Pengaruh puasa terhadap profil farmakokinetika parasetamol pada tikus putih jantan.

(1)

PENGARUH PUASA TERHADAP

PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN

INTISARI

Absorpsi obat dari saluran pencernaan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan profil farmakokinetika dari analgesik-antipiretik populer yaitu parasetamol bila dikonsumsi pada kondisi puasa.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sepuluh ekor tikus putih jantan galur Wistar digunakan sebagai hewan uji. Lima ekor tikus pertama sebagai kelompok kontrol dan sisanya sebagai kelompok perlakuan. Sebelum diberikan parasetamol, kelompok kontrol dipuasakan selama 18 jam, sedangkan kelompok perlakuan dipuasakan selama 6 jam dan ditambah 18 jam. Dosis parasetamol yaitu 300 mg/kgBB yang diberikan secara oral. Sampling darah diambil melalui vena lateralis ekor pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420.

Kadar parasetamol ditetapkan menggunakan High Performance Liquid Chromatography dengan metode penelitian Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). Hasil yang diperoleh diolah menggunakan program Stripe kemudian dianalisis dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS (taraf kepercayaan 95 %). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perubahan profil farmakokinetika parasetamol yang signifikan yaitu kenaikan ka

(282,41 %), penurunan tmaks (52,24 %), penurunan AUC(0-∞) (16,66 %), kenaikan

Vdss (17,42 %), serta kenaikan ClT (20,81 %).

Kata kunci: puasa, profil farmakokinetika, parasetamol

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

THE INFLUENCE OF FASTING

ON PHARMACOKINETICS PROFILE OF PARACETAMOL IN WHITE MALE RATE

ABSTRACT

Absorption of drug from the gastrointestinal tract can be affected by various factors. One of those factors is the condition of the gastrointestinal tract. This study was aimed to observed the pharmacokinetics profile of the popular analgesic-antipyretic drug, paracetamol, when taken under fasting condition.

A pure experimental research conducted by a completely randomized design, analyzed by one way variance was used in this study. Ten white male Wistar strain rats were used. The first five rats were used as control group and the rests as experimental group. The control group was being fasted for 18 hours, while the experimental group was being fasted for 6 hours plus 18 hours, before the paracetamol given (dosage 300 mg/kgBW). Blood sampling was taken from the lateral vein of the rat’s tail and done at 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, and 420 minutes.

Paracetamol concentrations were measured using High Performance Liquid Chromatography based on method by Howie et. al. (1997), modified by Wijoyo (2001). The results were analyzed using Stripe program and continued analyzed by SPSS program using Paired Sample T-test (95% confidence interval). The results showed significance increased of ka (282,41 %), decreased of tmaks

(52,24 %), decreased of AUC(0-∞) (16,66 %), increased of Vdss (17,42 %), and also

increased of ClT (20,81 %).

Keywords: fasting, pharmacokinetics profile, paracetamol

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

PENGARUH PUASA TERHADAP

PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Sulistiawati NIM : 038114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

PENGARUH PUASA TERHADAP

PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Sulistiawati NIM : 038114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

Persetujuan Skripsi

PENGARUH PUASA TERHADAP

PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN

Yang diajukan oleh: Sulistiawati NIM : 038114012

Telah disetujui oleh :

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

I g ra te fully d e d ic a te d this w o rk To m y Be lo ve d Fa m ily,

To m y Alm a -m a te r a nd Frie nd s, To m y He a ve nly Fa the r fo r Yo ur g uid a nc e , Lo rd …

…Titus Tuus Egosum.

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Sulistiawati

Nomor Mahasiswa : 038114012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 1 Februari 2008 Yang menyatakan

( Sulistiawati )

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kuasa dan mujizat-Nya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa bimbingan, bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, masukan, saran, pengajaran dan semangat yang selalu menginspirasi dalam penyusunan skripsi ini.

3. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi penulisan skripsi ini.

4. Christine Patramurti, M. Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan menguji serta memberikan bimbingan, saran, masukan serta semangat bagi penulisan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M. S., Apt., yang telah berkenan meluangkan

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(10)

waktu untuk memberikan masukan, saran dan pengajaran yang sangat bermanfaat.

6. Keluarga tercinta, papa-mama, kakak-kakak dan adikku, atas doa, dukungan, pengertian, semangat serta kasih yang selalu menyertaiku setiap saat.

7. Agatha ‘Tata’ Devi Mirakel, atas persahabatan yang indah baik dalam suka dan duka, kesabaran serta kerjasamanya terutama dalam pengerjaan dan penyusunan skripsi ini.

8. Yohana dan Yen-yen, sahabat- sahabatku terkasih yang selalu ada dan membantuku bertumbuh dalam iman.

9. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Mukmin, Bapak Prapto, Bapak Parlan, dan Bapak Wagiran serta segenap karyawan yang telah memberikan bantuan dan semangat.

10. Teman- teman seperjuangan di laboratorium: Fanny, Essy, Desy, Sisca, Angga, Surya, Gallaeh, Punto, Madya, Arian, Novi dan Tika untuk dukungan, bantuan, dan canda tawanya.

11. Lanny, Jephi, Hartono dan mbak Vini yang telah memberikan banyak masukan, diskusi, dan dukungan yang sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini.

12. Teman- teman seangkatan, khususnya kelas A: Dee-dee, Monchi, Raya, Marga, Dita, Adhy, dan Andi untuk kebersamaan kita yang menyenangkan selama masa perkuliahan.

13. Sahabat- sahabat yang selalu menemani dalam langkah kedewasaanku dengan penuh kasih: Gerry, Herdian, Tirza, Astri, Alvin, dan Andrey.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(11)

14. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu- persatu disini.

Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan banyak terimakasih. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan. Oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Penulis

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(12)

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(13)

PENGARUH PUASA TERHADAP

PROFIL FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL PADA TIKUS PUTIH JANTAN

INTISARI

Absorpsi obat dari saluran pencernaan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor tersebut adalah kondisi saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan profil farmakokinetika dari analgesik-antipiretik populer yaitu parasetamol bila dikonsumsi pada kondisi puasa.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni, dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sepuluh ekor tikus putih jantan galur Wistar digunakan sebagai hewan uji. Lima ekor tikus pertama sebagai kelompok kontrol dan sisanya sebagai kelompok perlakuan. Sebelum diberikan parasetamol, kelompok kontrol dipuasakan selama 18 jam, sedangkan kelompok perlakuan dipuasakan selama 6 jam dan ditambah 18 jam. Dosis parasetamol yaitu 300 mg/kgBB yang diberikan secara oral. Sampling darah diambil melalui vena lateralis ekor pada menit ke 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, dan 420.

Kadar parasetamol ditetapkan menggunakan High Performance Liquid Chromatography dengan metode penelitian Howie et. al. (1977) yang telah dimodifikasi oleh Wijoyo (2001). Hasil yang diperoleh diolah menggunakan program Stripe kemudian dianalisis dengan Paired Sampel T-test menggunakan program SPSS (taraf kepercayaan 95 %). Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perubahan profil farmakokinetika parasetamol yang signifikan yaitu kenaikan ka

(282,41 %), penurunan tmaks (52,24 %), penurunan AUC(0-∞) (16,66 %), kenaikan

Vdss (17,42 %), serta kenaikan ClT (20,81 %).

Kata kunci: puasa, profil farmakokinetika, parasetamol

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(14)

THE INFLUENCE OF FASTING

ON PHARMACOKINETICS PROFILE OF PARACETAMOL IN WHITE MALE RATE

ABSTRACT

Absorption of drug from the gastrointestinal tract can be affected by various factors. One of those factors is the condition of the gastrointestinal tract. This study was aimed to observed the pharmacokinetics profile of the popular analgesic-antipyretic drug, paracetamol, when taken under fasting condition.

A pure experimental research conducted by a completely randomized design, analyzed by one way variance was used in this study. Ten white male Wistar strain rats were used. The first five rats were used as control group and the rests as experimental group. The control group was being fasted for 18 hours, while the experimental group was being fasted for 6 hours plus 18 hours, before the paracetamol given (dosage 300 mg/kgBW). Blood sampling was taken from the lateral vein of the rat’s tail and done at 0, 5, 10, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, 360, and 420 minutes.

Paracetamol concentrations were measured using High Performance Liquid Chromatography based on method by Howie et. al. (1997), modified by Wijoyo (2001). The results were analyzed using Stripe program and continued analyzed by SPSS program using Paired Sample T-test (95% confidence interval). The results showed significance increased of ka (282,41 %), decreased of tmaks

(52,24 %), decreased of AUC(0-∞) (16,66 %), increased of Vdss (17,42 %), and also

increased of ClT (20,81 %).

