Moral. Kebijakan yang baik tidak akan ada pengaruhnya dalam Pengelolaan Lingkungan

37 7. Pengawasan lingkungan hidup Pengawasan merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengawasan dapat meliputi aspek-aspek yang bersifat teknis, yuridis, ekonomis, sosiologis dan anthropologis pendekatan holistik. Pengawasan juga merupakan unsur logis dari suatu sistem pengelolaan. Pengawasan sebagai suatu sub sistem pengelolaan harus menetapkan perangkat pengelola yang mana yang mempunyai tugas dan fungsi mengenai hal itu. Pengelola juga harus memberikan batasan-batasan tentang hak dan kewajibannya secara tegas kepada perangkat pengelola yang ditunjuknya. Apakah hak itu menyangkut tentang hak pengawasan secara teknis, yuridis, ekonomis, sosiologis ataupun anthropologis. Penunjukan perangkat pengelola harus ditunjuk secara proporsional, dalam arti sesuai dengan bidang kemampuannya masing-masing, dan harus secara tegas di “back up” dengan peraturan-peraturan hukum yang jelas sebagai landasan kewenangannya. Disamping itu, harus pula dipahami bahwa lingkungan hidup tidak boleh dikaji sistem pengelolaannya secara parsial, tetapi harus secara holistik. Untuk itu kiranya diperlukan organisasi yang tersusun secara baik dan koordinasinya juga baik antar perangkat pengawasan tersebut. Dengan demikian, keterlibatan perangkat- perangkat pengawasan harus ditetapkan secara proporsional, sehingga mencerminkan pendekatan yang multidisiplin dari masalah tersebut. 8. Pengendalian lingkungan hidup Pengendalian sebagai salah satu unsur dalam suatu sistem pengelolaan ibarat satu keping uang logam dengan kedua sisinya yang mempunyai arti dan nilai yang sama meskipun terdapat perbedaan dalam penggambaran atau pemaparannya. Disatu sisi, pengendalian merupakan perencanaan secara sistematis tentang upaya pelestarian lingkungan preventive approach, sedangkan di sisi lainnya, pengendalian merupakan tindakan atau usaha-usaha untuk memulihkan ke tingkat kelestarian lingkungan pada mulanya bahkan seharusnya ditingkatkan fungsinya. 38 Pelaksanaan pengelolaan lingkungan tidak hanya menetapkan 8 delapan perangkat tersebut di atas, tetapi juga membutuhkan piranti-piranti lainnya, baik yang sifatnya lunak software maupun yang sifatnya keras hardware. Piranti atau perangkat lunak merupakan cerminan kebijakan yang tertuang dalam kaidah- kaidah hukum formal maupun yang non-formal sifatnya. Kaidah-kaidah hukum formal biasanya dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan nasional ataupun berdasarkan suatu konvensi akan menjadi patokan dalam peraturan secara global bagi negara-negara yang ikut menandatangani konvensi internasional tersebut. Sementara itu, kaidah-kaidah hukum yang non formal dapat merupakan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang sudah melembaga dianut baik secara nasional ataupun internasional oleh individu ataupun kelompok untuk kebutuhan- kebutuhan yang tertentu pula sifatnya. Kaidah-kaidah hukum formal yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan nasional termasuk akibat dari penandatanganan konvensi internasional mengenai suatu hal tertentu sifatnya mandatory atau memaksa. Oleh karenanya, apabila terjadi pelanggaran terhadapnya akan mendapatkan sanksi sesuai yang tertera dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum non formal dalam kegiatan-kegiatan tertentu misalnya akibat desakan perdagangan global, sanksi yang akan diderita si pelanggar adalah berupa “pengucilannya” dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Di dalam negeri misalnya dapat berupa pemboikotan oleh konsumen untuk menuntut lingkungan yang baik dan sehat. Misalnya, pemboikotan terhadap hasil produksi adalah akibat tidak ditetapkanya proses produksi bersih, sehingga hasil produksinya tidak dapat dinilai sebagai “green product” atau “clean product”. Kaidah-kaidah hukum non formal dipatuhi bukan karena hal itu tertuang dalam peraturan perundang-undangan dalam negara nasional, akan tetapi pelaksanaannya berdasarkan asas kesukarelaan atau “voluntary”. Namun demikian, kaidah-kaidah tersebut seringkali dirasakan sangat mengikat. Meskipun menurut kaidah-kaidah tersebut digolongkan sebagai norma moral, namun apabila ditilik dari unsur memaksanya yang begitu kuat. Karena begitu kuatnya hak-hak konsumen, maka kaidah-kaidah yang sifatnya “voluntary” tersebut dalam penerapannya menjadi “mandatory” sifatnya. 