KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK SMP KELAS VII

(1)

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BERBASIS ETNOMATEMATIKA TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

PESERTA DIDIK SMP KELAS VII

Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Erni Widyadini

4101411083

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah:6)

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran (QS. Al’Ashr:1-3)

Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya : “Jadilah!” maka terjadilah ia (QS. Yaasiin:82)

Don’t give up, just try, do the best and then pray to Allah SWT, believe that Allah always with us if we always remember Allah

PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tua tercinta, Bapak Azis Karmani dan Ibu Sumiyatun yang tidak pernah lelah memberikan do’a dan semangat di setiap langkahku

Untuk kakak-kakakku yang selalu memberikan semangat, do’a dan bantuan.

Untuk sahabat-sahabatku Untuk keluarga Kos Trisanja 2

Untuk teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika Angkatan 2011


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII”. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, kerjasama, dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada.

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd. dan Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt., Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Iwan Junaedi, S.Si., M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Prof. YL. Sukestiyarno, Doses Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi selama perkuliahan.


(7)

vii

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kedua orang tua yaitu Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa mendo’akan yang terbaik bagi penulis serta kakak-kakakku dan keluarga besar tercinta, atas doa, perjuangan, pengorbanan, dan segala dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

9. Sholihul Hadi, S.Pd. Kepala SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah memberikan izin penelitian.

10. Heru Bagus Candrayana, S.Pd. Guru matematika kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

11.Peserta didik kelas VII E, VII F dan VII B SMP Kesatrian 2 Semarang yang telah membantu proses penelitian.

12.Sahabat-sahabatku (Ice Afriyanti, Ratna Ambarwati, Rizka Nurul Oktavia, Pinta Dian Lestari, Putri Rizki Amalia, Ratna Dyah Kusumastuti, Wasis Sukrisno) dan semua sahabat yang selalu memberikan dorongan, semangat dan do’a.

13.Ratna Ambarwati yang telah menjadi observer keterampilan proses pada kelas eksperimen.

14.Teman-teman di Kos Trisanja 2 yang selalu memberikan semangat dan do’a. 15.Seluruh mahasiswa matematika serta teman-teman seperjuangan yang telah

memeberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

16.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

viii

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan para pembaca. Terima kasih.

Semarang,


(9)

ix

ABSTRAK

Widyadini, Erni. 2015. Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.Pd., Pembimbing Pendamping Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt.

Kata Kunci : Keefektifan, Problem Based Learning (PBL), Etnomatematika, Kemampuan Pemecahan Masalah, Keterampilan Proses.

Kemampuan pemecahan masalah dalam matematika merupakan hal penting bagi peserta didik untuk menerapkan keterampilan pemecahan masalah di situasi sosial. Model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah antara lain model PBL berbasis etnomatematika. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: (1) penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif; (2) bagaimana keterampilan proses peserta didik kelas VII pada pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika.

Populasi dalam penelitian adalah peserta didik kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang tahun ajaran 2014/2015. Sampel penelitian diambil dengan teknik cluster random sampling yang diperoleh kelas VII E sebagai kelas eksperimen dan kelas VII F sebagai kelas kontrol. Pengumpulan data dengan metode dokumentasi, observasi dan tes. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji rata-rata, uji proporsi, dan uji perbedaan rata-rata.

Hasil penelitian menunjukkan: (1)model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif, ditunjukkan dengan kemampuan pemecahan masalah peserta didik mencapai ketuntasan individual dan ketuntasan klaksikal, serta rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen adalah 82,33 dan kelas kontrol adalah 76,11; (2)rata-rata skor keterampilan proses adalah sebesar 73,89, dengan skor keterampilan proses terendah adalah 61,15 dan tertinggi 87,31.

Simpulan yang diperoleh adalah: (1) pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif; (2) rata-rata skor keterampilan proses adalah sebesar 73,89, dengan skor keterampilan proses terendah adalah 61,15 dan tertinggi 87,31. Saran yang dapat disumbangkan adalah: (1) Pemilihan soal-soal pemecahan kontekstual bernuansa budaya lokal perlu diperhatikan; (2) Persiapan perangkat pembelajaran, pengelolaan waktu, dan pengelolaan kelas harus diperhatikan; (3) Adanya penyesuaian terlebih dahulu antara model PBL berbasis etnomatematika dengan materi yang akan diajarkan, supaya mudah untuk mengaitkan soal pemecahan masalah dengan budaya lokal setempat.


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Bagi Peserta Didik ... 11

1.4.2 Bagi Guru ... 11


(11)

xi

1.5 Penegasan Istilah ... 10

1.5.1 Keefektifan ... 11

1.5.2 Model Pembelajaran PBL ... 11

1.5.3 Etnomatematika ... 11

1.5.4 Keterampilan Proses ... 12

1.5.5 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 12

1.5.6 Persegi Panjang dan Persegi ... 13

1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 13

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Definisi Belajar ... 15

2.2 Teori Belajar ... 16

2.3 Pembelajaran Matematika ... 18

2.4 Model Problem Based Learning ... 19

2.5 Etnomatematika ... 23

2.6 Pembelajaran konvensional ... 28

2.7 Keterampilan Proses ... 28

2.8 Kemampuan Pemecahan Masalah ... 30

2.9 Tinjauan Materi ... 40

2.10 Penelitian yang Relevan ... 41

2.11 Kerangka Berfikir ... 42

2.12 Hipotesis Penelitian ... 46


(12)

xii

3.1 Desain Penelitian ... 48

3.2 Populasi dan Sampel ... 51

3.2.1 Populasi ... 51

3.2.2 Sampel ... 51

3.3 Variabel Penelitian ... 52

3.3.1 Variabel Independen ... 52

3.3.2 Variabel Dependen ... 52

3.4 Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Data ... 52

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ... 53

3.4.2.1 Dokumentasi ... 53

3.4.2.2 Observasi ... 53

3.4.2.3 Tes ... 53

3.5 Instrumen Penelitian ... 54

3.5.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 54

3.5.2 Lembar Pengamatan Keterampilan Proses ... 55

3.6 Analisis Instrumen Tes Pemecahan Masalah ... 56

3.6.1 Tes Pemecahan Masalah ... 56

3.6.2 Validitas Item ... 57

3.6.3 Reliabilitas ... 58

3.6.4 Taraf Kesukaran ... 60


(13)

xiii

3.7 Analisis Instrumen Penelitian ... 62

3.7.1 Analisis Data Awal... 62

3.7.1.1 Uji Normalitas ... 62

3.7.1.2 Uji Kesamaan Varians (Homogenitas) ... 64

3.7.1.3 Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 64

3.7.2 Analisis Data Akhir ... 65

3.7.2.1 Analisis lembar pengamatan keterampilan proses ... 66

3.7.2.2 Analisis tes kemampuan pemecahan masalah ... 67

3.7.2.2.1 Uji Normalitas ... 67

3.7.2.2.2 Uji Homogenitas ... 68

3.7.2.2.3 Uji Hipotesis ... 69

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

4.1. Hasil Penelitian ... 73

4.1.1 Pelaksanaan Penelitian ... 73

4.1.2 Hasil Analisis Data Akhir ... 73

4.1.2.1 Analisis Deskriptif ... 73

4.1.2.2 Uji Normalitas ... 74

4.1.2.3 Uji Homogenitas ... 75

4.1.2.4 Uji Hipotesis ... 75

4.2. Pembahasan ... 80

4.2.1 Proses Pembelajaran ... 80


(14)

