Antaraktan dosis dan masa perlakuan Pergeseran ubahan fisiologis
pengosongan lambung, aliran darah, eaktifan sel-sel hati hakiki, pH urin Obat objek
Parameter farmakokinetik primer berubah k
a
, fa, Cl
H
, Cl
R
, Vd Parameter farmakokinetik sekunder berubah
t
½
,
el
,k
el
, fe Besaran turunan lainnya
AUC, C
ss
Kinerja farmakologitoksikologi bergeser Manfaat klinikterapi bergeser
Gambar 3. Rangkuman prinsip penafsiran dan penilaian interaksi farmakokinetika serta akibat kinetika farmakologi, toksikologi dan klinisnya Donatus,1994
B. Parasetamol
1. Terapetik
Parasetamol asetaminofen; N-asetil-p-aminophenol merupakan metabolit aktif dari fenasetin. Dimana fenasetin kini tidak lagi digunakan di USA
karena diimplikasikan sebagai penyebab nefropati. Parasetamol juga merupakan alternatif yang efektif untuk aspirin sebagai suatu analgesik-antipiretik namun
aktifitas anti-inflamasinya lemah. Biasanya digunakan pada pasien pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin karena kelainan koagulasi, pasien dengan riwayat
tukak peptik atau refluks gastroesofagal. Karena dapat ditoleransi dengan baik, efek sampingnya sedikit, dan dapat dibeli tanpa resep, parasetamol menjadi
analgesik yang paling umum digunakan masyarakat. Penggunaan parasetamol pertama kali dalam pengobatan oleh Von Mering pada tahun 1893, dan menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
populer tahun 1949 setelah diketahui sebagai metabolit aktif dari fenasetin. Aktivitas antipiretiknya terletak pada struktur aminobensen. Dosis oral
parasetamol 325 sampai 1000 mg 650 mg untuk dosis rektal AMA, 1994; Hardam, Gilman Limbird, 1996.
2. Kimia
HO N
H COCH
3
Gambar 4. Struktur parasetamol Anonim, 1995
Asetaminofen atau parasetamol C
6
H
8
O
9
memiliki struktur seperti pada gambar 4. Nama kimia dari Parasetamol N-asetil-p-aminofenol atau 4-
hidroksiasetanilid atau 4-asetamidofenol. Parasetamol adalah senyawa sintetik berupa serbuk kristal warna putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Karakteristik fisikokimia dari parasetamol: Berat
molekul :
151,2 Titik
lebur :
168
o
C - 172
o
C Tetapan disosiasi pK
a
: 9,5 25
o
C Kelarutan
: 1 g dalam 7 ml etanol; 1 g dalam 70 ml air; 1 g dalam 20 ml air panas;1 g dalam 50 ml
kloroform Clarke,1969
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Farmakokinetika
Absorpsi. Parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna pada saluran cerna pada pemberian secara oral. Kadarnya di dalam plasma
mencapai puncaknya Cp
maks
dalam waktu 30 sampai 120 menit Lacy, Armstrong, Goldman Lance, 2003. Mekanisme absorpsi parasetamol
berlangsung secara transpor pasif pada seluruh bagian saluran cerna terutama usus halus Bagnall, Kelleher, Walker Losowaky, 1979. Pada manusia
dewasa sehat, kira-kira 80 dosis dapat ditemukan kembali dalam urin dalam 24 jam Clements, Chritchley Prescott., 1974. Karena absorpsinya di usus
halus maka segala hal yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung dapat pula mempengaruhi keefektifan absorpsi dari parasetamol Whitehouse,
1981. Pemberian parasetamol bersama dengan N-asetil-sistein atau bersama
propanthelin dimana keduanya menghambat pengosongan lambung, menyebabkan penurunan pada kadar puncak parasetamol Gibaldi, 1984;
Notari, 1980; Stockley, 1994; Whitehouse, 1981. Makanan dapat pula mengurangi laju absorpsi parasetamol namun tidak berpengaruh terhadap
jumlahnya Gibaldi, 1984. Hal tersebut dibuktikan dengan laporan bahwa pemberian 1 g parasetamol setelah makan makanan berkarbohidrat tinggi pada
subyek manusia, absorpsinya lima kali lebih lambat dibanding pada subyek yang puasa terlebih dahulu, sedangkan untuk jumlahnya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan Mc.Gilveray Mattock, 1972. Faktor lain seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
usia, dosis dan keasaman lambung nampaknya tidak mempengaruhi keefektifan absorpsi. Terbukti dengan harga f dari 500 mg parasetamol pada
manula ±76th tidak berbeda bermakna dibandingkan subyek dewasa ± 24th Fulton, James Rawlins, 1979, juga harga fa pada manusia sehat dengan
dosis 5 dan 20 mgkgBB Clements, 1982. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pengosongan lambung, keaktifan serta daya tampung enzim saluran
cerna glukoronil transferase atau sulfotransferase merupakan faktor fisiologi penting bagi keefektifan absorpsi parasetamol. Faktor keasaman lambung
maupun usus juga tidak berperan dalam mengubah keefektifan absorpsi seperti halnya ditemukan pada penderita aklorhidria Pottage, Nimmo Prescott,
1974, hal ini dapat dijelaskan dengan melihat bahwa parasetamol merupakan senyawa asam yang sangat lemah dengan pK
a
9,5 sehingga berapapun besarnya harga pH medium tidak terlalu mempengaruhi fraksi tak terion dari
parasetamol dihitung dengan persamaan Handerson-Hasselbach. Jadi dapat diartikan bahwa tahap pembatas laju absorpsi parasetamol bukan keasaman
lambung atau usus melainkan kecepatan pengosongan lambung, gerakan usus dan daya tampung dan keaktifan enzim.
a. Distribusi. Volume distribusi parasetamol kurang lebih 0,9 lkg
AMA, 1994; Katzung, 2001 hal ini mengambarkan luasnya daerah distribusi dari parasetamol. Selain luas distribusinya juga berlangsung relatif cepat.