Keywords: fasting, pharmacokinetics profile, paracetamol

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii

HALAMAN PENGESAHAN………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

PRAKATA……….. vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. ix

INTISARI……… x

ABSTRACT………... xi

DAFTAR ISI………... xii

DAFTAR TABEL………... xvi

DAFTAR GAMBAR………... xviii

DAFTAR LAMPIRAN………... xxii

BAB I. PENGANTAR……….... 1

A. Latar Belakang………. 1

1. Permasalahan………. 3

2. Keaslian penelitian……… 3

3. Manfaat penelitian………. 4

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum……… 4

2. Tujuan Khusus……….. 4

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Nasib Obat dalam Tubuh………. 5

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(16)

B. Fase Farmakokinetika………. 6

1. Absorpsi obat………... 6

2. Disposisi obat……….. 17

C. Prinsip Dasar Farmakokinetika………. 21

1. Definisi Farmakokinetika……… 21

2. Analisis Farmakokinetika……… 22

3. Parameter Farmakokinetika………. 29

4. Strategi Penelitian Farmakokinetika……… 35

D. Parasetamol……… 38

1. Definisi……… 39

2. Aksi Farmakologis……….. 40

3. Farmakokinetika Parasetamol………. 40

4. Metode Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma………… 43

E. Darah………. 47

F. Landasan Teori……….. 48

G. Hipotesis……… 49

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………. 50

A. Jenis dan Rancangan Penelitian……….. 50

B Variabel Penelitian………. 50

1. Variabel Utama……….. 50

2. Variabel Pengacau Terkendali……… 52

C. Bahan Penelitian………. 52

D. Alat penelitian……… 53

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

E. Jalan Penelitian………. 54

1. Validasi Metode Analisis………. 54

2. Tahap Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan…….. 56

3. Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol... 57

F. Cara Analisis Hasil……….. 59

1. Cara Perhitungan Parameter Farmakokonetika……… 59

2. Analisis Statistik……….. 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 60

A. Pengambilan Cuplikan Darah Tikus……….... 60

B. Validasi Metode Analisis………. 64

1. Persamaan Kurva Baku Parasetamol……… 68

2. Penetapan Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik dan Kesalahan Acak………. 72

3. Stabilitas Prasetamol………. 74

C. Orientasi Dosis dan Jadwal Pengambilan Cuplikan………. 75

1. Orientasi Dosis………... 75

2. Orientasi Jadwal Pengambilan Cuplikan………. 76

D. Analisis Profil Farmakokinetika Parasetamol……… 78

1. Penentuan Model Kompartemen………. 82

2. Penentuan Orde Reaksi……….... 83

3. Analisis Parameter Farmakokinetika……… 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 99

A Kesimpulan………. 99

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(18)

B. Saran………... 99

DAFTAR PUSTAKA………. 100

LAMPIRAN……… 104

BIOGRAFI PENULIS………. 142

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel I Karakteristik Model Satu Kompartemen Terbuka……… 24 Tabel II Karakteristik Model Dua Kompartemen Terbuka……… 26 Tabel III Ketergantungan Parameter Farmakokinetika Primer terhadap

Beberapa Variabel Fisiologis………... 30 Tabel IV Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari Kompartemen Sentral- Pemberian Dosis Tunggal……… 31 Tabel V Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka 59 Tabel VI Data Persamaan Kurva Baku... 71 Tabel VII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak

dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLC-

intraday……….. 72

Tabel VIII Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, Kesalahan Acak dari Penetapan Kadar Parasetamol dalam Plasma secara HPLC-

interday………... 73

Tabel IX Peruraian parasetamol dalam plasma setelah disimpan pada suhu

00 C……… 74

Tabel X Data Kadar Parasetamol Plasma Tikus setelah Pemberian

Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB (n=3)………. 78 Tabel XI Perhitungan analisis regresi dari Cp vs t dan log Cp vs t………... 84 Tabel XII Rata- rata Kadar Parasetamol dalam Plasma setelah Pemberian Parasetamol Oral Dosis 300 mg/kgBB pada Tikus Putih Jantan.... 85 Tabel XIII Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol

Pada Tikus Putih Jantan setelah Pemberian Parasetamol Oral

Dosis 300 mg/kgBB………... 86 Tabel XIV Contoh Perhitungan Kadar Larutan Parasetamol pada Penentuan

Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistemik dan Kesalahan

Acak (intraday dan interday)………. 105 Tabel XV Data Kontrol 1……… 108

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(20)

Tabel XVI Data Kontrol 2………109

Tabel XVII Data Kontrol 3………. 110

Tabel XVIII Data Kontrol 4………... 111

Tabel XIX Data Kontrol 5………. 112

Tabel XX Data Perlakuan 1………. 113

Tabel XXI Data Perlakuan 2………. 114

Tabel XXII Data Perlakuan 3………. 115

Tabel XXIII Data Perlakuan 4………. 116

Tabel XXIV Data Perlakuan 5………. 117

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Proses yang Terjadi dalam Organisme Setelah Pemberian Oral 5 Gambar 2 Faktor Pembatas Laju Pergerakan Obat Melintasi Membran,

dari Darah ke Jaringan atau Sebaliknya……… 8

Gambar 3 Struktur Parasetamol (N-asetil-paraaminofenol)……….. 39

Gambar 4 Metabolisme Parasetamol………. 43

Gambar 5 Gambaran Denaturasi Protein……….. 62

Gambar 6 Ionisasi Parasetamol dalam fase gerak………. 66

Gambar 7 Gugus Kromofor dan Gugus Auksokrom Parasetamol……… 67

Gambar 8 Kromatogram blanko kurva baku……… 69

Gambar 9 Kromatogram kurva baku pada konsentrasi 100μg/ml…….. 69

Gambar 10 Persamaan Kurva Baku Parasetamol dalam Plasma………… 71

Gambar 11 Kurva Orientasi Dosis (Kadar Parasetamol dalam Plasma Lawan Waktu)………. 76

Gambar 12 Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-0………….. 79

Gambar 13 Kromatogram kelompok kontrol pada menit ke-20………… 79

Gambar 14 Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-0……….. 80

Gambar 15 Kromatogram kelompok perlakuan pada menit ke-20……… 80

Gambar 16 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang pertama……….. 118

Gambar 17 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kedua………. 118

Gambar 18 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang ketiga………. 118

Gambar 19 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang keempat………. 119

Gambar 20 Kurva hubungan kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kelima………. 119

Gambar 21 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang pertama……… 120

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(22)

Gambar 22 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang kedua………. 120 Gambar 23 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu

pada kontrol dan perlakuan yang ketiga………. 120 Gambar 24 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu pada kontrol dan perlakuan yang keempat………. 121 Gambar 25 Kurva hubungan ln kadar parasetamol dalam plasma vs waktu

pada kontrol dan perlakuan yang kelima………... 121

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan untuk pembuatan kurva baku parasetamol………… 104 Lampiran 2 Contoh data dan perhitungan untuk pembuatan larutan

parasetamol pada penentuan nilai perolehan kembali,

kesalahan sistematik dan kesalahan acak (intraday dan interday) 105 Lampiran 3 Contoh perhitungan dosis pada orientasi dosis……… 106 Lampiran 4 Contoh perhitungan volume pemberian larutan parasetamol

pada hewan uji……… 106 Lampiran 5 Sertifikat parasetamol……… 107 Lampiran 6 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 1 108 Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 2 109 Lampiran 8 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 3 110 Lampiran 9 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 4 111 Lampiran 10 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk Kontrol 5 112 Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk

Perlakuan 1……….. 113

Lampiran 12 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk

Perlakuan 2……….. 114

Lampiran 13 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk

Perlakuan 3……….. 115

Lampiran 14 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk

Perlakuan 4………... 116

Lampiran 15 Hasil Pengolahan Data dengan Program Stripe untuk

Perlakuan 5……….. 117

Lampiran 16 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp vs t)……… 118 Lampiran 17 Kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp vs t)………. 120 Lampiran 18 Profil Farmakokinetika dari Masing- masing Kontrol dan

Perlakuan……… 122 Lampiran 19 Contoh Perhitungan AUC dengan Menggunakan Aturan

Trapezoid dan Blood Level Equation………... 124

xxi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(24)

Lampiran 20 Kromatogram Blanko Kurva Baku ……… 126

Lampiran 21 Kromatogram Kurva Baku Kadar 7,5007 μg/ml ……… 126 Lampiran 22 Kromatogram Kurva Baku Kadar 12,5010 μg/ml………….. 127 Lampiran 23 Kromatogram Kurva Baku Kadar 25,0025 μg/ml………….. 127 Lampiran 24 Kromatogram Kurva Baku Kadar 50,0050 μg/ml………….. 128 Lampiran 25 Kromatogram Kurva Baku Kadar 75,0075 μg/ml……… 128 Lampiran 26 Kromatogram Kurva Baku Kadar 100,0100 μg/ml…………. 129 Lampiran 27 Kromatogram Kurva Baku Kadar 150,0150 μg/ml…………. 129 Lampiran 28 Kromatogram Kurva Baku Kadar 200,0200 μg/ml…………. 130 Lampiran 29 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-0…………. 131 Lampiran 30 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-5…………. 131 Lampiran 31 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-10………… 132 Lampiran 32 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-20………… 132 Lampiran 33 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-30………… 133 Lampiran 34 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-45………… 133 Lampiran 35 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-60………… 134 Lampiran 36 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-90………… 134 Lampiran 37 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-120……….. 135 Lampiran 38 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-180……….. 135 Lampiran 39 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-240………. 136 Lampiran 40 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-300………. 136 Lampiran 41 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-360………. 137 Lampiran 42 Kromatogram dari Kelompok Kontrol menit ke-420………. 137 Lampiran 43 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-0………. 138 Lampiran 44 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-5………. 138 Lampiran 45 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-10……... 139 Lampiran 46 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-20……… 139 Lampiran 47 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-30……… 140 Lampiran 48 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-45……… 140 Lampiran 49 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60……… 141 Lampiran 50 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90……… 141

xxii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(25)

Lampiran 51 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120……. 142 Lampiran 52 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180……. 142 Lampiran 53 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240……. 143 Lampiran 54 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300……. 144 Lampiran 55 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360……. 144 Lampiran 56 Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420……. 144 Lampiran 57 Contoh Hasil Analisis Statistik dengan menggunakan

data ka………. 145

xxiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(26)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Obat dalam arti luas diartikan sebagai setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Penggunaan obat telah menjadi kebutuhan bagi kita dalam kehidupan sehari- hari, baik untuk mengatasi sakit yang bersifat ringan maupun berat. Obat dapat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit bila digunakan dengan dosis dan waktu yang tepat (Anief, 2000).