xiv

5. PENUTUP ... 98

5.1 Simpulan ... 98

5.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tahapan Model PBL ... 23

2.2 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ... 35

3.1 Desain Penelitian ... 48

3.2 Pedoman Penskoran dan Rubrik Penilaian ... 57

3.3 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 63

4.1 Data Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 74

4.2 Persentase Keterampilan Proses Pertemuan II dan IV ... 89

4.3 Hasil analisis pengamatan keterampilan proses di kelas eksperimen ... 91

4.4 Kriteria Tingkat Keterampilan Proses... 92


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Petikan hasil jawaban ... 4

2.1 Keanekaragaman Budaya di Semarang... 26

2.2 Batik Semarangan motif Tugu Muda ... 36

2.3 Museum Nyonya Meneer Semarang ... 37

2.4 Bagan Alur Kerangka Berpikir ... 46

4.1 Hasil Petikan jawaban peserta didik kelas model PBL ... 85


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 105

2. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Kontrol ... 106

3. Daftar Kode Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 107

4. Data Nilai UAS Matematika ... 108

5. Uji Normalitas Data Awal... 114

6. Uji Homogenitas Data Awal ... 117

7. Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 118

8. Kisi-kisi Tes Uji Coba ... 120

9. Lembar Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 124

10. Kunci dan Pedoman Penskoran Tes Uji Coba ... 128

11. Data Nilai Tes Uji Coba ... 140

12. Analisis Butir Soal Uji Coba ... 142

13. Perhitungan Validitas Butir Soal ... 145

14. Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 149

15. Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 151

16. Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 153

17. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal Uji Coba ... 155

18. Silabus Kelas Eksperimen ... 156


(18)

xviii

20. LKPD Pertemuan 1 ... 189

21. Kunci LKPD Pertemuan 1 ... 195

22. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 198

23. LKPD Pertemuan 2 ... 204

24. Kunci LKPD Pertemuan 2 ... 205

25. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 206

26. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 2... 210

27. Kuis Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 214

28. Kunci Kuis Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 215

29. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 216

30. LKPD Pertemuan 3 ... 222

31. Kunci LKPD Pertemuan 3 ... 223

32. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 3 ... 224

33. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 3... 227

34. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 230

35. LKPD Pertemuan 4 ... 236

36. Kunci LKPD Pertemuan 4 ... 238

37. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 240

38. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 4... 243

39. Kuis LKS Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 246

40. Kunci Kuis LKS Kelas Eksperimen Pertemuan 4 ... 247


(19)

xix

42. LKPD Pertemuan 5 ... 253

43. Kunci LKPD Pertemuan 5 ... 254

44. Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 5 ... 255

45. Kunci Lembar Masalah Kelas Eksperimen Pertemuan 5... 259

46. Silabus Kelas Kontrol ... 263

47. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 269

48. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 275

49. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 1 ... 276

50. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 279

51. Latihan Soal Kelas Eksperimen Pertemuan 2 ... 283

52. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 287

53. Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 291

54. Kunci Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 2 ... 292

55. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 293

56. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 297

57. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 3 ... 301

58. RPP Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 305

59. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 309

60. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 312

61. Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 315

62. Kunci Kuis Kelas Kontrol Pertemuan 4 ... 316


(20)

xx

64. Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 5 ... 322

65. Kunci Latihan Soal Kelas Kontrol Pertemuan 5 ... 325

66. Lembar Pengamatan Pertemuan 2 Observer 1 ... 332

67. Lembar Pengamatan Pertemuan 2 Observer 2 ... 335

68. Lembar Pengamatan Pertemuan 4 Observer 1 ... 338

69. Lembar Pengamatan Pertemuan 4 Observer 2 ... 341

70. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 344

71. Lembar Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 348

72. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 352

73. Daftar Nilai Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 363

74. Daftar Skor Keterampilan Proses Kelas Eksperimen ... 369

75. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 370

76. Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol ... 373

77. Uji Homogenitas Data Akhir ... 376

78. Uji Hipotesis ... 378

79. Dokumentasi ... 393

80. SK Dosen Pembimbing ... 395

81. Surat Ijin Penelitian ... 396


(21)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Trianto, 2010:3). Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para peserta didiknya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari– hari (Trianto, 2007: 1).

Matematika merupakan salah satu pelajaran di sekolah yang dinilai cukup memegang peranan penting untuk memajukan daya pikir peserta didik. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,


(22)

mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia (BNSP, 2006:139).

Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah. Di dalam memecahkan masalah peserta didik harus mengikuti proses untuk memecahkan masalah. Karatas & Baki (2013) mengemukakan bahwa “Problem solving is recognized as an important life skill involving a range of processes including analyzing, interpreting, reasoning, predicting, evaluating and reflecting”.

Dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara peyelesaian (BNSP, 2006:139). Kemampuan memecahkan masalah yang harus dimiliki oleh peserta didik meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BNSP, 2006:140). Berdasarkan prinsip-prinsip dan standar matematika sekolah dari National Council of Teacher Mathematics (NCTM, 2000:52) menyatakan bahwa “Problem solving is an integral part of all mathematics learning”. Ini berarti pemecahan masalah merupakan hal yang penting dari suatu pembelajaran matematika.


(23)

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah menurut Brannick & Prince, Griffin, et al., National Research Council, dan Rosen & Rimor dalam Draft Collaborative Problem Solving Framework PISA 2015 (OECD, 2013:4) adalah:

The requirements for teaching and assessing collaborative problem solving skills are strongly driven by the need for students to prepare for careers that require abilities to work effectively in groups and to apply their problem solving skills in these social situations.

Pendapat tersebut dapat diartikan persyaratan untuk mengajar dan menilai kemampuan memecahkan masalah kolaboratif sangat didorong oleh kebutuhan bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri untuk karir yang membutuhkan kemampuan untuk bekerja secara efektif dalam kelompok dan menerapkan keterampilan pemecahan masalah mereka di situasi sosial. Sehingga di dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sudah terbiasa untuk memecahkan masalah. Hal tersebut menunjukkan perlunya penguasaan kemampuan pemecahan masalah bagi peserta didik, karena kemampuan pemecahan masalah diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi perkembangan teknologi modern.

Berdasarkan observasi di SMP Kesatrian 2 Semarang, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) SMP Kesatrian 2 Semarang adalah 72 dan ketuntasan klaksikal sebesar 75%. Salah satu sub materi pada semester genap adalah bangun datar persegi panjang dan persegi. Berdasarkan wawancara terhadap peserta didik, mereka menganggap sub materi persegi panjang dan persegi yang merupakan bagian dari materi segiempat adalah salah satu materi yang sulit untuk dipahami, karena terkadang adanya penggunaan masalah kontekstual yang berbentuk soal cerita,


(24)

sehingga peserta didik masih banyak yang mengalami kesukaran dalam menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu diberikan satu masalah terkait keliling dan luas bangun persegi panjang kepada peserta didik pada kelas yang telah mendapatkan materi bangun persegi panjang dan persegi. Dari hasil penyelesaian peserta didik terlihat rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik, dimana peseta didik kurang memahami masalah yang diketahui sehingga masih salah dalam merencanakan penyelesaian masalah. Berikut disajikan masalah dan petikan hasil pekerjaan peserta didik pada Gambar 1.1.

Masalah

Permukaan sebuah kolam renang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 50 m x 16 m. pada keliling kolam, terdapat jalan yang lebarnya 4 m. Tentukan luas jalan tersebut dan gambarkan pula sketsa ilustrasinya!

Petikan hasil pekerjaan peserta didik

Pada petikan di atas diketahui bahwa peserta didik belum memahami permasalahan yang ada dalam pertanyaan. Hal ini terlihat dari jawaban peserta didik yang belum lengkap dalam menjelaskan apa yang diketahui dalam soal. Peserta didik juga belum bisa merencanakan penyelesaian atau menemukan cara-cara untuk memecahkan


(25)

masalah yang terlihat dari langkah penyelesaian yang kurang lengkap. Sehingga diperoleh hasil akhir yang salah serta menunjukkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah pada peserta didik.

Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP Kesatrian 2 Semarang, pembelajaran dilaksanakan dengan guru menjelaskan materi disertai tanya jawab dan dibantu dengan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi materi dan latihan soal. Dengan berpedoman pada kurikulum, seorang guru diharapkan mampu melaksanakan tujuan pembelajaran di sekolah yaitu mengembangkan kemahiran atau kecakapan matematika. Proses kondisi berkesinambungan antara keaktifan dan kefaktualan dalam proses pembelajaran akan tercipta apabila seorang guru selaku fasilitator dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat untuk suatu pokok bahasan tertentu yang mampu menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Salah satu model pembelajaran yang dapat membentuk kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah model Problem Based Learning. Model Problem Based Learning (PBL) menurut Barrows, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8) menyatakan bahwa PBL adalah “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is ecountered first in the learning process”. Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa PBL adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman masalah, dimana masalah diberikan pada awal proses pembelajaran sehingga peserta didik yang selalu


(26)

aktif, guru hanya sebagai fasilitator karena guru memberikan suatu permasalahan bagi peserta didik. Pada model pembelajaran ini, peserta didik dikelompokkan dalam kelompok kecil kemudian bekerja sama memberikan motivasi untuk keterlibatan berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan peluang untuk penyelidikan dan dialog bersama, serta untuk pengembangan keterampilan sosial (Arends, 2012:397). Oleh karena itu, model PBL menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah peserta didik serta mengembangkan keterampilan sosial yang dimiliki peserta didik pada saat diskusi kelompok.

Model PBL adalah model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru pada saat proses pembelajaran terutama pada Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), dimana SMP adalah salah satu bagian pendidikan formal di Indonesia yang pada jenjang ini merupakan bagian perkembangan siswa yang sangat menentukan dalam pembentukan sikap, kecerdasan, dan kepribadian atau karakter peserta didik. Sifat mendasar inilah yang memerlukan perhatian dalam pengajaran matematika.

Sirate (2012) menyatakan bahwa pengajaran matematika bagi setiap orang seharusnya disesuaikan dengan budayanya. Menurut Sirate (2012) matematika bukanlah domain pengetahuan formal yang universal, tetapi merupakan kumpulan representasi dan prosedur simbolik yang terkontruksi secara kultural dalam kelompok masyarakat tertentu. Untuk itu diperlukan suatu yang dapat menghubungkan antara matematika luar sekolah dengan matematika di dalam


(27)

sekolah. Salah satu cara adalah dengan menggunakan ethnomathematics sebagai awal dari pengajaran matematika formal yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang berada pada tahapan operasional konkret (Sirate, 2012). Menurut Tandililing (2013) etnomatematika adalah antropologi budaya (cultural anthropology of mathematics) dari matematika dan pendidikan matematika. Pentingnya etnomatematika dalam pendidikan khususnya pendidikan matematika menurut Wahyuni, et. al., (2013) adalah sebagai berikut.

Peserta didik dapat lebih memahami matematika dan dapat lebih memahami budaya mereka, dan nantinya para pendidik dapat lebih mudah untuk menanamkan nilai budaya itu sendiri dalam diri peserta didik, sehingga nilai budaya yang merupakan bagian karakter bangsa tertanam sejak dini dalam diri peserta didik.

Oleh karena itu pada saat pembelajaran matematika di sekolah, peserta didik juga dapat mengenal budaya mereka disamping memperoleh materi pelajaran dengan adanya etnomatematika.

Menurut Herliana, dkk (2013) peran guru dalam membelajarkan matematika akan sangat berpengaruh agar peserta didik menyenangi dan dapat memahami matematika. Seorang guru harus dapat memotivasi peserta didik agar aktif, dan berpikir secara kritis untuk menyelesaikan soal matematika yang sebelumnya mereka anggap sebagai suatu masalah. Proses dalam pembelajaran juga merupakan salah satu hal yang penting, sehingga diperlukan suatu keterampilan proses dalam pembelajaran.

Keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari


(28)

kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri pembelajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:138). Keterampilan proses dipandang oleh banyak pakar paling sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat dewasa ini (Nyimas, et.al., 2008). Menurut Nyimas, et.al. (2008) dalam pembelajaran matematika, keterampilan proses sangat cocok digunakan, karena struktur matematika yang berpola deduktif kadang-kadang memerlukan proses kreatif yang induktif. Untuk sampai pada suatu kesimpulan, kadang-kadang dapat digunakan pengamatan, pengukuran, intuisi, imajinasi, penerkaan, observasi, induksi bahkan mungkin mencoba-coba.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, akan diadakan penelitian yang berjudul “Keefektifan Model Problem Based Learning Berbasis Etnomatematika terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik SMP Kelas VII”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dari latar belakang sebelumnya, permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.2.1 Apakah penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi efektif?


(29)

1.2.2 Bagaimana keterampilan proses peserta didik kelas VII pada pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1.3.1 Mengetahui penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi efektif.

1.3.2 Mengetahui keterampilan proses peserta didik kelas VII pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika.

1.4

Manfaat Penelitian

Harapan yang diperoleh setelah penelitian dilaksanakan adalah adanya beberapa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat selama penelitian berlangsung, yaitu sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat bagi peserta didik

(1) Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam pembelajaran matematika.

(2) Dapat menanamkan nilai-nilai budaya yang merupakan bagian karakter bangsa bagi peserta didik.


(30)

(3) Dapat memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

(4) Dengan suasana yang menyenangkan peserta didik akan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam memahami mata pelajaran matematika yang dipandang sebagai mata pelajaran yang sulit. 1.4.2 Manfaat bagi guru

(1) Guru dapat memanfaatkan hasil dari penelitian ini berupa perangkat pembelajaran.

(2) Mendorong munculnya inovasi dan kreativitas guru dalam menciptakan dan mengembangkan pendidikan yang kondusif dan menyenangkan di SMP.

1.4.3 Manfaat bagi Sekolah

Sekolah dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan meningkatkan prestasi peserta didik. Selain itu juga dapat meningkatkan kualitas guru dalam rangkaian implementasi model PBL berbasis etnomatematika.

1.5

Penegasan Istilah

Agar diperoleh pengertian yang sama tentang istilah dalam pengertian ini dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari pembaca yang berhubungan dengan judul penelitian ini, maka perlu adanya penegasan istilah sebagai berikut.


(31)

1.5.1 Keefektifan

Keefektifan adalah suatu usaha atau perbuatan yang membawa keberhasilan. Indikator efektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan model PBL berbasis etnomatematika mencapai ketuntasan belajar, yaitu 72 secara individual dan secara klaksikal mencapai 75 % dari jumlah peserta didik yang ada dikelas tersebut telah tuntas belajar.

(2) Hasil tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan model PBL berbasis etnomatematika lebih baik dari kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

1.5.2 Model Pembelajaran PBL

Menurut Barrows, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8) menyatakan bahwa PBL adalah “The learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is ecountered first in the learning process”. Pendapat tersebut dapat diartikan dimana PBL adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman masalah, dimana masalah diberikan pada awal proses pembelajaran.

1.5.3 Etnomatematika

Etnomatematika adalah bentuk matematika yang dipengaruhi atau didasarkan budaya (Wahyuni, et. al., 2013). Etnomatematika dalam penelitian


(32)

ini dibatasi pada pemberian masalah yang bernuansa budaya lokal di Kota Semarang pada kelas dengan pembelajaran model PBL.

1.5.4 Keterampilan proses

Keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri pembelajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:138). Keterampilan dasar dari keterampilan proses yang diukur dalam penelitian ini menggunakan sesuai kemampuan dasar dari keterampilan proses oleh Sanderson & Kratochvil (1971:131) yaitu: (1) mengamati, (2) mengklasifikasikan, (3) menghitung, (4) mengukur, (5) menemukan hubungan (6) mengkomunikasikan, (7) memprediksi (8) menyimpulkan.

1.5.5 Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Wardhani, 2010:22). Indikator kemampuan pemecahan masalah yang diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam menyelesaikan masalah pada sub materi persegi panjang dan persegi berbentuk tes tertulis yaitu berupa sejumlah soal tertulis uraian menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya (1973:33), yaitu:

(1) Memahami masalah (understanding the problem) (2) Merencanakan pemecahan masalah (devising a plan)


(33)

(3) Melaksanakan pemecahan masalah (carrying out the plan) (4) Melihat kembali hasil yang diperoleh (looking back) 1.5.6 Persegi Panjang dan Persegi

Pada Penelitian ini, materi yang akan diteliti pada sub materi segiempat yaitu keliling dan luas bangun persegi panjang dan persegi yang terdapat pada kurikulum KTSP 2006 dengan standar kompetensi berikut.

