Arahan Kebijakan Pengendalian Lingkungan di KPB Batam

125 Faktor daya tarik investasi di KPB Batam berkaitan erat dengan banyaknya kegiatan ekonomi internasional yang telah lama berjalan di kawasan tersebut. Dalam hal ini pertimbangan-pertimbangan lingkungan hidup telah menjadi salah satu kepedulian utama dalam praktek perdagangan internasional. Salah satu konvensi internasional yaitu The Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and their Disposal Konvensi Basel membatasi perdagangan internasional limbah bahan berbahaya Beracun B3 yang dianggap membahayakan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pertimbangan pengendalian lingkungan di KPB Batam akan lebih efektif apabila didorong oleh pertimbangan daya tarik investasi. Pengendalian lingkungan yang baik di KPB Batam menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk menanamkan investasinya seiring dengan makin menguatnya pertimbangan lingkungan dalam sistem perdagangan internasional. Peningkatan status keberlanjutan KPB Batam terkait dengan upaya-upaya perlindungan ekosistem kawasan tersebut. Peningkatan kebutuhan lahan di KPB Batam telah mengubah sebagian ekosistem hutan lindung menjadi areal perumahan, perkantoran, dan kawasan industri akibat meningkatnya kebutuhan lahan. Perubahan tutupan lahan hutan ini meningkatkan laju erosi dan aliran permukaan, sehingga tata hidrologis kawasan terganggu. Selain itu, banyaknya industri dan perumahan telah meningkatkan volume limbah yang menyebabkan terjadinya pencemaran air, udara, laut akibat limbah domestik dan industri. Limbah industri sebagian menghasilkan limbah B3 bahan berbahaya dan beracun yang dapat mengancam kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, ekosistem yang terlindungi dengan baik selain memberikan manfaat jasa lingkungan yang optimal bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya, juga meningkatkan fungsi pengendalian lingkungan di kawasan tersebut. Pertumbuhan ekonomi wilayah akan berjalan secara berkelanjutan apabila mampu berjalan sinergis dengan pengendalian lingkungan. Hal ini dikarenakan bahwa pertumbuhan ekonomi akan terganggu atau berhenti apabila daya dukung dan daya tampung lingkungan terdegradasi. Dengan ditetapkannya Batam sebagai KPB, Octaveria 2003 memprediksi pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut akan mencapai 8 dengan kontribusi pajak terhadap pemerintah pusat mencapai 1 126 trilyun rupiah, pendapatan per kapita penduduk rata-rata di atas Rp.15 jutatahun, pertumbuhan investasi di atas 10. Oleh karena itu, untuk menyangga pertumbuhan ekonomi wilayah berjalan secara berkesinambungan maka upaya pengendalian lingkungan di KPB Batam secara konsisten harus dilakukan. Faktor konflik antara masyarakat dengan pengelola KPB Batam dapat mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam. Apabila terjadi konflik, maka upaya pengendalian lingkungan tidak akan efektif berjalan. Isu tentang tidak diperbolehkannya di dalam KPB ada aktifitas penduduk atau steril dari penduduk bisa menjadi konflik antara masyarakat dan pengelola KPB Batam. Konsep FTZ Batam berpenduduk dan menyeluruh menjadi ciri khas FTZ di Batam sama dengan FTZ di Langkawi Malaysia dan Subic Bay Filipina sebagai FTZ berpenduduk. Wilayah KPB Batam dianggap sebagai FTZ khas yang berpenduduk. Pembangunan Batam selain dibangun oleh aktifitas industri pengolahan yang sudah berjalan sejak tahun 1971, juga dipengaruhi oleh keberadaan masyarakat. Masyarakat berperan dalam mendukung berbagai kemudahan dalam proses produksi di kawasan bonded zone, seperti ketersediaan tenaga kerja, menyuplai berbagai jasa dan produk yang dibutuhkan industri, serta menciptakan suasana kehidupan kota yang layak. Kehadiran masyarakat di KPB Batam sebelum FTZ ditetapkan oleh pemerintah menjadi polemik tersendiri dalam pengembangan FTZ Batam. Sampai tahun 2003 jumlah tenaga kerja yang mampu diserap di Batam adalah 175.000 orang di sektor formal Octaveria, 2003. Memasuki pertengahan tahun 2003 masyarakat yang mendiami Pulau Batam kembali diusik karena keberadaaanya dalam kawasan industri yang secara de jure adalah bonded area, sehingga oleh sebagian pihak keberadaannya dianggap ilegal