Drug related problem DRP

digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang mengalami penurunan karena anak tersebut sedang sakit. Peningkatan sistem kekebalan tubuh dapat membantu mempercepat terjadinya kesembuhan. Penambah nafsu makan perlu diberikan karena biasanya pada anak-anak yang sedang sakit nafsu makannya berkurang sehingga diperlukan nutrisi untuk membantu meningkatkan nafsu makan. Obat nutrisi dan darah digunakan sebagai terapi pendukung untuk membantu proses penyembuhan pada pasien.

D. Drug Related Problem DRP dan Dampak Terapi

1. Drug related problem DRP

Proses evaluasi kerasionalan terapi pada kasus di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dilakukan dengan mengidentifikasi drug related problem DRP yang terjadi berdasarkan hasil penelusuran pustaka. Pada penelitian ini hanya mengkaji DRP yang terjadi pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Dari data didapatkan ada 32 kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna, antara lain diare akut sebanyak 20 kasus, diare disentriform sebanyak 9 kasus, stomatitis sebanyak 1 kasus, kejang demam dan gastroenteritis akut GEA sebanyak 1 kasus, serta sefalgia dan GEA sebanyak 1 kasus. Dari 32 kasus pediatri dengan diagnosis gangguan sistem saluran cerna ada yang hanya mengalami satu jenis DRP, namun ada juga yang mengalami lebih dari satu jenis DRP. Hasil identifikasi DRP yang terjadi meliputi interaksi obat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi sebanyak 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Tabel XIX. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 3, 15, 21, 25, 28, 29, 31, 32 Parasetamol Penggunaan parasetamol pada pasien tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 10-15 mgkgBB. Kasus 25 menerima dosis 8 mgkgBB. Kasus 15 dan 31 menerima dosis 8,5-9 mgkgBB. Kasus 3, 21, 28, 29, 31, 32 menerima dosis 9-9,5 mgkgBB. Dosis parasetamol dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus. 17, 20 Kanamisin Penggunaan kanamisin tidak tepat karena dosis oral yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 50 mgkgBBhari. Kasus 17 menerima dosis 35 mgkgBBhari, sedangkan kasus 20 hanya menerima dosis 30,6 mgkgBBhari. Dosis kanamisin dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus. 25 Kotrimoksazol Penggunaan kotrimoksazol tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 8-12 mgkgBBhari. Kasus hanya menerima dosis 3 mgkgBBhari. Dosis kotrimoksazol dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada kasus. Jenis obat yang menjadi penyebab DRP dosis terlalu rendah ialah kotrimoksazol, kanamisin, dan parasetamol. Dosis obat yang terlalu rendah dapat mengakibatkan konsentrasi obat dalam darah berkurang sehingga menyebabkan obat tidak dapat mencapai efek terapi yang diharapkan. Pada antibiotika kotrimoksazol mengakibatkan obat tidak dapat membunuh bakteri penyebab infeksi sehingga memiliki resiko terjadinya resistensi. Pemberian kanamisin secara per oral dengan tujuan untuk mendapatkan efek lokal di saluran pencernaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XX. Kelompok Kasus DRP Obat Tanpa Indikasi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32 Fenobarbital Pemberian fenobarbital tidak tepat karena pada kondisi klinis kasus tidak terjadi kejang sehingga tidak membutuhkan obat tersebut. Fenobarbital tidak perlu digunakan karena pasien tidak membutuhkannya. 2, 21, 22 Karbazokrom- Na-sulfonat dan Vitamin K Pemberian kedua obat tersebut tidak tepat karena kondisi kasus tidak mengalami perdarahan sehingga tidak membutuhkan obat tersebut. Karbazokrom-Na-sulfonat dan Vitamin K tidak perlu digunakan. 3, 10, 30 Siproheptadin Pemberian obat tersebut tidak tepat karena kondisi kasus tidak membutuhkan obat tersebut. Siproheptadin tidak perlu digunakan. 9 Setirizin Pemberian setirizin tidak tepat karena kondisi kasus tidak membutuhkan obat tersebut. Setirizin tidak perlu digunakan. 16 Rhinofed ® Pemberian obat Rhinofed ® tidak tepat karena kondisi kasus tidak mengalami keluhan pilek yang membutuhkan obat tersebut. Rhinofed ® tidak perlu digunakan. 20 Klorpromasin Pemberian obat tersebut tidak tepat karena kondisi kasus tidak membutuhkan obat tersebut. Klorpromasin tidak perlu digunakan. 24 Ketotifen, Siproheptadin, dan Setirizin Pemberian racikan obat tersebut tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. Ketotifen, siproheptadin, dan setirizin tidak perlu digunakan. 30 Noscapin Pemberian obat noscapin tidak tepat karena kondisi kasus tidak mengalami batuk berdahak yang membutuhkan obat tersebut. Noscapin tidak perlu digunakan. 