Obat yang telah masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian akan mengalami berbagai proses di dalam tubuh sebelum akhirnya mencapai tempat aksi. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketika kita mengkonsumsi suatu obat, selain obat memberikan pengaruhnya pada tubuh kita, demikian pula sebaliknya tubuh akan menentukan nasib dari obat tersebut di dalam tubuh.

Salah satu keadaan atau situasi yang sering kita alami ketika mengkonsumsi obat adalah mengkonsumsinya dalam keadaan perut kosong. Keadaan perut kosong tersebut dapat terjadi misalnya pada saat kita berpuasa, baik untuk alasan medis atau keyakinan, maupun ketika kita sedang beraktivitas yang padat sehingga kita menjadi cenderung lupa makan. Terjadinya penurunan kadar gula dalam darah dapat menyebabkan rasa pusing atau sakit kepala. Penggunaan obat- obat pereda nyeri atau analgesik menjadi salah satu jawaban untuk mengatasi gangguan tersebut.

Salah satu jenis obat adalah obat analgesik- antipiretik yang beredar luas

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(27)

'

( " ) )

*++,!

" %

%

" #

"

- *+,.!

"

" "

/"0 % / *+, !

1!

"

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(28)

1

' "

! / !

)

)

2

# 3 %

# ' 4

5 & 6

3 % # ' 4

7 8 $ $ 5

$ " 6 ' !

5 6 / 8 $ $

$ " 6 $ !

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(29)

9

6:0 & ) 7 '

5 & 6 # .!

!

! "

! 8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(30)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

Sesuai dengan judul penelitian “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan”, maka dalam bab ini dilakukan penelaahan pustaka yang dapat mendukung analisis profil farmakokinetika yang diperoleh. Pustaka tersebut meliputi penjelasan mengenai nasib obat dalam tubuh, fase farmakokinetika, prinsip dasar farmakokinetika, parasetamol, darah, serta landasan teori dan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Nasib Obat dalam Tubuh

Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses yang dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, fase farmakokinetika, dan fase farmakodinamika. Secara skematis gambar 1 menjelaskan ketiga fase tersebut.

Pemberian obat Penghancuran bentuk sediaan obat, Pelarutan zat aktif

Absorpsi

Distribusi Fase

farmakodinamika Cadangan

Ekskresi Biotransformasi

Gambar 1. Proses yang terjadi dalam organisme setelah pemberian oral (Mutschler,

1991)

5

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(31)

6

Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat, dimana kebanyakan digunakan bentuk sediaan obat padat. Dalam fase farmakokinetika terjadi proses invasi serta eliminasi. Proses invasi berarti pengambilan suatu bahan obat ke dalam organisme (meliputi absorpsi dan distribusi), sedangkan proses eliminasi berarti penurunan konsentrasi obat dalam organisme (meliputi biotransformasi dan ekskresi). Fase farmakodinamika merupakan interaksi obat- reseptor serta proses- proses yang terlibat dimana akhir dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1991).

B. Fase Farmakokinetika

Melalui berbagai cara pemberian, obat yang masuk ke dalam tubuh pada umumnya akan mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa biotransformasi, obat akan diekskresikan dari dalam tubuh (Setiawati, Bustami, dan Suyatna, 2002). Berbagai proses yang terjadi fase ini akan diuraikan sebagai berikut.

1. Absorpsi

Jalur pemberian obat yang paling sering dilakukan adalah secara ekstravaskuler. Dengan demikian obat harus dapat diabsorpsi terlebih dahulu dari tempat pemberiannya untuk dapat memberikan efek sistemik (Rowland and

Tozer, 1995).

Absorpsi obat didefinisikan sebagai proses dimana obat utuh (tak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(32)

7

berubah) dipindahkan dari tempat pemberian menuju ke sirkulasi sistemik (Rowland and Tozer, 1995).

Meknisme absorpsi

Absorpsi, seperti halnya distribusi dan eliminasi, pada dasarnya merupakan proses yang memerlukan gerakan melintasi membran agar dapat mencapai sikulasi sistemik. Sebagian besar obat melewati membran melalui mekanisme difusi pasif, yang berarti molekul bergerak searah gradien kadar (Rowland and Tozer, 1995). Disebut pasif karena dalam mekanisme ini tidak ada energi luar yang terlibat (Shargel, Wu-Pong, and Yu, 2005).

Berdasarkan Hukum Fick tentang difusi, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi tinggi menuju ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah.

(1)

(

Cgt Cp

)

h DAK dt

dQ =

dimana dQ/dt = laju difusi A = luas permukaan membran

D = koefisien difusi K = koefisien partisi obat pada membran h = tebal membran Cgt – C = perbedaan antara konsentrasi p

di saluran pencernaan dengan plasma

Model Fluid-Mozaik yang diperkenalkan oleh Leonard dan Singer (1972), menggambarkan tentang struktur membran sel. Membran sel terdiri atas dua lapis lipid yang membentuk fase hidrofilik di kedua sisi membran dan fase hidrofobik diantaranya. Molekul- molekul protein yang tertanam di kedua sisi atau menembus membran berupa mosaik pada membran dan membentuk kanal hidrofilik untuk transpor air dan molekul kecil lain yang larut dalam air

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(33)

8

(Mutschler, 1991; Setiawati dkk., 2002).

Pada mekanisme difusi pasif, mula- mula obat harus berada dalam larutan air pada permukan membran sel, kemudian obat akan melintasi membran dengan melarut dalam lipid membran. Pada proses ini, obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi yang lebih rendah. Setelah keadaan ekuilibrium (steady state) tercapai, kadar obat bentuk non-ion di kedua sisi membran akan sama (Setiawati dkk., 2002).

Dalam keadaan normal, sistem biologis bersifat dinamis. Sehingga kadar obat di bagian dalam membran berkurang secara berkesinambungan karena selalu dibersihkan oleh darah. Terdapat dua faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, yang dapat dilihat pada gambar 2.

A. Perfusion-Rate Limitation B. Permeability-Rate Limitation

Darah Darah

Gambar 2. Faktor pembatas laju pergerakan obat melintasi membran, dari darah ke jaringan atau sebaliknya (Rowland and Tozer, 1995)

Ketika membran tidak menjadi sawar (barrier) bagi proses penetrasi obat, yaitu pada obat dengan kelarutan lipid tinggi, maka yang menjadi faktor pembatas laju adalah perfusi (perfusion-rate limitation). Pada kondisi ini gerakan molekul obat dibatasi oleh aliran darah. Obat dalam darah meninggalkan jaringan dalam keadaan ekuilibrium; darah dan jaringan dianggap satu (gambar 2.A). Sedangkan bila resistensi membran terhadap obat meningkat, karena

membran Jaringan

Jaringan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(34)

9

bertambahnya ketebalan membran atau kepolaran obat, maka permeabilitas menjadi faktor pembatas (permeability-rate limitation). Pada kondisi ini keadaan ekuilibrium tidak tercapai saat darah meninggalkan jaringan; darah dan jaringan dianggap sebagai kompartemen yang berbeda (gambar 2.B) (Rowland and Tozer, 1995).

Faktor- faktor yang mempengaruhi absorpsi

Keefektifan absorpsi suatu obat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor mekanis dan faktor fisiologis.

a. Faktor mekanis yang meliputi ketiga hal berikut. 1) Rute dan cara pemberian

Setiap rute dan cara pemberian memiliki keuntungan dan kelebihan masing- masing. Pemberian obat secara oral adalah cara pemberian yang paling banyak dilakukan, karena cara ini mudah, murah dan aman (Shargel et al., 2005). Kerugiannya meliputi onset yang relatif lambat, beberapa obat mungkin dapat mengiritasi lambung, kemungkinan absorpsi yang tidak teratur dan destruksi obat- obat tertentu oleh enzim dan sekresi saluran pencernaan (York, 1990). Ketika obat diberikan secara oral, pada obat- obat tertentu

sebagian akan melewati vena porta hepatika dan mengalami metabolisme oleh enzim di hati pada lintasan pertamanya. Fenomena inilah yang disebut sebagai efek lintas pertama (Setiawati dkk, 2002). Bila dibandingkan dengan pemberian secara intravena, maka nilai AUC (area under the curve) oral lebih kecil dari AUC intravena.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(35)

10

(Wagner, 1975).

2) Efek bentuk sediaan obat

Bentuk sediaan dari suatu obat (misal tablet atau kapsul) merupakan sistem penghantar obat, dimana hampir semua yang terjadi pada sistem akan berpengaruh pada laju obat untuk mencapai sirkulasi, serta pada rasio jumlah obat yang mencapai sirkulasi dengan yang tertera pada label (Wagner, 1975)

Bentuk sediaan obat meliputi keadaan fisik obat (ukuran partikel, bentuk kristal/ bubuk) serta eksipien (zat pengisi, zat pengikat, zat pelicin, dan zat penyalut) yang digunakan. Bentuk sediaan obat akan menentukan laju disintegrasi dan disolusi obat, lebih lanjut akan menentukan absorpsi dari obat yang tersebut (Setiawati dkk., 2002).

3) Dosis dan aturan dosis

Setiap pasien idealnya mempunyai dosis dan aturan dosis untuk dirinya sendiri. Dosis suatu obat hendaknya dapat menjamin tercapainya efek terapetik yang diinginkan tanpa menimbulkan efek toksik (Setiawati dkk., 2002). Dosis dan aturan dosis akan mempengaruhi biavailabilitas dari suatu obat, yaitu pada Cmaks dan

AUC yang dihasilkan (Shargel, et al., 2005). b. Faktor fisiologis yang meliputi keempat hal berikut.