Pada menit ke-30 dan menit ke-120 setelah pemberian pada hamster, kadar parasetamol dalam bebas dalam darah, limpa, otot, dan otak lebih rendah
dibandingkan pada ginjal dan hati Wong, Solmonary Thomas cit Donatus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1994. Hal tersebut disebabkan lemahnya ikatannya dengan parasetamol- protein plasma ditunjukkan dengan jumlahnya yang tidak signifikan, kurang
lebih hanya 0-15 saja sehingga dapat diperkirakan parasetamol tidak rentan terhadap interaksi pendesakan. Kelipofilan dan lemahnya keasaman
parasetamol juga memudahkannya melintasi sawar lipid Donatus, 1994; Dollery, 1991; Katzung, 2001.
b. Eliminasi. Parasetamol mengalami metabolisme menjadi bentuk
metabolit yang tidak aktif, sebelum diekskresikan melalui urin. Kurang lebih hanya 3 parasetamol yang diekskresi dalam bentuk parasetmol utuh
GibsonSkett, 1991; Katzung, 2001. Metabolisme parasetamol terjadi di hati, ginjal dan lambung. Perubahan hayati intensif dalam hati 80
dalam bentuk parasetamol-glukoronida PS, parasetamol-sulfat PS Hardam et al
., 1996, enzim sitokrom P
450
juga berperan dalam memetabolisme sebagian lain parasetamol menjadi metabolit yang toksik untuk sel hati
Anonim, 2004. Sifat toksik ini hilang ketika glutation di dalam tubuh berikatan dengan metabolit ini. Namun bila dosis parasetamol yang terdapat
dalam tubuh terlalu tinggi sifat toksik ini tidak dapat dihindari karena terbatasnya jumlah glutation dalam tubuh Stringer, 2001. Metabolisme
berlangsung dengan cepat dengan t ½
eliminasi
pada manusia sehat berkisar 1-4 jam Anonim, 2005, sedang pada tikus sekitar 0,5-2 jam Donatus, 1984;
Jung, 1985.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HO N
H COCH
3
Parasetamol aktif
O NCOCH
3
Konjugasi Metabolit antarabersifat toksik
sulfat Metabolisme
glukoronidasi konjugasi glutation
Sistein dan konjugasi asam merkapturat tidak aktif
O N
H COCH
3
S HO
O O
O N
H COCH
3
O OH
HO HO
HOOC
tidak aktif tidak aktif
urin urin
urin
Gambar 5. Metabolisme parasetamol GibsonSkett,1991
Ginjal dan lambung juga merupakan tempat terjadinya metabolisme parasetamol, metabolisme yang terjadi pada di lambung menunjukkan adanya
suatau efek lintas pertama first pass effect first pass metabolism yang diartikan sebagai fenomena biotrasformasimetabolisme obat yang terjadi di antara tempat
absorpsi dengan sirkulasi sitemik Ritschel, 1980. Seperti yang dilaporkan oleh Cohen et al,. 1974 bahwa pada tikus fenomena first-pass effect ini nyata.
Buktinya ditunjukkan dengan fraksi parasetamol yang diabsorpsi pada sirkulasi sistemik setelah pemberian secara intraperitoneal hanya 34 bila dibandingkan
dengan pemberian secara intravena. Penelitian tersebut juga menegasan kembali penelitian Heading et al., cit Cohen, 1974 yang menyatakan bahwa kecepatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pengosongan lambung selain mempengaruhi laju absorpsi dan kadar puncak parasetamol dalam plasma. Selanjutnya Cohen et al., 1974 menegaskan bahwa
hal tersebut juga mempengaruhi jumlah obat yang mengalami first-pass effect dalam hati. Penjelasannya adalah kecepatan pengosongan lambung dinyatakan
dengan kadar obat pada medium perfusi yang cepat menghasilkan kadar obat yang tinggi pada vena porta dan menurunkan rasio ekstraksi hepatik menyatakan
jumlah fraksi parasetamol yang mengalami first-pass effect pada percobaan menggunakan isolated perfusea liver, dengan demikian ketersediaan availability
dari obat dalam saluran sistemik juga lebih tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada kecepatan pengosongan lambung yang lambat.
Tabel VI. Pembersihan parasetamol yang diperoleh isolated
perfusea liver n = 3
Prasetamol dalam medium perfusi
E.R. Parasetamol dalam
vena porta µgml
Jumlah metabolit dalam effluent
µgml µgml
3 0,52 ± 0,01
10,4 2,72 ± 0,38
5 0,47 ± 0,05
47 10,7 ± 0,4
10 0,36 ± 0,08
72 15,8 ± 6,1
50 0,27 ± 0,09
270 66,1 ± 15,1
E.R. Extraction Ratio =
Cin Cout
Cin
−
Jumlah dari metabolit yang dijumlahkan dari parasetamol radioaktif pada effluent perfusi dan dinyatakan sebagai persamaan parasetamol
4. Hepatotoksisitas