Analisis Biaya Pokok Alat dan Mesin Pengelolaan Pelepah sawit

57,480,371 per tahun Lampiran 28. Biaya tetap dan biaya tidak tetap dari pengoperasian mesin pencacah dan pengempa pelepah skenario kedua adalah Rp 19,390,000 per tahun; Rp 114,479,357 per tahun Lampiran 28. Biaya tetap dan biaya tidak tetap dari pengoperasian mesin pencampur skenario pertama adalah adalah Rp 104,950,000 per tahun; Rp 95,649,357 per tahun Lampiran 29. Biaya tetap dan biaya tidak tetap dari pengoperasian mesin pencampur skenario kedua adalah Rp 96,162,500 per tahun; Rp 164,518,325 per tahun Lampiran 29. Biaya tetap dan biaya tidak tetap dari pengoperasian mesin pengaduk pada skenario pertama yaitu sebesar Rp 164,771,500 per tahun; Rp 52,731,752 per tahun Lampiran 30. Biaya tetap dan biaya tidak tetap dari pengoperasian mesin pengaduk pada skenario kedua yaitu sebesar Rp 172,543,000 per tahun; Rp 105,463,505 per tahun Lampiran 30.

5.6 Simpulan

1. Potensi pelepah sawit dari perkebunan dengan luas 600 ha adalah sebesar 3,905 pelepah per pekan. Daun sawit dari perkebunan tersebut dapat menghasilkan kompos sebanyak 2,510,687.7 kg per tahun. 2. Analisis kelayakan finansial dari parameter nilai NPV masing-masing skenario menunjukkan bahwa usaha pengelolaan pelepah sawit secara mekanis layak diusahakan karena nilai NPV lebih besar dari pada 0. Nilai NVP pada masing-masing skenario pertama dan kedua adalah Rp 766,518,333 dan Rp 487,406,792. 3. Lama pengembalian modal menggunakan skenario kedua 14.23 tahun lebih lama 6.14 tahun jika dibandingkan dengan skenario pertama 8.09 tahun. Jumlah kompos yang harus dihasilkan untuk mencapai titik impas pada skenario kedua 40,935.51 ton lebih besar 17,644.79 ton dari skenario pertama 23,290.72 ton. Biaya produksi kompos pada skenario pertama Rp 604.06 per kg lebih kecil Rp 161.14 per kg dibandingkan dengan biaya produksi kompos pada skenario kedua Rp 765.20 per kg. 4. Pada kondisi tingkat produksi normal varietas tenera oengolahan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa secara mekanis menggunakan skenario satu membuat satu unit pengolahan kompos pada satu afdeling lebih layak untuk dilakukan dari pada skenario kedua membuat dua unit pengolahan kompos pada satu afdeling ditinjau dari parameter analisis kelayakan finansial dengan tingkat suku bunga bank 13. Bila dilihat dari aspek sosial skenario kedua lebih baik diterapkan karena dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak dari pada skenario pertama sehingga dapat mensejahterakan masyarakat sekitar perkebunan. 5. Hasil analisis sensitivitas dari kelayakan finansial pengelolaan pelepah sawit skenario pertama layak diusahakan jika terjadi inflasi konsumen sebesar 9 dan penurunan harga penjualan produk sebesar 10. Sebaliknya pada skenario kedua usaha pengelolaan pelepah sawit dengan tingkat inflasi konsumen sebesar 9 dan penurunan harga penjualan produk 10 tidak layak untuk diusahakan. 6 Model Usaha Mekanisasi Pengelolaan Pelepah Sawit Menjadi Mulsa Dan Kompos