39 Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Asia Pasifik mempunyai ambisi untuk menjadi negara industri baru di abad ke dua puluh satu. Ambisi ini diwujudkan melalui transformasi andalan sektor pembangunan dari sektor pertanian menjadi sektor industri dengan basis pertanian yang tangguh. Tanpa upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan khususnya pengendalian pencemaran, tingginya pertumbuhan ekonomi akan dibarengi oleh terus meningkatnya pencemaran lingkungan Soemarno, 2001. Untuk mengurangi pencemaran lingkungan dilakukan tiga pendekatan dalam pengendalian lingkungan. Pertama, command and control: merupakan perangkat yang diterapkan oleh pemerintah melalui baku mutu lingkungan dan program lain. Kedua, self regulation: merupakan tindakan proaktif dalam pencegahan pencemaran oleh perusahaan yang membawa keuntungan adanya kelenturan pada perusahaan untuk mengembangkan teknologi yang sesuai dengan kondisi perusahaannya. Ketiga, instrumen ekonomi: dapat dilakukan melalui insentif, disinsentif, dan tradeable emission permit. Untuk tradeable emission permit, industri diberi hak menggunakan jasa lingkungan untuk membuang limbah; hak ini dapat diperjualbelikan. Fungsi utama perangkat ekonomi di sini adalah untuk menciptakan sebuah perubahan perilaku dengan cara menghukum atau memberi penghargaan secara moneter. Pada masa mendatang diperkirakan akan terjadi pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri. Lokasi industri diperkirakan akan terkonsentrasi di sekitar perkotaan yang mengakibatkan beban pencemaran semakin meningkat. Tanpa langkah-langkah untuk mengatasinya, beban pencemaran air dari bahan organik yang terlihat dan BOD diperkirakan akan terus meningkat. Demikian pula dengan B3 yang diperkirakan akan meningkat. Pencemaran udara yang dicirikan oleh peningkatan kadar debu timah hitam Pb, S0 2 , dan NO x juga akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan sektor industri dan sektor transportasi. Tanpa upaya yang nyata, beban pencemaran udara dari limbah industri berupa S0 2 diperkirakan akan meningkat. Oleh karena itu, tantangan bagi pembangunan lingkungan hidup adalah mengurangi produksi limbah, memanfaatkan kembali limbah, dan 40 sekaligus mengembangkan strategi pencapaian baku mutu lingkungan dan baku mutu limbah yang tepat. Kerusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan terjadi karena aspek lingkungan tidak dimasukkan ke dalam kegiatan pembangunan. Berlangsungnya hal ini karena semata-mata sumberdaya alam masih dipandang sebagai barang bebas dari sisi ekonomi. Dengan mengintegrasikan aspek lingkungan ke dalam seluruh kegiatan ekonomi maka seluruh sumberdaya yang ada di bumi ini bukan lagi sebagai barang bebas, tetapi merupakan barang yang memiliki nilai ekonomis. Untuk barang-barang yang dimiliki masyarakat private goods institusi pasar dengan harga sebagai indikator kelangkaan dapat berfungsi, sedangkan pada pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan tidak ada institusi dan mekanisme yang menyeimbangkan permintaan dan persediaannya. Oleh karena itu, diperlukan institusi dan mekanisme yang mencerminkan kelangkaan dan keseimbangan tersebut. Negara adalah institusi yang mengatur pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dari sisi kebijakan pengelolaan publik melalui pemerintahannya. Ada tiga pendekatan dasar digunakan untuk mengelola sumberdaya alam dan lingkungan, yaitu pendekatan regulasi, pendekatan ekonomi, dan pendekatan masyarakat. Ketiga pendekatan tersebut mengupayakan agar biaya-biaya kerusakan dan pencemaran lingkungan diinternalisasikan ke dalam biaya kegiatan pembangunan Soemarno, 2001; Ramdan et al., 2003. Menurut Soemarno 2001 pada awalnya sekitar tahun 1950-an pendekatan pengeluaran sumberdaya alam dan lingkungan dititikberatkan pada kegiatan regulasi. Dari pengalaman negara-negara maju yang telah melaksanakan pendekatan tersebut disimpulkan bahwa pendekatan yang dititikberatkan pada regulasi ternyata tidak efisien. Ditetapkannya baku mutu lingkungan yang harus diindahkan oleh kegiatan- pembangunan ternyata tidak mendorong kegiatan pembangunan mengambil inisiatif untuk menurunkan tingkat pencemarannya. Melalui penelitian teoritik dan empirik, dibuktikan bahwa pendekatan ekonomik, baik sistem insentif maupun sistem disinsentif mendorong pelaksana kegiatan pembangunan untuk menurunkan tingkat pencemarannya. Dengan semakin dikuasainya teknologi bersih, pendekatan yang tadinya hanya terpusat pada pengolahan limbah di ujung 41 pembuangan pendekatan end of pipe bergeser menjadi pendekatan minimisasi limbah pendekatan cleaner production. Transformasi pendekatan pengendalian limbah dari pengolahan limbah pendekatan reaktif menjadi minimisasi pendekatan proaktif dapat meningkatkan efisiensi yang sekaligus juga mengurangi beban pencemaran lingkungan. Dilihat dari perspektif indikator kesejahteraan masyarakat, salah satu instrumen ekonomi makro yang dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan tajam adalah belum adanya suatu indikator ekonomi makro yang dapat menggambarkan keadaan sebenarnya perekonomian suatu negara. lndikator produk domestik bruto PDB atau pendapatan per kapita telah banyak mendapat kritikan bahwa indikator ini sama sekali belum dapat diandalkan. Kritikan umumnya ditujukan pada belum masuknya penghitungan dimensi lingkungan ke dalam indikator tersebut. Naiknya angka PDB pada kurun waktu tertentu umumnya dikatakan bahwa kesejahteraan masyarakat tersebut menjadi lebih baik, atau negara tersebut dalam keadaan lebih baik better off. Dengan masuknya dimensi lingkungan ke dalam PDB, di mana sering disebut sebagai green PDB, disadari merupakan indikator yang lebih baik ketimbang indikator terdahulu. Dengan adanya paradigma baru ini, maka pembahasan instrumen ekonomi juga akan memasukkan apa yang disebut sebagai neraca lingkungan Soemarno, 2001.