dan dianggap semestinya tidak terjadi. Selama ini dalam prakteknya investor yang berada dalam 18 kawasan industri telah bekerjasama dengan masyarakat setempat, baik dari kalangan buruh, pedagang, maupun pengusaha UKM Usaha Kecil Menengah. Konflik keberadaan penduduk dengan KPB terkait dengan Konvensi Kyoto, dimana KPB berpenduduk dianggap melanggar konvensi tersebut. Kekhawatiran ini tidak beralasan karena tidak ada satu pasal pun dalam konvensi tersebut yang menyatakan bahwa suatu FTZ harus steril dari penduduk di dalamnya. Walaupun 127 wacana di dalam pemberian status FTZ di Indonesia seharusnya tidak boleh berpenduduk, tetapi kondisi Batam yang telah lama berpenghuni sebelum ditunjuk sebagai KPB merupakan ciri khas bagi daerah Batam. Gambar 20. Urutan prioritas aktor yang mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam Urutan prioritas aktor yang mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam adalah sebagai berikut: pemerintah 0,376, pemerintah daerah 0,276, pelaku usaha 0,161, masyarakat 0,105, dan legislatif 0,085 Gambar 20. Pemerintah dengan kewenangan yang dimilikinya telah menunjuk Kota Batam sebagai KPB yang merupakan kawasan ekonomi khusus. Sebagai kawasan nasional ekonomi khusus maka kebijakan pengaturan pembangunan wilayah kawasan, termasuk pengendalian lingkungannya dipengaruhi oleh pemerintah yang mengeluarkan kebijakan. Namun demikian, kekhasan Batam sebagai KPB berpenduduk dan berpemerintah kota Pemkot Batam menjadikan posisi Pemerintah Kota memiliki kewenangan pengendalian lingkungan yang cukup kuat di wilayah KPB Batam. Pemerintah Kota Batam setidaknya mengeluarkan dua Perda Kota Batam yang terkait langsung dengan pengendalian lingkungan di Batam, yaitu Perda Nomor 5 Tahun 2001 tentang Kebersihan Kota Batam tertanggal 26 Juni 2001, dan Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Pelaku usaha dan masyarakat merupakan kelompok yang memiliki kewajiban dan hak dalam peningkatan status keberlanjutan KPB Batam. Jumlah 128 kedua kelompok ini yang dominan akan mempengaruhi aktifitas pengendalian lingkungan di KPB Batam. Kesadaran akan kepedulian lingkungan yang tinggi dari pelaku usaha dan masyarakat berdampak pada sistem pengendalian lingkungan yang kuat di KPB Batam. Legislatif merupakan kelompok aktor yang berperan dalam peningkatan status keberlanjutan KPB Batam, khususnya dalam pengawasan pelaksanaan perda terkait pengendalian lingkungan. Selain itu, kelompok legislatif dapat memainkan peranan penting dalam merumuskan kebijakan pengendalian lingkungan yang lebih baik. Urutan prioritas tujuan dalam pengendalian lingkungan di KPB Batam adalah: perlindungan ekosistem KPB Batam 0,536, peningkatan daya tarik investasi di KPB Batam 0,301, dan pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan 0,163 sebagaimana disajikan pada Gambar 21. Pengendalian lingkungan di KPB Batam diprioritaskan untuk : a melindungi ekosistem wilayah KPB Batam; b mendukung peningkatan daya tarik investasi di KPB Batam; dan c menyangga pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan. Ketiga prioritas tujuan peningkatan status keberlanjutan KPB Batam tersebut dirumuskan dalam kerangka pembangunan KPB Batam yang berkelanjutan. Dalam hal ini pengendalian lingkungan yang baik akan menciptakan perlindungan ekosistem yang mantap, menjamin keberlanjutan investasi, dan menyangga ekonomi wilayah. Gambar 21. Urutan prioritas tujuan yang mempengaruhi pengendalian lingkungan di KPB Batam 129

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil analisis keberlanjutan wilayah Batam menunjukkan bahwa status tingkat keberlanjutan KPB Batam termasuk kategori buruk. Untuk meningkatkan status tingkat keberlanjutan KPB Batam ke tingkat yang lebih baik, diperlukan intervensi atau perlakuan terhadap atribut-atribut yang paling berpengaruh pada setiap dimensi, terutama dimensi lingkungan atribut: ketersediaan sumberdaya air, keanekaragaman hayati, kejadian erosi tanah, dan upaya perlindungan lingkungan dari pencemaran dan dimensi sosial atribut: tingkat pendidikan relatif, kesehatan masyarakat, konflik penggunaan lahan, dan tingkat pertumbuhan penduduk. 