6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang

6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

1.6

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.

1.6.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri dari halaman judul, pernyataan, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi


(34)

BAB 1 : Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 : Tinjauan Pustaka

Bagian tinjauan pustaka berisi landasan teori, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB 3 : Metode Penelitian

Bagian metode penelitian berisi desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, instrumen penelitian, analisis instrumen tes pemecahan masalah, analisis Instrumen penelitian yang terdiri dari analisis data awal dan analisis data akhir.

BAB 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bagian hasil penelitian dan pembahasan berisi hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

BAB 5 : Penutup

Bagian penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran peneliti.

1.6.3 Bagian Akhir


(35)

15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Belajar

Dalam permendiknas No. 41 Tahun 2007 dituliskan bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya. Menurut Rifa’i (2012:66), belajar adalah proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh seseorang.

Menurut Fontana, sebagaimana dikutip oleh Suherman et. al. (2003:7), belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengamatan. Sedangkan menurut Jihad (2013:1), belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur utama yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Berdasarkan pendapat-pendapat dari ahli tersebut, dapat diketahui bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku baik berupa pemahaman, pengetahuan, sikap, keterampilan atau kecakapan baru yang diperoleh dari pengalaman seseorang untuk menjadi individu yang lebih baik.


(36)

2.2

Teori Belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan hasil belajar peserta didik (Trianto, 2007:12). Beberapa teori belajar yang melandasi pembahasan dalam penelitian ini antara lain:

2.2.1 Teori Piaget

Menurut Piaget, sebagaimana dikutip oleh Rifa’i (2012:170) mengemukakan tiga prinsip utama terjadinya pembelajaran yaitu:

1. Belajar Aktif

Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan kognitif anak, kepadanya perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan, dan membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.

2. Belajar lewat interaksi sosial

Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara subyek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama, baik diantara sesama, anak-anak maupun dengan orang dewasa akan membantu perkembangan kognitif mereka. 3. Belajar lewat pengalaman sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan berkomunikasi.

Sesuai dengan teori Piaget peserta didik harus berperan aktif di dalam kelas untuk memperoleh pengetahuan baru lewat interaksi dalam kelompok.


(37)

Hal tersebut sesuai dengan model PBL berbasis etnomatematika yang menekankan keaktifan peserta didik yaitu ketika pada awal pembelajaran peserta didik diberikan permasalahan berbudaya lokal sehingga peserta didik akan aktif menggali informasi dan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah nyata berdasarkan pengalaman sendiri.

2.2.2 Teori Belajar Vigotsky

Teori Vigotsky lebih menekankan pada aspek sosial dalam pembelajaran. Vigotsky juga mengemukakan pentingnya scaffolding. Scaffolding adalah pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya (Trianto, 2007: 27).

Sesuai dengan Teori Belajar Vigotsky, bahwa pembelajaran model PBL juga membimbing peserta didik pada saat penyelidikian individu atau kelompok untuk memecahkan masalah. Di dalam diskusi kelompok tersebut terjadi interaksi sosial antara peserta didik dengan guru memberikan arahan atau bimbingan kepada peserta didik.

2.2.3 Toeri Belajar Bermakna David Ausubel

Inti dari teori belajar Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna (Rifa’i, 2012:173). Berdasarkan teori ausubel, dalam membantu peserta didik menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan konsep-konsep


(38)

yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Trianto, 2007: 26).

Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran akan bermakna saat peserta didik mengaitkan konsep awal untuk memecahkan masalah nyata. Dengan demikian jika dikaitkan dengan model PBL berbasis etnomatematika yang memberikan permasalahan nyata bernuansa budaya lokal supaya pengetahuan peserta didik terbentuk dengan sendirinya dari pengalaman peserta didik saat diskusi kelompok.

2.3

Pembelajaran

Matematika

Pembelajaran adalah suatu proses yang konstruktif, bukanlah suatu proses yang mekanis sehingga pembelajaran berpusat pada peserta didik. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Dalam permendiknas No. 41 Tahun 2007 dituliskan bahwa pembelajaran adalah sebagai berkut:

(1) proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, atau (2) usaha sengaja, terarah, dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat memperoleh pengalaman yang bermakna.


(39)

Menurut Suherman et. al., (2003:68) pembelajaran matematika di sekolah tidak dapat terlepas dari sifat–sifat matematika yang abstrak, maka terdapat beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.

(1) Pembelajaran matematika adalah berjenjang. (2) Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.

(3) Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. (4) Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi.

Pembelajaran disekolah merupakan proses interaksi yang dilakukan antara peserta didik yang satu dengan lainnya maupun peserta didik dengan guru pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran tersebut merupakan sarana pembentukan pola pikir peserta didik agar dapat berpikir kritis, sistematis, dan kreatif pada saat peserta didik memecahkan masalah matematika.

2.4

Model

Problem Based Learning

Menurut Barrows and Tamblyn, sebagaimana dikutip oleh Barrett (2010:8), “Problem Based Learning is the learning that results from the process of working towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is ecountered first in the learning process”, yang dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan dari proses bekerja menuju pemahaman masalah, dimana masalah diberikan pada


(40)

awal proses pembelajaran. Menurut Fogarty, sebagaimana dikutip oleh Chen (2013:235) menyatakan bahwa “PBL as a course model that focuses on real-world problems”, yang artinya PBL sebagai model pembelajaran yang fokus pada masalah dunia nyata.

Pada saat pembelajaran PBL, peserta didik menemukan sendiri konsep atau pengetahuan yang diperoleh pada saat pemecahan masalah yang diberikan pada awal pelajaran. Permasalahan nyata yang diberikan pada awal pelajaran tersebut membuat peserta didik tertantang untuk segera memecahkan masalah, sehingga peserta didik akan menggali pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang diberikan. Permasalahan nyata yang diberikan akan membuat pembelajaran lebih bermakna karena peserta didik dapat memperoleh pengetahuan atau pemahaman materi berdasarkan masalah yang mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.

Arends (2012:396-397) menyatakan bahwa “The essence of PBL involves the presentation of authentic and meaningful situations that serve as foundations for student. Student collaboration in PBL encourages shared inquiry and dialogue and the development of thinking and social skills”. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa inti dari PBL adalah melibatkan presentasi masalah autentik dan bermakna yang berfungsi sebagai dasar bagi penyelidikan peserta didik. Kerja sama dalam PBL mendorong penyelidikan bersama dan mengembangkan pemikiran serta keterampilan sosial. Ini berarti model PBL dapat mengembangkan pemikiran dan keterampilan yang dimiliki oleh peserta didik pada saat diskusi kelompok.


(41)

Arends (2010:397) menyatakan karakteristik model PBL adalah sebagai berikut.

(1) Driving question or problem (pengajuan pertanyaan atau masalah). (2) Interdisciplinary focus (berfokus pada keterkaitan antar disiplin

ilmu).

(3) Authentic investigation (penyelidikan autentik).

(4) Production of artifacts and exhibits (membuat produk atau presentasi).

(5) Collaboration (kerja sama).

Berdasarkan karakteristik dari pembelajaran model PBL tersebut, dapat diketahui bahwa model PBL yang menyajikan permasalahan nyata pada yang mengatur pengajuan pertanyaan dan masalah. Pengajuan pertanyaan atau masalah secara pribadi bermakna bagi siswa. Masalah yang disajikan membahas situasi kehidupan nyata yang menghindari jawaban sederhana atau dikenal dengan masalah nonrutin. Meskipun pelajaran berbasis masalah dapat dipusatkan dalam mata pelajaran tertentu (sains, matematika), masalah yang sebenarnya sedang diselidiki dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk menyelidiki berbagai mata pelajaran. Sehingga masalah yang disajikan sebenarnya dapat memiliki keterkaitan dengan ilmu pengetahuan yang lainnnya.