2.5. Analisis Stakeholders

Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan memerlukan kolaborasi diantara stakeholders pemangku kepentingan yang berbeda-beda. Kolaborasi tidak membangun persetujuan diantara masyarakat tentang apa yang akan dilakukan, tetapi lebih sering menyangkut pengaturan perbedaan dalam kepentingan interests dan kekuatan power dalam penggunaan yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Oleh karena itu, pendekatan dalam menganalisis stakeholders difokuskan terhadap hak-hak yang dimiliki rights, tanggung-jawab responsibilities, keuntungan yang diperoleh revenues, dan hubungan diantara stakeholders relationships. Analisis stakeholders tersebut disebut sebagai pendekatan 4Rs Dubois, 1998. 42 Pendekatan 4Rs sebagai alat analisis stakeholders dapat diterapkan dalam : a menganalisis situasi multi-stakeholders dan mendiagnosa permasalahan; b menilai dan membandingkan kebijakan-kebijakan; c berperan dalam proses negosiasi; d alat evaluasi dalam siklus proyek; d merestrukturisasi kelembagaan dan desentralisasi Dubois, 1998. Pendekatan 4Rs merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk mengklarifikasi peranan roles yang dimainkan oleh stakeholders yang berbeda dan sifat hubungan relationship diantara mereka IIED, 2005. Peranan merupakan bentuk dari perilaku, kebiasaan dan respon. Untuk memainkan peranan yang baik setiap stakeholder perlu untuk menginterpretasikan peranannya, mengidentifikasinya, mengembangkannya, dan bekerja dengannya. Kerangka 4 Rs membongkar peranan dari stakeholders ke dalam rights, responsibilities, revenues dapat disamakan dengan return, rewards¸ atau benefits, serta menilai relationship diantara stakeholders yang terlibat IIED, 2005. Dalam hal ini peranan stakeholders dianalisis berdasarkan karakteristik hak-haknya rights, tanggung-jawab responsibilities, manfaat atau hasil yang akan diperolehnya revenues, dan hubungan yang terbangun diantara stakeholders relationships. IIED 2005 menyebutkan bahwa kerangka pendekatan 4Rs ini dapat diterapkan pada berbagai tingkatan yang berbeda, baik di tingkat lokal atau proyek, wilayah, dan nasional. Pendekatan 4Rs dianggap paling efektif sebagai participatory tool untuk membangun dialog diantara stakeholders. Dalam prakteknya, penggunaan pendekatan 4Rs meliputi dua komponen utama, yaitu : a penilaian keseimbangan dari tiga R rights, responsibilities, dan revenues di dalam dan diantara stakeholders assesment of the balance of three Rs; serta b penilaian status dari R keempat yaitu relationship diantara stakeholders. Tiga Rs menunjukkan progress yang sering menunjukkan kualitas dari hubungan antar stakeholders, politik lokal dan budaya, serta pengaruh tekanan eksternal IIED, 2005. Analisis 4 Rs sebaiknya dilakukan secara bersamaan daripada sendiri-sendiri dan di dalam serta diantara kelompok- kelompok stakeholders, karena keseimbangan balance diantara hak, tanggung- jawab, dan manfaat merupakan indikasi yang baik dalam menggarisbawahi struktur kekuatan serta insentif atau disinsentif dalam mencapai pengelolaan 43 sumberdaya alam berkelanjutan. Sebagai contoh : a tanggung-jawab yang tinggi akan meningkatkan insentif yang diberikan; dan b pelaksana swasta memiliki hak dan pendapatan dari pengelolaan sumberdaya alam tetapi memiliki beban tanggung-jawab rendah atau tanggung-jawab terhadap publik yang kurang. Hubungan diantara stakeholders dianalisis dengan memperhatikan : a kualitas hubungan misalnya : baik, sedang, atau terjadi konflik; b kekuatan hubungan, berkaitan dengan frekuensi dan intensitas kontak diantara stakeholders; c formalitas hubungan, berkaitan dengan tipe hubungan yang bersifat formal atau informal; serta d ketergantungan dependence antar stakeholders IIED, 2005.