Obat yang diberikan melalui rute enteral dengan tujuan absorpsi sistemik dapat dipengaruhi oleh anatomi, fungsi fisiologis, serta isi saluran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(36)

11

pencernaan. Lebih lanjut, faktor mekanis dari obat terkait juga berpengaruh terhadap absorpsi dari saluran pencernaan (Shargel et al., 2005).

1) Komponen dan sifat dari cairan pencernaan

Agar dapat diserap dari saluran cerna, obat harus melarut dalam cairan pencernaan. Sifat- sifat serta komponen dari cairan pencernaan tersebut dapat mempengaruhi absorpsi obat ke dalam darah dengan cara mengubah laju pelarutan obat terkait (Bear dkk, 1972, cit.

Donatus, 2005). pH cairan pencernaan, garam empedu, enzim serta mucin merupakan empat hal yang penting dalam hal ini (Mayersohn, 2002).

Sebagian besar obat adalah asam lemah atau basa lemah, karena pH mempengaruhi kelarutan beberapa senyawa, maka laju disolusi dari suatu bentuk sediaan (khususnya tablet dan kapsul) akan tergantung pada pH. Obat asam akan terdisolusi dengan baik pada lingkungan yang basa (usus), demikian pula sebaliknya untuk obat basa akan terdisolusi lebih baik pada lingkungan yang asam (lambung). Karena disolusi merupakan langkah awal dari absorpsi, dan disolusi dipengaruhi oleh pH maka pH cairan saluran pencernaan berperan penting dalam proses absorpsi obat (Mayersohn, 2002).

Jumlah obat asam lemah dan basa lemah yang terionisasi dalam cairan pencernaan atau darah dapat dihitung dengan persamaan Henderson- Hasselbach (Proudfoot, 1990).

Untuk obat asam lemah: pH-pKa HA]

[ ] [A log

-= (2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(37)

12

Untuk obat basa lemah:

] [B

BH] [ log pKa

-pH = + (3)

dimana [A-] = konsentrasi ion asam [HA] = konsentrasi molekul asam

+

[B ] = konsentrasi ion basa [BH] = konsentrasi molekul basa

Selain pH, zat- zat yang terdapat pada cairan saluran pencernaan juga dapat mempengaruhi proses absorpsi obat. Garam empedu dapat meningkatkan laju dan atau jumlah absorpsi dari obat- obat yang kurang larut dalam air, dengan cara meningkatkan laju disolusi pada saluran pencernaan. Garam empedu juga dapat menurunkan absorpsi obat melalui pembentukan kompleks yang tidak larut air dan tidak terabsorpsi (Mayersohn, 2002).

Cairan usus mengandung berbagai macam enzim yang diperlukan pada proses pencernaan. Enzim- enzim ini dapat bereaksi pada beberapa obat. Sebagai contoh, enzim pankreas dapat menghidrolisis kloramfenikol palmitat, pankreatin dan tripsin dapat mendeasetilasi obat- obat N-asetilase, dan esterase mukosal dapat menyerang gugus ester dari penisilin (Mayersohn, 2002).

Mucin, yang berfungsi melindungi epitelium usus, dapat berikatan secara non spesifik terhadap beberapa obat (senyawa amonium kuartener) sehingga dapat mencegah atau menurunkan absorpsi. Selain itu mucin juga dapat menjadi sawar bagi difusi obat sebelum mencapai membran usus (Mayersohn, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(38)

13

2) Pengosongan lambung

Pada umumnya absorpsi obat yang optimal berlangsung di usus halus (Shargel et al., 2005). Sehingga setiap faktor yang menunda perpindahan obat dari lambung ke usus halus akan mempengaruhi laju, dan mungkin juga jumlah, absorpsi obat. Dengan demikian akan berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan obat untuk mencapai konsentrasi plasma maksimum (memperbesar nilai tmaks) serta respon

farmakologisnya (Mayersohn, 2002).

Pola pengosongan lambung tergantung pada ada tidaknya makanan. Pada keadaan lambung yang kosong, terdapat pola khusus aktivitas elektromekanik yang disebut sebagai migrating motor

complex (MMC). MMC menyebabkan terjadinya kontraksi yang

dimulai pada bagian proksimal lambung dan berakhir di ileum. MMC terdiri dari empat fase.

Fase I : periode dimana hanya terjadi sedikit aktivitas, berlangsung sekitar 45 - 60 menit

Fase II : terjadi kontraksi tak beraturan yang secara bertahap akan meningkat frekuensinya untuk kemudian menuju ke fase selanjutnya, berlangsung sekitar 30 - 45 menit.

Fase III : gelombang peristaltik yang kuat mengosongkan isi lambung ke usus halus, berlangsung selama 5 – 10 menit. Fase IV : transisi penurunan aktivitas (pada Fase III) kembali ke

tahap awal (Fase I), disebut juga sebagai gelombang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(39)

14

housekeeper’.

Keseluruhan fase berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Suatu bentuk sediaan solid yang dicerna pada keadaan lambung yang kosong akan tinggal di lambung untuk waktu tertentu tergantung pada gelombang ‘housekeeper’. Jika dicerna pada saat dimulainya gelombang ‘housekeeper’ maka waktu tinggal di lambung akan lebih singkat daripada bila dicerna pada akhir gelombang ‘housekeeper’. Sehingga perbedaan waktu tinggal di lambung dapat menjelaskan adanya perbedaan laju absorpsi antar individu (Mayersohn, 2002).

Adanya makanan berpengaruh pada pengosongan lambung. Penurunan laju pengosongan lambung yang disebabkan oleh adanya asam lemak berbanding lurus dengan konsentrasi dan panjang rantai karbonnya. Pengaruh terbesar yaitu pada asam lemak dengan rantai karbon lebih dari 10 (asam dekanoat sampai asam stearat). Trigliserida menurunkan laju pengosongan lambung, terutama bentuk tak jenuhnya, seperti minyak zaitun. Karbohidrat menurunkan laju pengosongan lambung, seiring dengan peningkatan konsentrasinya. Asam amino menurunkan laju pengosongan lambung, yang dimungkinkan sebagai hasil dari tekanan osmotik (Mayersohn, 2002). 3) Transit usus

Setelah obat dikosongkan dari lambung selanjutnya akan masuk ke usus halus. Usus halus merupakan tempat utama bagi absorpsi obat karena luas permukaannya yang jauh lebih luas dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(40)

15

lambung (Mayersohn, 2002). Usus halus manusia sebagian besar terdiri dari mikrovili dengan luas permukaan kurang lebih 200 m2, dan diperkirakan 1 l darah melintasi kapiler darah di sekitar usus per menit. Total luas permukaan lambung hanya 1 m2 dengan aliran darah 150 ml per menit (Rowland and Tozer, 1995).

Oleh sebab itu, semakin lama waktu tinggal obat di daerah ini, maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya absorpsi yang lengkap dari obat tersebut, dengan asumsi bahwa obat stabil dalam cairan usus dan tidak akan membentuk turunan yang tak larut air (Mayersohn, 2002).

Terdapat dua macam gerakan usus, yaitu gerakan peristaltik (propulsive) dan gerakan pencampuran (mixing). Gerakan peristaltik akan menentukan laju transit usus dan oleh karena itu menentukan waktu tinggal obat di usus. Lebih lanjut akan berperan dalam menentukan berapa waktu yang tersedia bagi sediaan obat untuk melepaskan zat aktif, berdisolusi, dan kemudian terabsorpsi. Semakin besar motilitas usus maka semakin singkat pula waktu tinggal obat, dan makin singkat pula waktu bagi proses- proses tersebut. Motilitas usus akan sangat penting bagi obat- obat sediaan lepas lambat (sustained-release drugs) atau pada obat- obat salut enterik ( enteric-coated drugs), demikian juga pada obat yang terlarut dengan lambat atau dimana absorpsinya maksimal hanya pada tempat tertentu di usus (Mayersohn, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(41)

16

Gerakan pencampuran akan membawa isi usus menuju ke kontak optimal dengan permukaan epitelium, dan oleh sebab itu tersedia daerah efektif yang lebih luas untuk absorpsi. Laju absorpsi secara langsung tergantung pada daerah permukaan membran, dan karena pencampuran meningkatkan area kontak antara obat dengan membran, maka gerakan pencampuran akan cenderung meningkatkan laju absorpsi obat (Mayersohn, 2002).

4) Aliran darah

Saluran pencernaan dilintasi oleh banyak sekali pembuluh darah sehingga daerah ini diperfusi dengan baik oleh aliran darah. Obat yang terabsorpsi terlebih dahulu akan menuju ke hati, yang merupakan tempat utama biotransformasi obat di tubuh. Obat mungkin akan mengalami biotransformasi yang luas sebelum terdistribusi sistemik. Hal ini disebut sebagai efek lintas pertama atau eliminasi prasistemik hati, yang mempunyai implikasi pada bioavailabilitas dan terapi obat (Mayersohn, 2002).

Adanya perfusi aliran darah yang baik pada saluran pencernaan memungkinkan terjadinya penghantaran zat terabsorpsi secara efisien. Aliran darah berpengaruh terhadap absorpsi senyawa- senyawa yang diabsorpsi secara aktif atau khusus yang memerlukan partisipasi membran dalam transpornya. Jika aliran darah dan oksigen berkurang, kemungkinan terjadi penurunan absorpsi dari senyawa- senyawa ini. (Mayersohn, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(42)

17

Tahap pengendali laju (rate-limiting step) absorpsi pada senyawa yang siap menembus membran usus (yaitu senyawa dengan koefisien permeabilitas tinggi) mungkin ada pada laju perfusi darah di usus. Untuk senyawa dengan permeabilitas rendah (contoh: ribitol) maka absorpsinya tidak tergantung pada aliran darah. (Mayersohn, 2002).