Pembelajaran model PBL didesain supaya peserta didik mengadakan penyelidikan otentik yang mencari solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta didik harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat kesimpulan, dan menarik kesimpulan. PBL dicirikan dengan peserta didik bekerja sama satu sama lain


(42)

dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi dan terlibat untuk menyelesaikan tugas-tugas kompleks serta meningkatkan peluang penyelidikan dan dialog bersama untuk pengembangan keterampilan sosial. Dengan adanya kerja sama kelompok tersebut, pada akhirnya mereka dituntut untuk membangun produk atau hasil kerja sama yang kemudian dipresentasikan untuk menjelaskan solusi dari masalah yang diajukan.

Sanjaya (2007:220) menjelaskan bahwa model PBL mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut.

(1) Kelebihan

a) Meningkatkan minat, motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik.

b) Menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.

c) Membantu peserta didik mentransfer pengetahuan peserta didik untuk memahami masalah dunia nyata.

d) Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.

e) Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

f) Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

(2) Kelemahan

a) Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.

b) Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

Arends (2012:411) menguraikan tahapan-tahapan model PBL yang disajikan pada Tabel 2.1 berikut.


(43)

Tabel 2.1 Tahapan Model PBL

2.5

Etnomatematika

Etnomatematika diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977 (Wahyuni, et. al., 2013). Etnomatematika menurut D’Ambrisio berawalan “ethno” yang diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar “mathema” berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasikan, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tics” berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik (Rosa & Orey, 2011:35).

Langkah-langkah

Model PBL Kegiatan yang dilakukan guru

1. Orientasi peserta didik pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, dan memotivasi peserta didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.

2. Mengorganisir peserta didik dalam belajar

Guru membagi peserta didik kedalam kelompok. Guru membantu peserta didik dalam mendefinisikan dan mengorganisir tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

3. Membimbing

penyelidikan individual maupun kelompok.

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen dan penyelidikan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. 4. Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model dan membantu mereka membagi tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang digunakan.


(44)

Sedangkan menurut istilah, D’Ambrisio (1985:45) menyatakan bahwa etnomatematika adalah matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas professional. Contohnya adalah aktivitas membilang. Hartoyo (2012:16) mengemukakan bahwa :

membilang merupakan salah satu aktivitas yang sering dilakukan masyarakat, berkaitan dengan banyaknya sesuatu. Penyebutan bilangan oleh masyarakat sering menggunakan istilah yang berbeda di antara satu sub suku dengan sub suku lainnya, misalnya masyarakat Dayak Kanayath menyebut bilangan satu dengan sebutan asa’/sabiti’/sete; bilangan dua adalah duwa/duwabiti’/duaete’; bilangan tiga adalah talu/talubiti’/taluete’, sedangkan sub suku Dayak Sakapat menyebut bilangan satu dengan sebutan sutik; bilangan dua adalah Duaitik; bilangan tiga adalah tiga. Penyebutan seperti diatas tersebut digunakan masyarakat sub suku Dayak misalnya pada pembuatan kain tenun yang dilakukan ketika seorang penenun menghitung banyaknya bahan benang yang diperlukan untuk membuat kain tenun, banyaknya bahan benang disesuaikan dengan banyaknya kain yang ingin dihasilkan.

Selain itu tujuan adanya etnomatematika yang dikemukakan oleh D’Ambrisio (1985:46) adalah:

untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika yang dikembangkan dalam berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan cara yang berbeda dalam aktivitas masyarakat seperti cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan dan alat, bermain dan lainnya.

Pendapat lain tentang etnomatematika menurut Tandililing (2013) menyatakan bahwa etnomatematika adalah antropologi budaya (cultural anthropology of mathematics) dari matematika dan pendidikan matematika.


(45)

Etnomatematika merupakan suatu jembatan antara budaya di suatu daerah dengan pendidikan yang ada di sekolah.

Seorang pendidik selain memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik pada pembelajaran matematika dengan adanya etnomatematika juga dapat menanamkan nilai-nilai budaya kepada peserta didik agar lebih mengenal dan melestarikan budaya lokal mereka, sehingga dengan adanya etnomatematika, pendidik juga ikut berperan dalam pembentukan nilai dan karakter peserta didik, salah satunya adalah karakter cinta budaya.

Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah yang terletak disebelah utara Pulau Jawa. Budaya di Kota Semarang beraneka ragam, yang dapat dilihat dari cagar budaya di Kota Semarang seperti Lawang Sewu, Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong, Gedung Jiwasraya, Tugu Muda, Museum Ronggowarsito, Masjid Agung Semarang, Goa Kreo dll. Tarian-tarian tradisional di Semarang juga merupakan salah satu kebudayaan asli Kota Semarang, seperti Tari Semarangan dan Tari Topeng. Jika dilihat dari makanan khas tradisional di Kota Semarang seperti lumpia Semarang, ikan bandeng presto, wingko babat, dll. Sedangkan untuk tradisi seni budaya di Kota Semarang misalnya adalah tradisi Dugderan. Batik Semaragan juga merupakan karya seni budaya Kota Semarang. Berikut ini disajikan gambar-gambar yang berkaitan dengan hasil budaya yang ada di Kota Semarang pada Gambar 2.1.


(46)

Sumber: www.google.com


(47)

Penerapan etnomatematika dalam penelitian ini adalah pemberian masalah pembelajaran model PBL yang bernuansa budaya lokal. Masalah matematika yang diberikan merupakan masalah nyata yang dihubungkan dengan cagar budaya lokal atau hasil budaya lokal yang ada di Kota Semarang seperti pemecahan masalah matematika untuk menghitung keliling dan luas kain batik semarangan.

Pemberian masalah bernuansa budaya lokal bertujuan supaya peserta didik lebih termotivasi dan tidak jenuh pada saat pembelajaran. Permasalahan tersebut diberikan pada awal pelajaran sesuai dengan tahapan model PBL yang pertama yaitu mengorientasikan peserta didik pada masalah. Kemudian dibentuk kelompok belajar yang terdiri 4-5 orang peserta didik dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas belajar yang diberikan oleh guru serta memecahkan permasalahan yang ada dengan diskusi kelompok.

Pada saat diskusi kelompok yang terdiri dari beberapa kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas belajar penemuan konsep pada LKPD dan pemecahan masalah bernuansa budaya lokal tersebut, peserta didik juga dibimbing oleh guru jika peserta didik mengalami kesulitan, kemudian peserta didik mempresentasikan hasil diskusi dengan perwakilan satu kelompok terkait penemuan konsep pada LKPD dan pemecahan masalah yang ada pada lembar masalah peserta didik.


(48)

2.6

Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang sesuai pembelajaran disekolah. Pembelajaran diawali dengan guru menjelaskan materi pelajaran namun juga disertai dengan tanya jawab dari peserta didik dan peserta didik menggunakan bantuan LKPD, sehingga disamping peserta didik mendengarkan penjelasan dari guru, peserta didik juga dibantu dengan adanya LKPD untuk pemahaman konsep serta latihan soal pada akhir pelajaran.

2.7

Keterampilan

Proses

Menurut Dimyati & Mudjiono (2002) keterampilan proses adalah wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri pembelajar. Sedangkan menurut Lady, et. al. (2012) keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar peserta didik dengan mengembangkan keterampilan memproses pengetahuan, sehingga peserta didik akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam tujuan pembelajaran.

Menurut Djamarah, sebagaimana dikutip oleh Lady, et. al. (2012) menyatakan bahwa keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menyadari, memahami, dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai


(49)

peserta didik. Sanderson & Kratochvil (1971:13) mengklasifikasikan keterampilan proses menjadi keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu, sebagai berikut.