2. Implementasi kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam belum berjalan efektif karena beberapa kendala yaitu: a. Belum keluarnya keputusan walikota sebagai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam mengimplementasikan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup. b. Belum memadainya pengawasan terhadap jalannya Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup. c. Belum berjalannya dengan baik penegakan hukum dalam pengendalian lingkungan d. Kurangnya sosialisasi kesadaran lingkungan dan sosialisasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup terutama terhadap masyarakat dan dunia usaha. e. Keterbatasan jumlah sumberdaya manusia, terutama yang berkaitan dengan pengawasan pengendalian pencemaran lingkungan. 3. Pemahaman dan interaksi antar pemangku kepentingan stakeholders terhadap pentingnya pengendalian lingkungan adalah cukup baik, sehingga proses 130 perumusan dan pelaksanaan kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam dapat dilakukan dengan cukup baik. 4. Arahan kebijakan pengendalian lingkungan untuk meningkatkan status keberlanjutan KPB Batam adalah sebagai berikut : a. Melakukan pengamanan dan perlindungan kawasan lindung di KPB Batam; b. Melakukan perlindungan daerah resapan air di KPB Batam yang menjadi sumber air bagi masyarakat di KPB Batam; c. Melakukan kegiatan rehabilitasi lahan dan reboisasi hutan yang kritis; d. Melakukan pemantauan dan pengendalian pencemaran, serta penegakan hukum terhadap pelaku pencemaran; e. Melakukan upaya-upaya peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat; f. Melakukan peningkatan kerjasama produksi antara industri kecil, menengah, dan besar dalam meningkatkan nilai kompetitif industri di KPB Batam; g. Meningkatkan kemitraan bisnis antara investor asing dengan investor dalam negeri; h. Meningkatkan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; i. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan; j. Menyelesaikan konflik agraria dan tata ruang di KPB Batam; k. Menerapkan kebijakan keluarga berencana untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk di KPB Batam; 5. Arahan kebijakan pengendalian lingkungan di KPB Batam diprioritaskan untuk: a melindungi ekosistem wilayah KPB Batam; b mendukung peningkatan daya tarik investasi di KPB Batam; dan c menyangga pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan. Ketiga prioritas tujuan peningkatan status keberlanjutan KPB Batam tersebut dirumuskan dalam kerangka pembangunan KPB Batam yang berkelanjutan 131

5.2. Saran

Berkaitan dengan kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, beberapa saran yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut : 1. Untuk peningkatan status keberlanjutan KPB Batam diperlukan prioritas pembangunan terhadap atribut-atribut sensitif dari ketiga dimensi keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial. 2. Terkait dengan posisi Batam sebagai KPB yang bertaraf internasional, maka pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan khusus tentang pengendalian lingkungan KPB Batam yang secara eksplisit mengintegrasikan lingkungan ke dalam kebijakan pengembangan KPB Batam. Untuk mengoptimalkan koordinasi pengendalian lingkungan hidup di KPB Batam, diperlukan langkah- langkah yang berkaitan dengan upaya untuk : a memperkuat komitmen di antara para pemangku kepentingan stakeholders dalam pengendalian lingkungan, b melibatkan stakeholders dalam perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian lingkungan, serta c melibatkan stakeholders dalam pengawasan dan koordinasi pengendalian lingkungan. 3. Pelaksanaan kebijakan yang bersifat Command and Control perlu ditegakkan dengan: a. Melakukan penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran peraturan perundang-undangan yang mengatur pengendalian lingkungan KPB Batam. b. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pengendalian lingkungan di Batam c. Mewajibkan semua kegiatan ekonomi di setiap unit perusahaan untuk membuat petunjuk pelaksanaan juklak tentang pengendalian lingkungan di lingkunganunit usaha masing-masing dan melaporkan hasilnya secara konsisten dan transparan kepada instansi yang berwenang memantau kualitas lingkungan di Batam.