2. Disposisi obat

Setelah terabsorpsi, maka obat akan dihantarkan oleh pembuluh darah arteri menuju ke seluruh jaringan, termasuk organ- organ eliminasi. Disposisi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses- proses yang terjadi setelah proses absorpsi obat. Disposisi mencakup dua hal yaitu distribusi dan eliminasi obat (Rowland and Tozer, 1995).

a. Distribusi obat

Distribusi merupakan proses perpindahan bolak- balik suatu obat menuju dan dari tempat aksi, biasanya darah atau plasma. Pada umumnya distribusi suatu obat dari darah menuju ke jaringan adalah secara difusi pasif (Riviere, 1999). Distribusi obat terlebih dahulu terjadi pada organ- organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak. Selanjutnya mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ- organ tadi, seperti otot, visera, kulit dan jaringan lemak. Kesetimbangan akan terjadi setelah waktu yang lama (Setiawati dkk., 2002). Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi distribusi suatu obat yaitu perfusi aliran darah pada organ, kemampuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(43)

18

menembus membran (permeabilitas), serta ikatan obat dengan darah dan jaringan (Rowland and Tozer, 1995).

Distribusi sebagian besar ditentukan oleh pasokan darah dari organ dan jaringan. Apabila pasokan darah semakin besar, maka bagian obat yang dapat berdifusi ke dalam organ tertentu dari pembuluh darah juga semakin banyak. Ini berati bahwa organ yang mempunyai banyak kapiler untuk memulai poses distribusi mengambil jumlah obat lebih banyak dibandingkan dengan organ yang pasokan darahnya kurang (Mutschler, 1991).

Seperti halnya absorpsi, laju distribusi juga dapat dibatasi baik oleh perfusi maupun permeabilitas. Suatu perfusion-rate limitation terjadi bila membran jaringan tidak menjadi sawar secara esensial bagi proses ditribusi. Kondisi ini terjadi pada molekul- molekul kecil lipofilik, yang berdifusi melintasi hampir semua membran tubuh. Perfusi dinyatakan dalam satuan ml darah per menit per volume jaringan (ml/menit/ml). Sedangkan

permeability-rate limitation muncul khususnya pada obat polar yang berdifusi melintasi

membran lipoid yang rapat. Karena adanya perbedaan perfusi dan permeabilitas dari berbagai jaringan ini, maka sulit untuk memprediksikan distribusi jaringan dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).

Faktor penting lain untuk proses distribusi obat adalah ikatan obat pada protein terutama pada protein plasma, protein jaringan dan sel darah merah. Konsekuensinya, konsentrasi obat dalam darah total, dalam plasma, dan tak terikat dalam air plasma, dapat sangat berbeda. Hanya obat bebas atau tak terikatlah yang dapat menembus membran dan mencapai kesetimbangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(44)

19

(Rowland and Tozer, 1995).

Ikatan protein bersifat bolak- balik. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat dan kadar protein sendiri. Pada keadaan defisiensi protein, pengikatan obat oleh protein menjadi berkurang (Setiawati dkk., 2002). Makin besar tetapan afinitas zat terhadap protein, makin kuat ikatan protein. Kesetimbangan distribusi akan bergeser ke protein dengan tetapan afinitas yang lebih besar (Mutschler, 1991). b. Eliminasi obat

Eliminasi merupakan proses kehilangan tak bolak- balik suatu obat dari tempat aksi ke organ eliminasi. Dua organ eliminasi utama tubuh adalah hati dan ginjal. Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk ekskresi obat bentuk tak berubah. Sebagian besar obat mengalami eliminasi yang berlangsung melalui ginjal. Hati merupakan tempat dimana terjadi biotransformasi obat. Sekresi bentuk obat tak berubah juga dapat dilakukan hati ke dalam empedu (Rowland and Tozer, 1995).

Eliminasi obat terjadi melalui dua proses yaitu biotransformasi dan ekskresi.

1) Biotransformasi

Biotransformasi atau metabolisme obat adalah proses perubahan struktur kimiawi suatu obat dalam tubuh yang dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar yang artinya lebih mudah larut dalam air daripada dalam lemak, sehingga lebih mudah dieksresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(45)

20

sehingga sangat berperan dalam mengakhiri masa kerja obat (Setiawati dkk., 2002). Pada umumnya, hati merupakan tempat biotransformasi utama, dan kadang satu- satunya, dari suatu obat (Rowland and Tozer, 1995).

Terdapat obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau lebih toksik, atau obat tersebut justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini (disebut sebagai prodrug). Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan atau dieksresi sehingga kerjanya berakhir (Setiawati dkk., 2002).

Jalur biotransformasi obat terdiri dua fase yaitu fase I dan fase II. Fase I meliputi oksidasi, reduksi, hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar, yang dapat bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif dari bentuk aslinya. Reaksi fase II, disebut juga reaksi sintetik, merupakan konjugasi obat atau metabolit reaksi fase I dengan substrat endogen (misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, dan asam amino). Hasil konjugasi bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresikan. Metabolit hasil konjugasi biasanya tidak aktif, kecuali untuk prodrug tertentu. Beberapa hanya mengalami salah satu dari kedua fase tersebut, tetapi kebanyakan obat mengalami biotransformasi melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit (Setiawati dkk., 2002).

2) Ekskresi

Ekskresi obat adalah proses kehilangan tak bolak- balik dari bentuk obat tak berubah (Rowland and Tozer, 1995). Obat diekskresikan dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(46)

21

tubuh melalui berbagai organ tubuh dalam bentuk metabolitnya atau dalam bentuk tak berubahnya. Ginjal merupakan organ ekskresi tubuh yang paling penting. Ekskresi obat melalui ginjal mencakup tiga tahap, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubulus proksimal dan distal (Setiawati dkk, 2002).

Ekskresi obat juga dapat terjadi melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat (Setiawati dkk., 2002).

C. Prinsip Dasar Farmakokinetika

Nasib obat dalam tubuh yang meliputi proses absorpsi dan disposisi obat tersebut dipelajari dalam ilmu farmakokinetika. Berikut ini akan dipaparkan mengenai definisi, analisis, parameter serta strategi penelitian farmakokinetika.

1. Definisi farmakokinetika

Farmakokinetika adalah suatu perhitungan matematik dari kinetika proses absorpsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Makoid and Cobby, 2000). Kinetika berarti gerak atau pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam konteks farmakokinetika, kinetika yang dipelajari yaitu mengenai proses perpindahan obat dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh, atau nasib obat di dalam tubuh. Nasib obat di dalam tubuh ini yang kemudian dikenal sebagai proses absorpsi, distribusi, serta eliminasi (Donatus, 1989). Faktor biologis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(47)

22

psikologis dan fisika-kimia yangmempengaruhi proses perpindahan obat di dalam tubuh juga mempengaruhi laju dan jumlah dari proses obat tersebut di dalam tubuh (Makoid and Cobby, 2000).

Farmakokinetika menggunakan model matematika untuk menguraikan proses- proses absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi, dan memperkirakan besarnya kadar obat dalam plasma sebagai fungsi dari besarnya dosis, interval pemberian dan waktu (Setiawati, 2002).

2. Analisis farmakokinetika

Untuk mengukur kadar obat di sel sasaran merupakan pekerjaan yang tidak mudah, bahkan dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang sangat sulit serta riskan dilakukan pada manusia. Oleh sebab itu timbullah pertanyaan tentang bagaimana cara untuk menaksir dan mengkaji ketepatgunaan obat di sel sasaran serta nasibnya di dalam tubuh. Analisis farmakokinetika merupakan alternatif jawaban atas permasalahan tersebut (Donatus, 1989).

Peningkatan dan penurunan kadar obat di dalam darah akibat proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi, berkaitan dengan waktu. Karena itu sebelum dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika suatu obat maka perlu diketahui terlebih dahulu ordo kinetikanya. Sebagai analog, untuk menjelaskan fungsi membran, terlebih dahulu perlu diasumsikan model struktur membran. Demikian pula sebelum dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika obat perlu diasumsikan terlebih dahulu model kompartemen tubuh, agar hasil pengukuran kadar obat dalam darah lawan waktu dapat diturunkan secara matematis, sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(48)

23

diperoleh nilai parameter farmakokinetikanya (Donatus, 1989).

Analisis yang dilakukan dalam farmakokinetika meliputi analisis model kompartemen tubuh serta analisis ordo kinetika, yang akan diuraikan sebagai berikut.

a. Analisis model kompartemen.

Yang dimaksud dengan model farmakokinetika adalah suatu hubungan matematika yang menggambarkan perubahan konsentrasi terhadap waktu dalam sistem yang diteliti (Setiawati, 2002). Setelah masuk ke dalam tubuh, obat akan terdistribusi ke jaringan dan berbagai organ tubuh yang sifatnya beragam. Dengan kata lain, tubuh dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berupa kumpulan kompartemen dimana satu dengan lainnya terpisah. Untuk mencocokkan dan menginterpretasikan data uji farmakokinetika, sistem multikompartemen tersebut disederhanakan menjadi sistem satu dan dua kompartemen, yang akan diuraikan di bawah ini (Donatus, 1989).

1) Model satu kompartemen

Pada model ini, diasumsikan bahwa obat dapat masuk dan keluar tubuh dan tubuh bertindak seperti kompartemen sentral (Shargel et al.,

2005). Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai satu kompartemen dimana obat menyebar dengan seketika dan merata ke seluruh cairan dan jaringan tubuh (Setiawati, 2002). Sedangkan istilah terbuka mengacu pada proses eliminasi yang dapat terjadi (Mutschler, 1991).