(1) Keterampilan proses dasar a. Observing (mengamati)

b. Classifying (mengklasifikasikan) c. Using numbers (menghitung) d. Measuring (mengukur)

e. Using space/time relation-ships (menemukan hubungan) f. Communicating (mengkomunikasikan)

g. Predicting (memprediksi/menduga) h. Inferring (menyimpulkan)

(2) Keterampilan proses terpadu

a. Defining operationally (pendefinisian variabel secara operasional) b. Formulating hypothesis (perumusan hipotesis)

c. Interpreting data (Interpretasi data)

d. Controlling variables (pengontroling variabel) e. Experimenting (merancang eksperimen)

Dalam penelitian ini keterampilan proses dasar yang diukur adalah keterampilan proses pada kelas dengan model PBL berbasis etnomatematika dan menggunakan indikator keterampilan proses dasar dengan aspek penilaian sebagai berikut.

a. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang diketahui berdasarkan pengamatan dalam soal/masalah.

b. Menyebutkan atau menuliskan kembali apa yang ditanyakan berdasarkan pengamatan dalam soal/masalah.

c. Membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai dengan pengamatan dalam soal/masalah.


(50)

d. Berdiskusi dengan teman dalam pemecahan masalah

e. Menerapkan rumus mana yang diduga digunakan dalam pemecahan masalah. f. Mengutarakan strategi pemecahan masalah dalam kelompok

g. Menghubungkan konsep yang ditemukan untuk pemecahan masalah h. Menghitung untuk pemecahan masalah

i. Memecahkan masalah yang ada dalam kelompok j. Menjelaskan pertanyaan dari teman (dalam kelompok)

k. Menyimpulkan apa yang diperoleh dari pemecahan masalah saat diskusi kelompok.

l. Memperkirakan cara lain untuk pemecahan masalah dalam diskusi kelompok. m.Mempresentasikan hasil diskusi kelompok.

2.8

Kemampuan Pemecahan Masalah

Karatas & Baki (2013:249) menyatakan bahwa “Problem solving is recognized as an important life skill involving a range of processes including analyzing, intrepeting, reasoning, predicting, evaluating and reflecting”. Menurut Baykul, sebagaimana dikutip oleh Aydoğdu (2014:54) menyatakan bahwa “Problem is a work, in which an individual who is facing it feel the need for solving or want to solve it, s/he does not have a way how to solve it and s/he tries to solve it”. Sedangkan menurut Wardhani (2010:22) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah


(51)

diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal, sehingga ciri dari tes atau penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal; (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin; dan (3) prosedur menyelesaikan masalah belum diketahui penjawab. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses menerapkan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang dapat berupa hambatan, kesulitan, tantangan, atau situasi yang membutuhkan suatu perencanaan atau strategi pemecahan terlebih dahulu untuk mendapat solusi dari masalah tersebut.

Menurut Nyimas, et. al. (2008) soal-soal matematika dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu soal rutin dan soal nonrutin. Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Soal jenis ini banyak terdapat dalam buku ajar dan dimaksudkan hanya untuk melatih peserta didik menggunakan prosedur yang sedang dipelajari di kelas. Sedangkan soal nonrutin adalah soal yang untuk menyelesaikannya diperlukan pemikiran lebih lanjut karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang dipelajari di kelas. Berdasarkan pendapat tersebut, soal nonrutin dalah suatu soal dengan situasi baru yang belum pernah diperoleh peserta didik sebelumnya. Dengan adanya situasi baru tersebut, peserta didik akan menerapkan konsep yang telah dimilikinya untuk memperoleh jawaban dari soal tersebut, namun jawaban yang diperoleh tidak langsung dapat diperoleh. Memberikan soal-soal nonrutin kepada peserta didik berarti melatih mereka


(52)

untuk menerapkan berbagai konsep matematika yang telah dimiliki sebelumnya dalam situasi baru sehingga pada akhirnya mereka mampu menggunakan berbagai konsep ilmu yang telah mereka pelajari untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang diberikan oleh guru.

Suatu situasi dikatakan suatu masalah jika situasi tersebut tidak dapat langsung ditemui pemecahannya tetapi dengan menggunakan langkah atau strategi untuk pemecahan masalah terlebih dahulu. Sehingga, jika peserta didik diberikan suatu soal matematika dan peserta didik dapat langsung mengetahui jawaban yang benar tanpa menggunakan langkah atau strategi untuk memperoleh jawaban, maka soal tersebut bukan merupakan suatu masalah.

Berdasarkan Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (BSNP, 2006:139). Sedangkan menurut NCTM (2000:52) dalam pemecahan masalah matematika harus memungkinkan semua peserta didik untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam bidang lain; menerapkan dan menyesuaikan berbagai macam strategi yang tepat untuk memecahkan masalah; serta mengamati dan mengembangkan proses pemecahan masalah matematika.

Indikator kemampuan pemecahan masalah menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen dalam Wardhani (2010:22) adalah sebagai berikut:


(53)

(1) mampu menunjukkan pemahaman masalah;

(2) mampu mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah;

(3) mampu menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk;

(4) mampu memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat;

(5) mampu mengembangkan strategi pemecahan masalah;

(6) mampu membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah; dan

(7) mampu menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Peran guru sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah. Keberhasilan peserta didik dalam memecahkan masalah matematika didukung oleh kemampuan guru dalam mengajarkan dan menerapkan model pembelajaran yang cocok untuk mengajarkan pemecahan masalah. Selain hal tersebut, dalam memecahkan masalah juga dibutuhkan suatu usaha untuk mencari jalan keluar atau suatu jawaban dari permasalahan. Dimana jawaban yang diperoleh harus memperhatikan langkah-langkah penyelesaiannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution (2009:171) yaitu sebagai berikut:

cara terbaik untuk membantu siswa memecahkan masalah adalah memecahkan masalah langkah demi langkah dengan menggunakan aturan tertentu, tanpa merumuskan aturan itu secara verbal, yakni dengan menggunakan contoh, gambar-gambar, dan sebagainya, sehingga siswa dibantu dan dibimbing untuk menemukan sendiri pemecahan masalah itu.

Menurut Polya (1973:6-19) ada empat langkah yang harus dilakukan untuk memecahkan suatu masalah. Adapun keempat langkah tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Understanding the problem (memahami masalah), langkah ini meliputi:


(54)

a) Apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal.

b) Apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan.

c) Apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan.

d) Buatlah gambar atau tulisan notasi yang sesuai.

(2) Devising a plan (merencanakan pemecahan masalah), langkah-langkah ini meliputi:

a) Pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain.

b) Rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini. c) Perhatikan apa yang ditanyakan.

d) Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini.

(3) Carrying out the plan (melaksanakan pemecahan masalah), langkah ini menekankan ada pelaksanaan rencana penyelesaian yaitu meliputi: a) Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum

b) Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar. c) Melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat.

(4) Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh), bagian terakhir dari langkah Polya menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, langkah ini terdiri dari:

a) Dapat diperiksa sanggahannya.

b) Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain. c) Perlukah menyusun strategi baru yang lebih baik d) Menuliskan jawaban dengan lebih baik.

Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur adalah kemampuan menyelesaikan masalah yang menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Dengan menggunakan langkah-langkah Polya diharapkan peserta didik dapat lebih runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah matematika. Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini merupakan hasil belajar pada aspek kemampuan pemecahan masalah pada sub materi persegi panjang dan persegi setelah peserta didik


(55)

diberikan tes pada akhir pembelajaran. Peserta didik dikatakan mampu memecahkan masalah jika nilai peserta didik pada tes kemampuan pemecahan masalah dapat mencapai KKM individual yang telah ditentukan.

Berdasarkan hal tersebut, maka ditentukan indikator kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada Tabel 2.2 untuk sub materi persegi panjang dan persegi yang akan diukur pada penelitian ini dengan mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya.

