Analisis Uji Coba Instrumen

diterima jika Sudjana, 2005: 239- 240.

3.6.2 Analisis Uji Coba Instrumen

Setelah dilakukan tes uji coba, dilakukan analisis butir tes yang bertujuan untuk mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel, serta mengukur tingkat kesukaran dan daya pembedanya. 3.6.2.1 Validitas Menurut Anderson sebagaimana dikutip oleh Arikunto 2009: 65, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini, untuk mengetahui validitas butir soal, digunakan rumus korelasi product moment, sebagai berikut. ∑ ∑ ∑ √ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan: : Koefisien korelasi antara X dan Y N : Banyaknya subjeksiswa yang diteliti ∑ : Jumlah skor tiap butir soal ∑ : Jumlah skor total ∑ : Jumlah kuadrat skor butir soal ∑ : Jumlah kuadrat skor total Arikunto, 2009:72. Hasil perhitungan r xy dibandingkan dengan harga kritik r product moment dengan taraf signifikan 5 dan N = 34. Jika r xy r tabel , maka instrumen tersebut dikatakan valid. Dari 7 butir soal yang diujicobakan, terdapat 6 butir soal yang valid dan 1 butir soal tidak valid yaitu butir soal nomor 1. Perhitungan validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.6.2.2 Reliabilitas

Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dikatakan memiliki taraf kepercayaan tinggi apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Instrumen yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan kenyataan Arikunto, 2009: 86. Karena pada penelitian ini menggunakan tes bentuk uraian, menurut Arikunto 2009: 109- 110, reliabilitas tes diukur dengan menggunakan rumus alpha sebagai berikut. [ ] [ ∑ ] dengan ∑ ∑ dan ∑ ∑ di mana: reliabilitas ∑ = jumlah varians skor tiap butir soal = varians total = banyaknya butir soal N = banyaknya peserta tes Interpretasi nilai mengacu pada pendapat Guilford sebagaimana dikutip oleh Jihad dan Haris 2013: 181: reliabilitas : sangat rendah reliabilitas : rendah reliabilitas : sedang reliabilitas : tinggi reliabilitas : sangat tinggi Berdasarkan hasil uji coba pada kelas VIII A dengan diperoleh , sehingga dapat disimpulkan bahwa semua butir soal yang diujicobakan memiliki reliabilitas tinggi. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.6.2.3 Tingkat kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau terlalu sukar, karena soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha dalam pemecahannya, sedangkan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut. dengan terlebih dahulu mencari rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus: Kriteria tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut Arikunto, 2009: 210. Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran P Kriteria 0 ≤ P ≤ 0,3 0,3 P ≤ 0,7 0,7 P ≤ 1 Soal sukar Soal sedang Soal mudah Banyak soal yang diujicobakan adalah 7 butir soal dengan bentuk soal uraian. Berdasarkan analisis instrumen tes uji coba diperoleh satu soal dengan kriteria mudah, yaitu soal nomor 1, empat butir soal dengan kriteria sedang, yaitu soal nomor 2, 3, 4, dan 5, serta dua butir soal dengan kriteria sukar, yaitu soal nomor 6 dan 7. Perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.6.2.4 Daya Pembeda

Menurut Ariku nto 2009: 211, “daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai berkemampuan rendah.” Dalam hal ini tidak ada siswa yang bodoh. Seperti halnya indeks kesukaran, daya beda ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif -, tetapi daya beda ada tanda negatif. Tanda negatif pada daya beda berarti soal tersebut tidak dapat membedakan siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Atau dengan kata lain, anak yang kurang pandai bisa mengerjakan tetapi anak yang pandai justru tidak bisa mengerjakan. -1,00 0,00 1,00 Daya beda Daya beda Daya beda Negatif Rendah Tinggi positif Bagi suatu soal yang dapat dijawab dengan benar oleh siswa pandai maupun siswa kurang pandai, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya beda. Demikian pula jika semua siswa baik pandai maupun kurang pandai tidak dapat menjawab dengan benar, maka soal tersebut tidak baik juga karena tidak mempunyai daya beda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab dengan benar oleh siswa yang pandai saja. Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok pandai atau kelompok atas upper group dan kelompok kurang pandai atau kelompok bawah lower group. Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai daya beda paling besar yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab benar, maka daya bedanya -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama salah, maka soal tersebut mempunyai daya beda 0,00, atau tidak mempunyai daya beda sama sekali. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi pada butir soal uraian adalah: Keterangan: D : Daya Pembeda : Rata-Rata Skor Kelompok Atas : Rata- Rata Skor Kelompok Bawah maks : Skor maksimal Kriteria daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut Arikunto, 2009: 218. Tabel 3.3 Kriteria Daya Pembeda Daya Pembeda Kriteria D 0 0 ≤ D ≤ 0,2 0,2 D ≤ 0,4 0,4 D ≤ 0,7 0,7 D ≤ 1 Semuanya tidak baik butir soal dihilangkan Soal jelek Soal cukup Soal baik Soal baik sekali Berdasarkan analisis tes uji coba diperoleh satu butir soal dengan daya pembeda yang jelek, yaitu soal nomor 1, empat butir soal dengan kriteria cukup yaitu nomor 2, 3, 6,dan 7, serta dua butir dengan kriteria baik yaitu nomor 4 dan 5. Perhitungan daya beda selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Butir soal nomor 2, 3, 4, 5, dan 6 dapat diterima karena memiliki daya beda , sebagaimana diungkapkan oleh Zulaiha 2008: 28, “soal yang baik atau diterima bila memiliki daya pembeda soal di atas 0,25 karena soal tersebut dapat membedakan kelompok siswa yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah.” Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.6.3 Hasil Analisis Soal Uji Coba

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

3 29 61

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERNUANSAETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

0 13 308

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII

5 32 384

KEEFEKTIFAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI PROBLEM POSING PADA PENCAPAIAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA

1 34 419

KEEFEKTIFAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN PRAKARYA ORIGAMI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII

0 32 414

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP NEGERI 22 SEMARANG KELAS VIII SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2006 2007

0 15 115

EFEK MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTU PETA KONSEP DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SMA.

0 3 29

(ABSTRAK) KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP NEGERI 22 SEMARANG KELAS VIII SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2006/2007.

0 0 3

Keefektifan Model Problem Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri 22 Semarang Kelas VIII Semester II Tahun Pelajaran 2006/2007.

0 0 113

KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII -

0 0 70