Secara ringkas, karakteristik dari model satu kompartemen pada rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel I

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(49)

24

berikut.

Tabel I. Ringkasan karakteristik model satu kompartemen terbuka (Ristchel, 1992) Persamaan kadar obat dalam darah

(μg/ml) Rute

pemberian

Karakteristik Model

D Kel

D = dosis pemberian Vd = volume distribusi C = konsentrasi obat dalam plasma

Kel = tetapan laju eliminasi

Intravaskuler -Tidak ada proses

(intravena, intracardiac, intra-arteria)

absorpsi, -semua obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik, -distribusi obat yang cepat antara aliran darah dan jaringan, -steady state tercapai dengan cepat,

- penurunan kadar tergantung pada ekskresi dan biotransformasi.

Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log)

log konsen- trasi Kel waktu

C(t) = N. e-Kel.t Dimana :

-N = konsentrasi obat hipotetik pada t = 0

- C(t) = konsentrasi obat hipotetik pada saat t

-Kel = tetapan laju

eliminasi Ekstravaskuler (oral, rektal, intramuskuler, intracutaneous subcutaneous)

- terjadi absorpsi karena pelepasan obat dan meka- nisme absorpsi - saat t=0 tidak ada obat dalam darah

- kadar naik oleh absorpsi, dan turun karena eliminasi, - tidak semua

ka Kel

D.f

D = dosis pemberian f = fraksi obat terabsorpsi ka = tetapan laju absorpsi

Vd = volume distribusi

C= konsentrasi obat dalam plasma Kel = tetapan laju eliminasi

C(t) = M. e-Kel.t - L. e-ka.t Dimana :

-M = intersep slope eliminasi mono-eksponensial back-extrapolated dengan ordinat - L = intersep slope absorpsi mono-Tubuh

Vd C

Tubuh

Vd C

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(50)

25

obat terabsorpsi. Kurva kadar obat vs waktu eksponensial

dengan ordinat

(pada kertas semi log)

log konsen- trasi

Kel

waktu

- Kel = tetapan laju

eliminasi

- ka= tetapan laju

absorpsi

2) Model dua kompartemen

Pada model ini, diasumsikan bahwa tubuh bertindak sebagai dua kompartemen yaitu kompartemen sentral dan perifer (Shargel et al., 2005). Kompartemen sentral terdiri dari darah dan berbagai organ yang banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati, ginjal dan kelenjar endokrin. Obat tersebar dan mencapai keseimbangan dengan cepat dalam kompartemen ini. Kompartemen perifer adalah berbagai jaringan yang kurang dialiri darah misalnya otot, kulit dan jaringan lemak, sehingga obat lambat masuk ke dalamnya (Setiawati, 2002).

Pada dasarnya model dua kompartemen adalah sama dengan model kompartemen satu, bedanya adalah adanya proses ditribusi karena adanya kompartemen perifer (Setiawati, 2002).

Secara ringkas, karakteristik dari model dua kompartemen pada rute pemberian intravaskuler dan ekstravaskuler dapat dilihat pada tabel II berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(51)

26

Tabel II. Ringkasan karakteristik model dua kompartemen terbuka (Ristchel, 1992) Persamaan kadar obat dalam darah

(μg/ml) Rute

pemberian

Karakteristik Model

k12 k21

D k13

D = dosis pemberian KS = kompartemen sentral KP = kompartemen perifer k12,k21 = tetapan laju distribusi

k13 = tetapan laju eliminasi

dari kompartemen sentral Vc = volume kompartemen sentral

C = konsentrasi obat dalam plasma

β = slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat)

Intravaskuler -Tidak ada proses KP

(intravena, intracardiac, intra-arteria)

absorpsi, -semua obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik, -distribusi obat yang lambat antara aliran darah dan jaringan, -steady state tercapai beberapa saat setelah pemberian, - penurunan bagian pertama karena distribusi - penurunan kedua tergantung distribusi kembali dari jaringan ke darah, ekskresi dan

biotransformasi.

Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log) log konsen- trasi β waktu

C(t) = M. e-β.t + L. e-α.t Dimana :

-M = intersep slope eliminasi β mono-eksponensial back-extrapolated dengan ordinat - L = intersep slope distribusi α dengan ordinat

-β=slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat)

= slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) Ekstravaskuler (oral, rektal, intramuskuler, intracutaneous subcutaneous)

- terjadi absorpsi, berdasarkan mekanisme pelepasan obat

- saat t = 0 tidak ada obat dalam darah

- kadar naik oleh absorpsi, diikuti penurunan

k12 k21

D.f ka k13

D = dosis pemberian f = fraksi obat terabsorpsi KS = kompartemen sentral

C(t) = M. e-β.t + L. e-α.t – N.e–ka.t

Dimana :

- M = intersep slope eliminasi β mono-eksponensial back-extrapolated dengan ordinat KS

Vc C

KS KP

Vc C

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(52)

27

KP = kompartemen perifer

ka = tetapan laju absorpsi

k12,k21 = tetapan laju distribusi

k13 = tetapan laju eliminasi

dari kompartemen sentral Vc = volume kompartemen sentral

C = konsentrasi obat dalam plasma

β = slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat)

Kurva kadar obat vs waktu (pada kertas semi log) karena distribusi

lambat sampai steady state tercapai

- L = intersep slope distribusi α dengan ordinat

- N = konsentrasi obat hipotetik saat

- penurunan kurva mono- eksponensial tergantung pada distribusi kembali obat dari jaringan ke darah, ekskresi dan biotrans-formasi

t=0 (diperoleh dari L+M)

-β= slope eliminasi total (tetapan laju disposisi lambat)

-α= slope distribusi

(tetapan laju disposisi cepat)

Bila ka > α

log konsen- trasi

β

waktu Bila α > ka

log konsen- trasi

β

waktu

- ka = tetapan laju

absorpsi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(53)

28

b. Analisis ordo kinetika.

Perhitungan parameter farmakokinetika diturunkan secara matematis atas dasar asumsi ordo kinetikanya. Perubahan kadar obat di dalam darah atau plasma karena absorpsi, distribusi dan eliminasi merupakan fungsi waktu. Secara matematis, hal ini dinyatakan sebagai berikut.

kXn

dt dX =

(2)

Dalam persamaan tersebut, X adalah kadar obat yang dipindahkan dari suatu kompartemen ke kompartemen lain. Tetapan k menggambarkan tetapan kesebandingan yang berhubungan dengan proses laju perpindahan obat, yang selanjutnya disebut sebagai tetapan laju. Sedangkan n merupakan orde dari proses perpindahan tersebut. (Donatus, 1989). Selanjutnya persamaan 2 dapat diintegralkan, dan dinyatakan dalam persamaan 3.

X=Xo.e−kt (3)

Terlihat dari persamaan tersebut, bila perubahan kadar, lebih tepatnya penurunan kadar pada waktu tertentu, tergantung pada kadar obat yang dapat dipindahkan pada waktu itu. Hal ini merupakan ciri khas kinetika orde pertama. Dengan kata lain, kinetika suatu obat mengikuti orde pertama jka n nya sama dengan satu. Jika n sama dengan nol, maka kinetika obat tersebut mengikuti orde nol (persamaan 4 atau 5) (Donatus, 1989).

k dt dX

= (4) X=−kt (5)

Proses- proses absorpsi, distribusi dan eliminasi yang dialami oleh hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(54)

29

berarti laju proses- proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada. Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, didistribusi dan dieliminasi per satuan waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih belum mengalami proses- proses tersebut (Setiawati, 2002).

Pada obat- obat dengan kinetika orde pertama atau kinetika linier ini terdapat hubungan yang linier antara log kadar obat dalam plasma dengan waktu pada fase absorpsi, distribusi daneliminasi (Setiawati, 2002).

3. Parameter farmakokinetika

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pola absorpsi, distribusi dan eliminasi suatu obat dapat dikaji dari nilai parameter farmakokinetikanya. Parameter tersebut diperoleh dari pengukuran kadar obat tak berubah di dalam darah pada sederetan waktu tertentu (Donatus, 1989).

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari hasil pengukuran kadar obat-utuh atau metabolitnya di dalam cairan tubuh, seperti darah atau urin (Reilly, 1974 cit. Donatus, 2005). Pada hakikatnya terdapat tiga jenis parameter farmakokinetika, yaitu parameter farmakokinetika primer, parameter farmakokinetika sekunder, dan besaran turunan lain (Rowland and Tozer, 1995).

Parameter farmakokinetika primer adalah parameter yang nilainya dipengaruhi secara langsung oleh perubahan satu atau lebih variabel fisiologis terkait. Yang termasuk parameter tersebut adalah tetapan laju absorpsi (ka), fraksi

dosis obat yang diserap (fa), volume distribusi (Vd), bersihan tubuh total (ClT),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(55)

30

bersihan hati (ClH), dan bersihan ginjal (ClR) (Rowland and Tozer, 1995).

Ubahan fisiologis yang mempengaruhi parameter farmakokinetika primer terkait dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Ketergantungan parameter farmakokinetika primer terhadap beberapa variabel fisiologi*

Parameter farmakokinetika primer Variabel fisiologi

Tetapan laju absorpsi (ka)

Bersih hati (ClH), fraksi obat yang

diabsorpsi

Bersih ginjal (ClR)

Volume distribusi (Vd)

Aliran darah pada tempat absorpsi, pengosongan lambung (oral), gerakan usus (oral)

Aliran darah hati, ikatan dalam darah Aliran darah ginjal, ikatan dalam darah Ikatan dalam darah ikatan dalam jaringan, pembagian ke dalam lemak, susunan tubuh, dan ukuran tubuh

*Dikutip dari Rowland and Tozer (1995) dengan sedikit perubahan

Parameter farmakokinetika sekunder adalah parameter farmakokinetika yang besarnya tergantung pada nilai parameter farmakokinetika pimer. Yang termasuk parameter tersebut adalah waktu paruh obat (t½), tetapan laju eliminasi (Kel), dan fraksi obat utuh yang diekskresikan ke dalam urin (fe) (Rowland and

Tozer, 1995).