Tabel 2.2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Langkah-langkah

pemecahan masalah menurut Polya

Indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub materi pokok persegi

panjang dan persegi 1. Understanding the

problem (Memahami masalah)

1. Peserta didik dapat menuliskan kembali keterangan yang diberikan atau yang diketahui di dalam soal berkaitan dengan bangun persegi panjang dan persegi serta dapat membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai

2. Peserta didik dapat menuliskan kembali apa yang ditanyakan di dalam soal

2. Devising a plan

(merencanakan pemecahan masalah)

1. Peserta didik dapat menuliskan rumus mana yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah untuk menemukan keliling serta luas persegi panjang dan persegi

3. Carying out the plan (melaksanakan pemecahan masalah)

1. Peserta didik dapat melaksanakan perhitungan sesuai rencana atau rumus untuk menemukan hasil keliling serta luas persegi panjang dan persegi

4. Looking back (melihat kembali hasil yang diperoleh)

1. Peserta didik dapat menuliskan kembali jawaban dari permasalahan dengan lebih baik

Berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah untuk sub materi pokok persegi panjang dan persegi dengan langkah–langkah pemecahan


(56)

masalah Polya, berikut disajikan contoh masalah dan langkah pemecahan masalahnya menurut Polya.

Masalah 1

Sumber : www.google.com

Bu Nita membeli kain batik semarangan bermotif tugu muda seperti gambar di atas untuk dijadikan gorden dari jendela rumahnya. Panjang kain yang dibeli Bu Nita adalah 1,5 meter dan lebarnya sepertiga dari panjangnya. Sebelum menjahitnya menjadi gorden, Bu Nita ingin menambahkan pita kain berwarna hijau disekeliling kain batiknya agar gorden terlihat lebih indah. Maka berapa panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita ?

Langkah pemecahan masalah menurut Polya: (1) Memahami masalah

Diketahui :

Misalkan p = panjang kain batik l = lebar kain batik Maka p = 1,5 meter

l = meter


(57)

Ditanyakan : Berapakah panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita? (2) Merencanakan pemecahan masalah

Jawab :

Panjang pita kain untuk sekeliling kain batik = keliling kain batik Keliling kain batik = 2 × (p + l)

(3) Melaksanakan pemecahan masalah

Panjang pita kain yang diperlukan Bu Nita = Keliling kain batik Keliling kain batik

(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh

Jadi pita kain yang diperlukan Bu Nita adalah 4 meter. Masalah 2

Sumber : www.google.com p = 1,5 meter

l = 0,5 meter


(58)

Suatu hari, Annisa dan Ibunya berkunjung ke Museum Nyonya Meneer Semarang. Dia melihat aneka ragam foto-foto yang di pajang dalam bingkai di museum seperti pada gambar di atas. Setelah pulang, Annisa tertarik untuk memajang foto dirinya yang dibingkai pula di dinding kamarnya. Jika Panjang foto Annisa berukuran 30 cm dengan lebar 20 cm. Maka berapakah panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm dan gambarkan pula sketsanya!

Langkah pemecahan masalah menurut Polya: (1) Memahami masalah

Diketahui :

Misalkan p = panjang foto Annisa l = lebar foto Annisa Maka p = 30 cm

l = 20 cm

Jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm

Ditanyakan : Gambar sketsa dan berapakah panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm?


(59)

(2) Merencanakan pemecahan masalah Jawab :

Panjang bingkai foto = panjang foto + 5 = p + 5

Lebar bingkai foto = lebar foto + 5 = l + 5

(3) Melaksanakan pemecahan masalah Panjang bingkai foto = panjang foto + 5

= p + 5 = 30 + 5 = 35

Lebar bingkai foto = lebar foto + 5 = l + 5

= 20 + 5 = 25

l = 20 cm

p = 30 cm 5 cm


(60)

(4) Melihat kembali hasil yang diperoleh

Jadi panjang dan lebar dari bingkai foto yang harus dibuat Annisa, jika masing-masing diberi jarak pada lebar dan panjang foto ke bingkai sebesar 3 cm adalah sebagai berikut:

Panjang bingkai adalah 35 cm dan lebar bingkai adalah 25 cm.

2.9

Tinjauan Materi

Pada Penelitian ini, materi yang akan diteliti pada sub materi segiempat yaitu keliling dan luas bangun persegi panjang dan persegi yang terdapat pada kurikulum KTSP 2006.

2.9.1 Kompetensi Dasar

6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat dan layang-layang.

6.3 Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

2.9.2 Konsep-konsep dalam sub materi

Konsep materi yang akan diteliti dalam penelitian adalah sebagai berikut. 1) Persegi Panjang

a. Pengertian dasar persegi panjang b. Sifat-sifat persegi panjang


(61)

2) Persegi

a. Pengertian dasar persegi b. Sifat-sifat persegi

c. Keliling dan luas persegi

Sub materi persegi panjang dan persegi merupakan salah satu sub materi yang sering dijumpai dengan pengaplikasian permasalahan sehari-hari atau masalah kontekstual dalam soal cerita yang berbentuk uraian. Dalam soal cerita berbentuk uraian peserta didik harus mencermati apa saja yang diketahui kemudian merencanakan penyelesaian masalahnya dengan menggunakan rumus, melaksanakan perhitungan hingga pada akhirnya dapat menuliskan jawaban dengan baik.

2.10

Penelitian yang Relevan

Salah satu penelitian yang relevan dengan penerapan model PBL adalah penelitian Hmelo dan Colleagues, sebagaimana dikutip oleh Arends (2012:403) menunjukkan bahwa peserta didik yang diterapkan pembelajaran model PBL mempunyai motivasi yang sangat tinggi, mencapai nilai lebih dan lebih memahami serta dapat menerapkan pengetahuan untuk situasi baru.

Penelitian yang relevan dengan penerapan model PBL juga dilakukan oleh Yumiati (2013) yang menganalisis kemampuan pemecahan masalah peserta didik melalui model PBL SMPN 9 Pamulang. Penelitian tersebut menyatakan


(62)

bahwa pembelajaran PBL lebih baik dari pada pembelajaran biasa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik SMPN 9 Pamulang serta materi matematika menjadi lebih dipahami oleh peserta didik pada saat pembelajaran.

Penelitian yang relevan dengan penerapan nuansa budaya dalam pembelajaran matematika atau etnomatematika adalah penelitian Sirate (2012) yang menyimpulkan bahwa penerapan etnomatematika sebagai sarana untuk memotivasi, menstimulasi peserta didik, dapat mengatasi kejenuhan dan kesulitan dalam belajar matematika.

2.11

Kerangka Berpikir

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang menjadi serangkaian kegiatan guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran matematika terdapat beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan pemecahan masalah.

Berdasarkan wawancara kepada peserta didik di SMP Kesatrian 2 Semarang sub materi persegi panjang dan persegi yang merupakan bagian dari materi segiempat dimana segiempat adalah salah satu materi yang sulit untuk dipahami, karena terkadang adanya penggunaan masalah kontekstual yang berbentuk soal


(63)

cerita, sehingga peserta didik masih banyak yang mengalami kesukaran dalam menyelesaikan masalah tersebut. Hal tersebut juga terlihat pada petikan hasil jawaban peserta didik saat observasi dimana peserta didik diberikan satu masalah berkaitan dengan sub materi persegi panjang dan persegi namun peserta didik belum mampu memecahkan masalah dengan baik. Peserta didik kurang dalam memahami masalah dan merencanakan strategi pemecahan masalah dengan baik, sehingga jawaban yang diperoleh pun belum benar. Pembelajaran yang ada di sekolah yaitu pembelajaran konvensional dengan bantuan LKPD disertai dengan diskusi teman sebangku. Pada pembelajaran konvensional, guru menjelaskan materi pelajaran yang disertai dengan tanya jawab dan pada akhir pelajaran diberikan latihan soal kepada peserta didik yang dikerjakan bersama teman sebangku.

Salah satu upaya untuk menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah dengan memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyampaikan ide-idenya dan hasil pemikirannya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, sehingga peserta didik dapat belajar untuk memecahkan masalah melalui kesempatan yang diberikan padanya. Keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pemecahan masalah dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan model pembelajaran yang dapat menciptakan pembelajaran yang aktif dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pemecahan masalah.


(64)

Model pembelajaran yang dapat membentuk kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah model PBL. Model PBL adalah suatu model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik dan bermakna kepada peserta didik sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model PBL didesain untuk menemukan suatu konsep dengan mengorientasikan masalah.

