang sudah memiliki gambaran yang sangat jelas yang dihasilkan dari suatu diskusi atau perdebatan publik mengenai
isu penting. Sebagai contoh, agenda yang sistematik adalah isu polusi udara, keanekaragaman hayati, degradasi lahan, dan sebagainya. Untuk memperoleh
perhatian pembuat kebijakan, masyarakat publik harus bersatu, mengorganisasikan diri, dan menghubungi lembaga perwakilannya di dewan
perwakilan dengan tujuan untuk memasukkan isu yang telah dirumuskan ke dalam
33 agenda pembuat keputusan. Tekanan publik diperlukan apabila pembuat
kebijakan memiliki sikap yang apriori terhadap isu publik yang diangkat. Bentuk tekanan publik dapat dilakukan dengan beragam media, seperti : diskusi, opini di
media massa, demonstrasi, dan sebagainya. Namun dengan banyaknya masalah yang berkembang dan potensial untuk dijadikan isu seringkali menyebabkan
perlunya penyusunan prioritas dalam mengagendakan isu publik. Semakin penting masalah atau isu yang akan ditempatkan sebagai agenda publik, maka semakin
tinggi peringkat perioritas dari isu publik tersebut. Setelah masalah atau isu dijadikan agenda publik, para pembuat kebijakan
dan stakeholder lainnya secara bersama-sama menyusun formulasi kebijakan yang difokuskan untuk mencari alternatif kebijakan dalam mengatasi permasalahan
yang dihadapi. Dunn 1999 menyatakan bahwa alternatif kebijakan juga melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan pengadilan, dan tindakan
legislatif lainnya. Hasil formulasi kebijakan akan menghasilkan alternatif- alternatif kebijakan baru terhadap kebijakan lama atau yang sedang berlangsung.
Untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelaksanaan kebijakan, diperlukan upaya untuk menyusun peringkat atau prioritas alternatif kebijakan yang harus
diimplementasikan. Alternatif kebijakan yang telah tersusun kemudian diadopsikan dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus di antara
eksekutif, dukungan lembaga peradilan, serta diterima oleh mayoritas stakeholders lainnya.
Kebijakan yang telah diadopsi diimplementasikan oleh unit-unit administrasi dan pelaksana pemerintah, masyarakat, lembaga swasta, dan komponen
stakeholders lainnya. Implementasi kebijakan pun difokuskan untuk memobilisasi sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
Dengan kebijakan yang efektif diharapkan masalah atau isu yang muncul pada tingkat publik akan dapat diselesaikan secara baik, berkeadilan, dan sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Implementasi kebijakan harus dievaluasi untuk menguji apakah pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan telah sesuai
dengan persyaratan dan aturan yang ada dalam kebijakan yang telah ditetapkan. Beragam kriteria digunakan untuk menganalisis kebijakan tersebut. Kriteria
merupakan standar perbandingan yang digunakan dalam pembuatan keputusan
34 tentang kebijakan-kebijakan alternatif. Kriteria dapat menggabungkan fakta
dengan keputusan valuatif atau normatif. Dalam mengevaluasi kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan PSDAL dibutuhkan standar atau
kriteria evaluasi yang menyangkut aspek ekologis, ekonomi, sosial, dan politik, sehingga secara umum evaluasi PSDAL dikemas dalam perspektif sustainability
kelestarian. Ukuran efektifitas kebijakan yang perlu diperhatikan adalah Ramdan, et al., 2003 :