Besaran turunan lain nilainya tidak semata- mata tergantung nilai parameter farmakokinetika primer, tetapi juga tergantung pada dosis dan laju pemberian obat terkait. Yang termasuk besaran turunan lain yaitu luas area di bawah kurva kadar obat utuh dalam plasma lawan waktu (area under the curve/

AUC) dan kadar obat pada keadaan tunak (steady state) dalam plasma (Cpss)

(Rowland and Tozer, 1995).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(56)

31

Perhitungan berbagai parameter farmakokinetika obat pada pemberian dosis tunggal dengan model dua kompartemen terbuka dan absorpsi mengikuti orde pertama serta eliminasi terjadi hanya dari kompartemen sentral, dapat dilihat pada tabel IV (Jusko and Gibaldi, 1972; Ritschel, 1992; Wagner, 1975).

Tabel IV. Perhitungan Parameter Farmakokinetika Model Dua Kompartemen Terbuka dengan Absorpsi Orde Pertama dan Eliminasi hanya dari

Kompartemen Sentral - Pemberian Dosis Tunggal*

Persamaan Kadar Obat dalam Darah (Blood Level Equation) :

dimana :

(

(

)(

)

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − = α β α k α k V .D .f k L a 21 c a a

(

(

)(

)

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − = β α β k β k V .D .f k M a 21 c a a

(

(

)(

)

)

⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − − = a a a 21 c a a k β k α k k V .D .f k N

pada persamaan tersebut diasumsikan bahwa :

- ka > α > β atau α > ka > β, dengan definisi nilai α > β

- nilai M adalah selalu positif

- salah satu atau kedua nilai L dan N harus negatif

Perhitungan masing- masing parameter pada kinetika absorpsi, distribusi dan eliminasi berdasarkan persamaan tersebut diatas adalah sebagai berikut.

Cp(t) = L.e-α.t + M.e-β.t + N.e-ka.t

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(57)

32

Kinetika Perhitungan Parameter

1. Tetapan laju absorpsi (ka)

abs 1/2 a t 0,693 k =

2. Luas area di bawah kurva (Area Under the Curve/ AUC)

a. Berdasarkan persamaan kadar obat dalam darah :

a ) (0 k N β M α L AUC = + −

b. Pendekatan nilai AUC(0-∞) dengan menggunakan aturan trapezoid :

1) AUC(0-∞) =AUC(0-tn) +AUC(tn-∞)

2) (t - t )

2 C C

AUC n-1 n n n-1 tn) -(0 + = 3) β C AUC n ) (tn−∞ =

Prosedur ini hanya sahih bila fraksi terekstrapolasi lebih kecil dari kira- kira 10 % AUC total dan tidak boleh digunakan bila fraksi terekstrapolasi lebih dari 20 % AUC total (Mutschler, Derendorf, Schäfer-Korting, Elrod, and Estes, 1995).

Absorpsi

3. Fraksi obat yang terabsorpsi (f ) a

% 100 x AUC AUC f iv x a =

1. Slope distribusi (tetapan laju disposisi cepat) (α) α=1/2

(

b+ b2-4k21.k13

)

Distribusi

2. Tetapan laju distribusi dari kompartemen sentral ke perifer (k12)

13 21 12 α β-k -k

k = +

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(58)

33

3. Tetapan laju distribusi dari kompartemen perifer ke sentral (k21)

(

) (

) (

)

(

k α

)

M

(

k β

)

L

N.α. k . M. k . L. k a a a a 21 − + − + +

= β α β

4. Volume distribusi kompartemen sentral (Vc)

(

k -α

)

M

(

k β

)

L .D .f k V a a a a c − + =

5. Volume distribusi pada steady state atau keadaan tunak (Vdss)

c 21 21 12 ss V k k k Vd = +

1. Bersihan tubuh total (ClT)

) -(0 a T AUC f D. Cl ∞ =

2. Slope eliminasi keseluruhan (tetapan laju disposisi lambat) (β)

(

21 13

)

2 .k 4k -b b 1/2

β= +

- hubungan antara α dan β adalah sebagai berikut: α.β = k21.k13

α + β = k12 + k21 + k13

3. Waktu paruh eliminasi (t1/2el)

β 0,693 t1/2el = Eliminasi

4. Tetapan laju eliminasi dari kompartemen sentral (k ) 13

21 13

k α.β k =

*dikutip dari Jusko and Gibaldi (1972), Ritschel (1992), dan Wagner (1975) dengan sedikit perubahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(59)

34

Keterangan :

a) Cp(t) = kadar obat pada kompartemen sentral pada waktu t b) D = dosis pemberian

c) t1/2abs = waktu paruh absorpsi

d) AUC(0-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan

waktu, dari waktu 0 sampai tak hingga

e) AUC(0-tn) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan

waktu, dari waktu 0 sampai waktu ke-n

f) AUC(tn-∞) = luas area di bawah kurva kadar obat di dalam darah lawan

waktu, dari waktu n sampai tak hingga g) tn = waktu pengamatan dari konsentrasi obat Cn

h) tn-1 = waktu pengamatan sebelumnya yang berhubungan dengan

konsentrasi obat Cn-1

i) Cn = kadar obat pada titik pengambilan sampel (μg/ml)

j) AUCx = AUC pemberian nonsistemik

k) AUCiv = AUC pemberian intravena

l) b = k12 + k21 + k13

m) L = intersep slope distribusi α dengan ordinat

Sebagai catatan, simbol L ini dapat pula ditulis sebagai simbol A1* (Wagner, 1975) dan simbol A (Ritschel, 1992)

n) M = intersep slope eliminasi β monoeksponensial back-extrapolated dengan ordinat

Sebagai catatan, simbol M ini dapat pula ditulis sebagai simbol A2* (Wagner, 1975) dan simbol B (Ritschel, 1992)

o) N = konsentrasi obat hipotetik pada saat t = 0 (diperoleh dari L+M) Sebagai catatan, simbol N ini dapat pula ditulis sebagai simbol A3* (Wagner, 1975) dan simbol C(0) = A+B (Ritschel, 1992)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(60)

35

4. Strategi penelitian farmakokinetika

Suatu penelitian farmakokinetika melibatkan subyek makhluk hidup yang seringkali sulit untuk dikendalikan. Selain itu juga melibatkan berbagai teknik maupun tata cara yang terkait dengan pemilihan subyek uji dan penangannya, perlakuan pada subyek uji, analisis kimia, sampai dengan analisis dan evaluasi hasil penelitian. Oleh karena itu agar hasil penelitian nanti dapat diandalkan, maka diperlukan penyusunan suatu strategi penelitian (Donatus, 1989).

Strategi penelitian farmakokinetika didefinisikan sebagai suatu rencana yang disusun sebelum dilakukan penelitian tahap farmakokinetika suatu obat, guna memperoleh informasi ketersediaan biologis atau ketersediaan biologi dari zat itu. Strategi penelitian farmakokinetika tersebut terdiri atas tahap-tahap sebagai berikut.

a Pemilihan rancangan uji coba. Dalam memilih rancangan uji coba, perlu dipertimbangkan pula adanya beberapa variabel yang melekat pada subyek uji maupun pada sistem penelitiannya itu sendiri. Variabel- variabel tersebut adalah sebagai berikut.

1) variabilitas antar subyek 2) variabilitas karena perlakuan 3) variabilitas waktu

4) variabilitas dalam subyek

5) variabilitas residual (Wagner, 1975).

Adanya variabel- variabel tersebut dapat diperkecil pengaruhnya dengan penerapan suatu rancangan uji coba yang tepat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(61)

36

(Donatus, 1989). Pada penelitian ini, rancangan uji coba yang diterapkan adalah rancangan acak lengkap (completely randomized design).

b pemilihan subyek uji dan jumlahnya. Subyek uji yang digunakan dalam penelitian farmakokinetika meliputi hewan dan manusia. Pada tahap praklinis digunakan subyek uji hewan, sedangkan pada tahap klinis digunakan subyek uji manusia. Hal- hal yang perlu dipertimbangkan meliputi bentuk sediaan dan cara pemberian, kemudahan penanganan hewan uji, kemiripan metabolisme terhadap suatu obat dengan yang ada pada manusia, kemudahan mendapat cuplikan biologis, serta volume maksimum yang dapat diterima hewan uji (Donatus, 1989).

c pemilihan cuplikan biologis. Cuplikan biologis yang sering digunakan dalam penelitian farmakokinetika adalah darah atau urin. Darah menjadi pilihan pertama karena darahlah yang paling cepat dicapai oleh obat, serta darahlah yang menerima obat dari tempat pemberian, membawanya ke semua organ, termasuk tempat aksi obat dan elmininasinya (Rowland and Tozer, 1995). Selain itu untuk kebanyakan obat, bentuk obat tak berubah adalah senyawa yang memiliki aktivitas farmakologis. Sehingga, penetapan kadar obat pada cuplikan darah akan memberikan indikasi langsung pada kadar obat yang mencapai sirkulasi (Rowland and Tozer, 1995).

d pemilihan metode penetapan kadar. Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau urin. Oleh sebab itu maka metode penetapan kadar yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(62)

37

digunakan harus memenuhi berbagai prasyarat yaitu sebagai berikut.