6.1 Pendahuluan

Pemanfaatan pelepah sawit sebagai bentuk sistem pengelolaan limbah di perkebunan sawit adalah sesuatu yang sangat rumit. Hal tersebut disebabkan penggabungan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap sistem diantaranya kondisi lahan, ketersediaan peralatan mekanis, ketersediaan alat pengangkut, ketersedian unit pengomposan dan sumberdaya manusia. Kompleksnya pengelolaan pemanfaatan pelepah sawit menjadi mulsa dan daun sawit menjadi kompos sehingga memerlukan pendekatan yang lebih menyeluruh. Menurut Eriyatno 2001, pendekatan yang menyeluruh tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem memberikan penyelesaian masalah dengan metode yang mampu mengidentifikasi, menganalisis, mensimulasi dan membuat rancang bangun sistem dengan komponen-komponen yang saling terkait. Keterkaitan antar komponen dirumuskan secara lintas disiplin dan komplementer. Indikator utama keberhasilan sistem adalah pemahaman terkait komponen yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan limbah perkebunan sawit dan interaksi antara komponen pengelolaan. Memahami interaksi antara komponen pengelolaan seperti jumlah pelepah sawit dan jumlah alsintan merupakan suatu aspek yang tidak mudah dikaji karena memerlukan biaya besar dan membutuhkan waktu yang lama. Ruang lingkup studi yang terbatas dan keanekaragaman lingkungan yang tinggi mengakibatkan suatu hasil penelitian pada suatu tempat tertentu tidak selalu dapat diterapkan di tempat yang berbeda. Kegiatan pengelolaan pelepah sawit merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari tahapan pengumpulan pelepah sawit sampai menjadi kompos dan mulsa di lahan perkebunan sawit. Pada setiap tahapan kegiatan dipengaruhi oleh faktor tertentu sehingga mengakibatkan suatu permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu diperlukan analisis sistem dinamis dengan tujuan membantu memahami sistem pengelolaan pelepah sawit di perkebunan sawit. Menurut Dent dan Blackie 1979, sesungguhnya sangat sulit melihat batasan sistem, tetapi tanpa batasan yang jelas maka sulit diharapkan suatu hasil dari sistem. Menurut Manetsch dan Park dalam Eriyatno 2003 sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan. Pendekatan sistem adalah suatu metodologi pemecahan masalah yang dimulai dengan identifikasi serangkaian kebutuhan dan menghasilkan sistem yang operasional. Pendekatan sistem juga merupakan suatu metodologi dalam suatu perencanaan atau pengelolaan bersifat multidisiplin terorganisir menggunakan model matematika mampu berfikir secara disiplin non-kuantitatif menggunakan teknik simulasi dan optimasi serta dapat diaplikasikan pada komputer. Model adalah suatu abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan dari keadaan sesungguhnya atau merupakan penyederhanaan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Keuntungan penggunaan model dalam pengkajian yang bersifat multidisiplin dengan ruang lingkup yang luas dapat dipakai dalam suatu percobaan terhadap suatu sistem tanpa memberikan perlakuan tertentu yang dapat mengganggu sistem yang dikaji serta mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan sistem yang diteliti Manetsch dan Park 1976. Unit pengeloalan pelepah sawit di perkebunan kelapa sawit memerlukan penerapan mekanisasi. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang berat untuk dilaksanakan baik di lapangan maupun di tempat pengomposan. Mekanisasi tersebut merupakan kumpulan dari teknologi yang mengelola pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa sehingga dapat bermanfaat bagi tanah dan tanaman kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah merancang model pengelolaan pelepah sawit menjadi kompos dan mulsa secara mekanis melalui pendekatan sistem dinamik.

6.2 Pendekatan Sistem

Menurut Eriyatno 2003 pendekatan sistem adalah suatu cara penyelesaian permasalahan yang diawali dengan identifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk menghasilkan suatu operasi yang dianggap efektif. Berdasarkan hal tersebut pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal yaitu: 1 penentuan seluruh faktor penting dalam sistem untuk memperoleh solusi dalam penyelesaian masalah dan 2 penciptaan model kuantitatif untuk membantu membuat keputusan secara rasional. Pengkajian suatu permasalahan memerlukan pendekatan sistem apabila memenuhi karakteristik: 1 interaksi antar elemen cukup rumit 2 dinamis dalam arti faktor yang ada berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan dan 3 probabilistik yakni memerlukan fungsi peluang dalam penarikan kesimpulan maupun rekomendasi Eriyatno 2003. Menurut Aminullah 2003 dalam pendekatan sistem terdapat beberapa tahapan untuk menyelesaikan permasalahan kompleks antara lain: 1. Analisis kebutuhan untuk mengidentifikasi kebutuhan dari semua stakeholders dalam sistem 2. Formulasi permasalahan yang merupakan kombinasi dari semua permasalahan dalam sistem 3. Identifikasi sistem untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam rangka memenuhi kebutuhan semua stakeholders dalam sistem 4. Pemodelan abstrak yang mencakup proses interaktif antara analisis sistem dengan pembuat keputusan dengan menggunakan model untuk mengeksploitasi dampak dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem. 5. Implementasi dengan tujuan utama untuk memberikan wujud fisik dari sistem yang diinginkan. operasi pada tahapan ini akan dilakukan validasi sistem dan seringkali pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi.