Teori Belajar Landasan Teori

Pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh dengan sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tak dimiliki oleh konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika. d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran pada matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya.

2.1.2 Teori Belajar

Beberapa teori yang mengkaji tentang konsep belajar telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Teori-teori belajar yang mendukung penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

2.1.2.1 Teori Belajar Ausubel

Menurut Dahar sebagaimana dikutip oleh Rifa’i dan Anni 2011: 210, Ausubel mengemukaan teori belajar bermakna meaningful learning , “belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang.” Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan menjadi bermakna meaningful bila informasi yang akan dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa itu sehingga siswa itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya Hudojo, 1988: 61. Menurut Suparno sebagaimana dikutip dalam Rusman 2012: 244, Ausubel membedakan antara belajar bermakna meaningfull learning dengan belajar menghafal rote learning. Belajar bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahuinya. Teori belajar ini berkaitan dengan problem based learning dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, belajar bermakna terjadi pada problem based learning.

2.1.2.2 Teori Belajar Brunner

Menurut Rifa’i dan Anni 2011: 208-210, Brunner mengemukakan empat pokok utama dalam belajar yang perlu diintegrasikan dalam kurikulum sekolah dan pembelajarannya. Keempat pokok utama dalam belajar yang dimaksud adalah peranan pengalaman struktur pengetahuan, kesiapan mempelajari sesuatu, intuisi dan cara membangkitkan motivasi belajar. Menurut Suherman et al. 2003: 44, Brunner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melalui 3 tahap sebagai berikut. 1. Tahap enaktif Dalam tahap ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi mengotak-atik objek. 2. Tahap ikonik Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam enaktif. 3. Tahap simbolik Dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang- lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantugan terhadap objek riil. Brunner berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur- struktur matematika itu. Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehensif. Lain dari itu siswa lebih mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari itu merupakanmempunyai pola yang berstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer Hudojo, 1988: 56. Teori Brunner dalam penelitian ini berkaitan dengan penggunaan Fun Math Book sebagai media pembelajaran. Proses belajar anak yang terjadi dengan menggunakan Fun Math Book sebagai media pembelajaran adalah proses belajar tahap simbolik. Hal ini dikarenakan melalui soal-soal pemecahan masalah matematika yang terdapat dalam Fun Math Book siswa akan memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu sehingga mempermudah mereka dalam menyelesaikan permasalahan dalam Fun Math Book.

2.1.2.3 Teori Belajar Thorndike

Menurut Thorndike sebagaimana dikutip oleh Hudojo 1988: 11, “dasar terjadinya belajar adalah pembentukkan asosiasi antara stimulus dan respon.” Menurut Suherman et al. 2003: 28, Thorndike mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan yang bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Hudojo 1988: 11-12 menjelaskan beberapa hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike adalah sebagai berikut. 1. Hukum Kesiapan Law of Readiness Hukum ini menjelaskan kesiapan individu untuk melakukan sesuatu. Belajar akan berhasil bila siswa telah siap untuk belajar. 2. Hukum Latihan Law of Exercise Prinsip utama belajar dalam hukum ini adalah pengulangan. Makin sering suatu konsep matematika diulang makin dikuasailah konsep matematika itu. Hukum ini mengarah banyaknya pengulangan yang biasanya berbentuk drill. 3. Hukum Akibat Law of Effect Hukum ini menunjukkan bagaimana pengaruh suatu tindakan bagi tindakan serupa. Thorndike mengemukakan konsep transfer of training, yaitu penggunaan hal-hal yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah. Karena dalam memecahkan masalah terdapat unsur-unsur dalam masalah itu yang identik dengan unsur-unsur pengetahuan yang kita miliki yang saling berasosiasi menjadi satu ikatan sehingga melukiskan suatu kemampuan. Setiap kemampuan harus dilatih melalui latihan-latihan secara efektif dan dikaitkan dengan kemampuan lain Hudojo, 1988: 14. Teori ini berkaitan dengan Problem Based Learning dan Fun Math Book sebagai model dan media pembelajaran dalam penelitian ini, karena Law of Exercise dan transfer of training terjadi. Melalui Problem Based Learning berbantuan Fun Math Book siswa dilatih dalam memecahkan permasalahan. Sehingga prinsip pengulangan dalam Law of Exercise dan transfer of training terwujud dalam bentuk latihan-latihan pemecahan masalah yang terdapat pada Fun Math Book.

2.1.3 Model Pembelajaran

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

3 29 61

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERNUANSAETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA

0 13 308

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII

5 32 384

KEEFEKTIFAN PROBLEM BASED LEARNING DENGAN STRATEGI PROBLEM POSING PADA PENCAPAIAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA

1 34 419

KEEFEKTIFAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN PRAKARYA ORIGAMI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII

0 32 414

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP NEGERI 22 SEMARANG KELAS VIII SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2006 2007

0 15 115

EFEK MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTU PETA KONSEP DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SMA.

0 3 29

(ABSTRAK) KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP NEGERI 22 SEMARANG KELAS VIII SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2006/2007.

0 0 3

Keefektifan Model Problem Based Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Negeri 22 Semarang Kelas VIII Semester II Tahun Pelajaran 2006/2007.

0 0 113

KEEFEKTIFAN IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII -

0 0 70