1) Akurasi (kecermatan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan nilai hasil analisis dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) (Harmita, 2004).

2) Presisi (keseksamaan), yaitu ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian hasil pengukuran berulang pada cuplikan biologis yang sama. Presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif (koefisien variasi/ CV) (Harmita, 2004).

3) Selektivitas (spesifisitas). Metode analisis harus memiliki selektivitas yang tinggi terhadap bentuk obat yang akan ditetapkan, sehingga dapat membedakan suatu obat dari metabolitnya, dari obat lain, dan dari kandungan endogen cuplikan biologis (Harmita, 2004).

4) Sensitivitas. Sensitivitas metode berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur oleh metode analisis yang digunakan. Hal ini penting karena dalam perhitungan parameter farmakokinetika, diperlukan sederetan kadar obat dari waktu ke waktu, atau dari kadar tertinggi sampai kadar terendah (Harmita, 2004).

5) cepat. Dalam suatu penelitian farmakokinetika dilakukan analisis dari cuplikan biologis dalam jumlah yang banyak, sehingga cepat juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkan (Donatus, 1989).

e Pemilihan takaran dosis. Perbandingan harga LD50 oral lawan LD50

intravena dapat dilakukan untuk memperoleh wawasan terhadap masalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(63)

38

absorbabilitas sebagai fungsi waktu sebagai fungsi cara pemberian oral. Jika informasi ini tidak tersedia maka dapat digunakan 5 – 10 % dari harga LD50 intravena sebagai dosis awal penelitian yang dapat

dipertanggungjawabkan (Kaplan, 1973, cit. Donatus, 1989). Takaran dosis yang diberikan harus dapat menjamin dapat diukurnya kadar obat atau metabolitnya pada rentang waktu tertentu, sehingga diperoleh data yang cukup memadai (Donatus, 1989).

f Pemilihan lama dan banyaknya waktu pengambilan cuplikan biologis. Bila digunakan cuplikan darah, pengambilan sebaiknya 3-5 kali t½ eliminasi obat yang diuji. Frekuensi pengambilan cuplikan biologis berkaitan erat dengan asumsi model kompartemen tubuh. Bila kinetika obat mengikuti dua kompartemen terbuka, maka frekuensi pengambilan cuplikan setidaknya 3 kali tahap absorpsi, 3 kali daerah puncak, 3 kali tahap distribusi, dan 3 kali tahap eliminasi (Ritschel, 1992).

g Analisis dan evaluasi hasil. Analisis data hasil uji dan evaluasi hasil penelitian merupakan tahap terakhir penelitian farmakokinetika. Langkah- langkah analisis yang dilakukan meliputi analisis data uji coba, analisis statistika dan evaluasi (Donatus, 1989).

D. Parasetamol

Obat yang akan diteliti perubahan profil farmakokinetikanya dalam penelitian ini adalah parasetamol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(64)

39

1. Definisi

Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa asam lemah

serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995).

Parasetamol memiliki nama lain asetaminofen, N-asetil-p-aminofenol atau 4-hidroksiasetanilid. Parasetamol adalah turunan para-aminofenol yang berkhasiat sebagai analgesik-antipiretik (Block and Beale, 2004). Struktur parasetamol dapat dilihat pada gambar 3.

OH

H3COCHN

Gambar 3. Struktur parasetamol (N-asetil-paraaminofenol)

Parasetamol mempunyai titik lebur 169o C – 172o C. Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 20 bagian air panas, 7 bagian etanol dan 50 bagian kloroform. Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Clarke, 1969). pH parasetamol dalam larutan jenuh adalah 5,3 – 6,5. Pada larutan berair dengan pH 5 – 7, parasetamol sangat stabil. Parasetamol mempunyai nilai pKa 9,51 (Connors, Amidon, and Stella, 1986; Hanson 2000).

Dalam metanol, parasetamol memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 249 nm ( = 900) (Clarke, 1969). atau serapan jenis adalah serapan dari larutan 1% zat terlarut dalam sel dengan ketebalan 1 cm (Anonim, 1995).

% 1 1cm

A A11cm%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(65)

40

2. Aksi farmakologis

Parasetamol merupakan metabolit aktif dari fenasetin dan asetanilid. Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik dan telah digunakan sejak 1893 (Wilmana, 1995). Tempat dan mekanisme aksi dari efek analgesik parasetamol masih belum jelas. Parasetamol menurunkan demam melalui aksi langsung pada pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus dengan cara meningkatkan pengeluaran panas tubuh melalui vasodilatasi dan keringat. Aksi pirogen endogen pada pusat pengatur suhu tubuh pun dihambat (Anonim, 2004).

Parasetamol merupakan penghambat enzim siklooksigenase di jaringan perifer yang lemah, sehingga daya anti inflamasinya kurang. Parasetamol lebih efektif dalam penghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat sehingga berguna sebagai agen analgesik antipiretik (Katzung, 2002).

Dibandingkan dengan aspirin, parasetamol memiliki daya antipiretik dan analgesik yang hampir sama. Daya anti inflamasi aspirin lebih baik. Parasetamol tidak menghambat agregasi platelet dan tidak menyebabkan ulcer pada saluran pencernaan (Anonim, 2004).

Parasetamol digunakan sebagai obat analgesik antipiretik alternatif terhadap aspirin, yaitu pada pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, memiliki riwayat ulcer, memiliki gout, anak- anak dengan infeksi virus, serta pada pasein yang mengkonsumsi antikoagulan (Anonim, 2001).

3. Farmakokinetika parasetamol

Absorpsi parasetamol berjalan cepat dan hampir sempurna dari saluran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(66)

41

pencernaan melalui pemberian oral. Konsentrasi plasma puncak (Cpmaks) sebesar 5

– 20 mcg/ml muncul dalam waktu 30 – 60 menit, tetapi tidak ada korelasi antara konsentrasi serum dan efek analgesik (American Medical Association (AMA), 1994). Waktu paruh (t1/2) plasma pada subyek sehat antara 1 – 2,5 jam. Pada

overdosis, absorpsi berjalan lengkap setelah 4 jam (Anonim, 2001).

Setelah diabsorpsi, parasetamol akan terdistribusi ke sebagian besar jaringan dan cairan badan secara cepat dan luas (Anonim, 2001). Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien distribusinya pada manusia yaitu 0,94 l/kg (Melmon and Morelli, 1992) atau pada manusia 70 kg, volume distribusinya sekitar 67 L (Katzung, 2002). Dalam plasma, sekitar 25 % parasetamol terikat protein plasma (Wilmana, 1995). Availabilitas oral parasetamol adalah sekitar 88 % (Katzung, 2002).

Parasetamol mengalami metabolisme di hati, terutama dalam bentuk konjugat glukuronida dan sulfat, dan dieliminasi di urin (AMA, 1994). Sebanyak 90 – 100 % obat ditemukan kembali dalam urin pada 24 jam pertama, terutama setelah konjugasi hepatik dengan asam glukuronat (± 60 %), dengan asam sulfat (± 35%), atau dengan sistein (± 3 %). Sejumlah kecil metabolit hasil hidroksilasi dan asetilasi juga terdeteksi (Anonim, 2004). Levy (1981) menyebutkan bahwa metabolit hasil hidroksilasi tersebut bertanggungjawab atas hepatotoksisitas akibat overdosis.

Parasetamol dimetabolisme secara luas dan diekskresikan dalam urin terutama dalam bentuk konjugat inaktif glukuronat dan sulfat (94 %). Sekitar 4 % dioksidasi oleh sistem enzim sitokrom P450 hati menjadi metabolit yang toksik,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(1)

141

Lampiran 49. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-60

(data kelompok 4)

Lampiran 50. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-90

(data kelompok 4)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

Lampiran 51. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-120

(data kelompok 4)

Lampiran 52. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-180


(3)

143

Lampiran 53. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-240

(data kelompok 4)

Lampiran 54. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-300

(data kelompok 4)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

Lampiran 55. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-360

(data kelompok 4)

Lampiran 56. Kromatogram dari Kelompok Perlakuan menit ke-420


(5)

145

Lampiran 57. Hasil analisis statistik untuk ka

NPar Tests

T-Test

Paired Samples Statistics

.041540 5 .0080829 .0036148 .158740 5 .0204654 .0091524 kontrol

perlakuan Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

5 -.477 .416

kontrol & perlakuan Pair 1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-.1172000 .0253378 .0113314 -.1486611 -.0857389 -10.343 4 .000

kontrol - perlakuan Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper

95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

5 5 kontrol perlakuan N .041540 .158740 .0080829 .0204654 .190 .216 .190 .180 -.132 -.216 .425 .484 .994 .973 Mean Normal Parameters a,b

Std. Deviation Absolute Positive Most Extreme Differences Negative Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Pengaruh Puasa terhadap Profil Farmakokinetika Parasetamol pada Tikus Putih Jantan” ini bernama lengkap Veronika Sulistiawati. Dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1985 di Yogyakarta, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Agustinus I. dan Ibu Anna.

Pada tahun 1989 menempuh pendidikan di TK Pangudi Luhur Yogyakarta kemudian dilanjutkan ke SD Pangudi Luhur Yogyakarta pada tahun 1991. Tahun 1997 menempuh Pendidikan SLTP ditempuh di SLTP Stella Duce I Yogyakarta dan lulus pada tahun 2000. Setelah menyelesaikan pendidikan SLTP, dilanjutkan dengan menempuh pendidikan di SMUN 3 Padmanaba Yogyakarta dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2003 hingga 2007 menempuh pendidikan S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan S1, penulis pernah menjadi asisten pada praktikum Bioanalisis pada tahun ajaran 2006-2007.