Model PBL merupakan model pembelajaran yang berupaya menggali pengetahuan baru peserta didik melalui pemecahan suatu masalah yang diberikan oleh guru. Pada model pembelajaran ini, peserta didik dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Belajar dalam kelompok memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memulai belajar aktif dengan memahami permasalahan terlebih dahulu, kemudian terlibat secara langsung memunculkan berbagai solusi dalam diskusi kelompok sehingga peserta didik dapat berpikir untuk mencari penyelesaian dari soal tersebut. Pemecahan masalah pada pembelajaran dengan model PBL dan pembelajaran konvensional menggunakan langkah pemecahan masalah Polya, dimana peserta didik terbiasa untuk memahami masalah terlebih dahulu dan menggunakan strategi pemecahan masalah sehingga peserta didik nantinya dapat memecahkan masalah serta dapat mencapai ketuntasan belajar.


(65)

Di dalam penelitian ini, ditunjang adanya penerapan budaya dengan etnomatematika dalam model PBL dimana etnomatematika merupakan bentuk matematika yang dipengaruhi atau didasarkan budaya. Masalah yang diberikan kepada peserta didik dalam model PBL bernuansa budaya dalam kehidupan sehari-hari di wilayah setempat (lokal), sehingga peserta didik dapat lebih termotivasi dalam pemecahan masalah yang bernuansa dengan budaya wilayah setempat, selain itu masalah yang diajukan diselesaikan secara berkelompok, sehingga peserta didik mempunyai beragam pendapat atau strategi yang diduga dapat memecahkan masalah yang diajukan. Dengan adanya pemberian masalah yang bernuansa budaya wilayah setempat tersebut diharapkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan model PBL berbasis etnomatematika lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan pembelajaran model konvensional.

Di dalam pembelajaran terdapat suatu keterampilan proses yang digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan atau kemampuan dan keaktifan peserta didik. Keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar peserta didik dengan mengembangkan keterampilan memproses perolehan pengetahuan, sehingga peserta didik akan menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dituntut dalam pembelajaran. Adapun skema kerangka berpikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.4.


(66)

Gambar 2.4 Bagan Alur Kerangka Berpikir

2.12

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritik dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.12.1 Penerapan model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi efektif, yaitu memenuhi:

Model PBL berbasis etnomatematika

Kemampuan pemecahan masalah Peserta didik masih rendah

Model konvensional

Kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi mencapai ketuntasan belajar.

Kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi dengan model PBL berbasis etnomatematika lebih baik dari kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan model

konvensional

Model PBL berbasis etnomatematika terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik efektif


(67)

2.12.1.1Kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi dengan model PBL berbasis etnomatematika mencapai ketuntasan individual.

2.12.1.2Kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi dengan model PBL berbasis etnomatematika mencapai ketuntasan klaksikal.

2.12.1.3Kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMP kelas VII pada sub materi persegi panjang dan persegi dengan menggunakan model PBL berbasis etnomatematika lebih baik dari kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional.


(68)

48

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan quasi experimental design karena dalam desain ini peneliti tidak dapat sepenuhnya mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Desain penelitian ini menggunakan posttest-only control design. Dalam desain posttest-only control terdapat dua kelompok, kelompok pertama yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok kedua yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2012: 112). Adapun desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Data Akhir

Eksperimen Kontrol

Pembelajaran model PBL

Pembelajaran model Konvensional

Tes Tes

Penelitian diawali dengan menentukan populasi dan memilih sampel dari populasi yang ada. Kemudian kelas eksperimen dikenai dengan model PBL berbasis etnomatematika dan kelas kontrol dengan pembelajaran model konvensional. Setelah mendapatkan perlakuan yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian kedua kelas diberikan post-test dengan


(69)

soal yang sama untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah pada kedua kelas tersebut. Adapun langkah-langkah penelitian yang ditempuh adalah sebagai berikut.

(1) Menentukan populasi, yaitu kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang.

(2) Meminta kepada guru, daftar nilai ulangan akhir semester gasal tahun ajaran 2014/2015 peserta didik kelas VII mata pelajaran matematika yang digunakan sebagai data awal.

(3) Menguji normalitas dan homogenitas data nilai ulangan akhir semester gasal mata pelajaran matematika peserta didik kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang tahun pelajaran 2014/2015, dan diketahui bahwa data awal populasi berdistribusi normal dan homogeny.

(4) Menentukan sampel penelitian menggunakan teknik cluster random sampling. Diperoleh tiga kelas sampel yaitu kelas eksperimen yang dikenai model PBL berbasis etnomatematika; kelas kontrol yang dikenai pembelajaran model konvensional; dan satu kelas sebagai kelas uji coba instrumen.

(5) Menguji kesamaan rata-rata nilai ulangan akhir semester gasal mata pelajaran matematika dan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan awal kelas eksperimen dan kemampuan awal kelas kontrol.


(70)

(6) Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model PBL berbasis etnomatematika dan pembelajaran pada kelas kontrol menggunakan model konvensional.

(7) Membuat instrumen penelitian meliputi menyusun kisi-kisi tes dan membuat instrumen tes uji coba berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun. (8) Mengujicobakan instrumen penelitian yang telah dibuat pada kelas uji

coba.

(9) Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda butir soal.

(10) Menentukan beberapa butir soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, dan mempunyai daya pembeda yang signifikan berdasarkan hasil analisis instrumen uji coba.

(11) Melaksanakan post-test kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

(12) Menganalisis data hasil post-test kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(71)

3.2

Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Kesatrian 2 Semarang tahun ajaran 2014/2015. Banyaknya peserta didik adalah 225 yang terbagi menjadi 6 kelas yaitu kelas VII A, kelas VII B, kelas VII C, kelas VII D, kelas VII E, dan kelas VII F.

3.2.2 Sampel

Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling yaitu secara acak dipilih sampel penelitian yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Teknik ini digunakan karena memperhatikan ciri-ciri antara lain peserta didik menggunakan buku sumber belajar yang sama, mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, peserta didik yang menjadi objek penelitian duduk pada tingkat kelas yang sama dan pembagian kelas tidak berdasarkan ranking, dengan cara mengambil nilai UAS Matematika untuk menentukan bahwa sampel penelitian berasal dari kondisi yang sama atau homogen, kemudian diperoleh satu kelas sebagai kelas uji instrumen yaitu kelas VII B, satu kelas sebagai kelas eksperimen dengan perlakuan berupa model PBL berbasis etnomatematika pada kelas VII E dan satu kelas sebagai kelas kontrol dengan pembelajaran model konvensional pada kelas VII F.


(1)

Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai sig = 0,000 < 0,05 berarti Ho ditolak, artinya kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada sub materi persegi panjang dan persegi dengan menggunakan pembelajaran model PBL berbasis etnomatematika lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada sub materi persegi panjang dan persegi dengan menggunakan pembelajaran model konvensional. Pada output group statistics ternyata rataan untuk kelas dengan model PBL berbasis etnomatematika adalah 82,33 yang lebih besar dari pada rataan kelas dengan model konvensional.


(2)

Lampiran 79

DOKUMENTASI

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Guru menjelaskan dan menuliskan tujuan pembelajaran

Guru memberikan apresepsi dan orientasi peserta didik terhadap masalah bernuansa budaya lokal di

Kota Semarang

Guru membagi peserta didik kedalam kelompok belajar untuk memecahkan masalah bernuansa budaya lokal dan

menyelesaikan LKPD serta lembar masalah

Peserta didik berdiskusi kelompok untuk mengerjakan LKPD dan


(3)

Guru membimbing peserta didik dalam diskusi kelompok apabila ada

yang kesulitan

Perwakilan salah satu kelompok oleh peserta didik mempresentasikan hasil

diskusi

Guru memeriksa hasil diskusi Peserta didik mengerjakan kuis

Peserta didik mengerjakan tes kemampuan pemecahan masalah


(4)

(5)

(6)