31 Kotrimoksazol, Polimiksin, dan Sefotaksim Pemberian obat antibiotika kotrimoksazol, polimiksin, dan sefotaksim tidak tepat karena ada penggunaan jumlah antibiotika yang berlebihan. Hanya perlu diberikan satu jenis antibiotika saja yang dipilih dari ketiga antibiotika tersebut, atau dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengetahui antibiotika yang sesuai sehingga tidak terjadi pemberian antibiotika yang berlebihan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi ialah penggunaan obat yang tidak sesuai dengan kondisi pasien sehingga pasien tidak membutuhkan obat tersebut. Jenis obat yang termasuk kasus DRP obat tanpa indikasi ialah fenobarbital, noscapin, Rhinofed ® , karbazokrom-Na-sulfonat dan vitamin K, serta siproheptadin, ketotifen, dan setirizin. Pemberian jumlah antibiotika berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika tersebut juga merupakan kasus DRP obat tanpa indikasi. Kasus DRP interaksi obat merupakan DRP yang bersifat potensial, artinya DRP tersebut berpotensi terjadi, namun belum terjadi pada kasus. Obat yang menjadi penyebab DRP interaksi obat ialah parasetamol dan fenobarbital. Interaksi antara parasetamol dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4 dengan onset lambat, artinya interaksi kedua obat tersebut terjadi setelah beberapa hari atau bulan dengan tingkat keparahan yang sedang moderate. Efek dari interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan efek hepatotoksik dan penurunan efek terapi parasetamol akibat adanya terapi fenobarbital secara bersamaan. Sebagian besar kasus yang dirawat di Bangsal Anak RS Bethesda menerima jenis racikan parasetamol dan fenobarbital, karena itu perlu diperhatikan penggunaan jenis racikan tersebut. Obat lain yang akan terjadi interaksi jika diberikan bersamaan ialah deksametason dan golongan obat antasida dengan tingkat signifikansi 5 dan onset lambat serta tingkat keparahan kecil minor. Efek dari interaksi kedua obat tersebut akan menurunkan efek terapi deksametason, namun mekanismenya belum diketahui. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXI. Kelompok Kasus DRP Interaksi Obat pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 1, 3, 4, 6, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32 Parasetamol dan Fenobarbital Parasetamol berinteraksi dengan fenobarbital dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital sebaiknya tidak diberikan karena keduanya mengalami interaksi. Pada kasus yang mengalami demam cukup diberikan parasetamol saja. 2 Deksametason dan antasida Deksametason akan berinteraksi dengan antasida mengakibatkan menurunnya efek farmakologi deksametason dengan tingkat signifikansi 5. Deksametason masih dapat diberikan bersama antasida dengan cara mengatur selang waktu pemberian dari kedua obat tersebut karena tingkat signifikansi rendah, yaitu 5. 13 Polimiksin dan amikasin sulfat Polimiksin dan amikasin sulfat jika diberikan bersama dapat terjadi interaksi dengan tingkat signifikansi 4. Interaksi dapat meningkatkan resiko terjadinya paralisis saluran nafas dan gangguan ginjal. Dilakukan monitoring pada saluran nafas dan pemeriksaan fungsi ginjal, namun sebaiknya antibiotika polimiksin dan amikasin sulfat tidak diberikan bersamaan. 15 Fenitoin dan Fenobarbital Pemberian obat fenitoin akan meningkatkan konsentrasi plasma fenobarbital sehingga dapat menimbulkan peningkatan resiko terjadinya efek samping. Interaksi kedua obat tersebut terjadi dengan tingkat signifikansi 4. Dilakukan monitoring terhadap konsentrasi plasma fenobarbital. Sebaiknya digunakan salah satu di antara fenobarbital atau fenitoin sebagai antikejang. 15 Parasetamol dan Fenitoin Pemberian parasetamol dan fenitoin secara bersamaan akan meningkatkan potensi terjadinya hepatotoksik dan menurunkan efek terapetik parasetamol. Interaksi ini terjadi dengan tingkat signifikansi 2. Parasetamol tidak diberikan bersamaan dengan fenitoin. 27 Fenobarbital dan Asam valproat Interaksi antara asam valproat dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 2. Asam valproat akan menurunkan metabolisme hepatik fenobarbital sehingga konsentrasi plasma fenobarbital akan meningkat hal ini mengakibatkan efek farmakologi dan efek sampingnya juga meningkat. Fenobarbital tidak diberikan bersamaan dengan asam valproat. Fenobarbital dan asam valproat jika diberikan bersamaan akan terjadi interaksi dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang moderate. Interaksi kedua obat tersebut mengakibatkan peningkatan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kadar plasma fenobarbital sehingga dapat meningkatkan efek farmakologi dan efek samping fenobarbital. Obat lain yang mengalami interaksi jika digunakan bersama ialah parasetamol dan fenitoin dengan tingkat signifikansi 2 dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang moderate. Efek dari interaksinya adalah peningkatan potensi hepatotoksik dan penurunan efek terapi dari parasetamol akibat adanya pemberian fenitoin. Pemberian antibiotika polimiksin dan amikasin sulfat yang bersamaan dapat menyebabkan interaksi obat dengan tingkat signifikansi 4 dan onset cepat serta tingkat keparahan tinggi major. Interaksi antara kedua obat tersebut menimbulkan peningkatan resiko terjadinya paralisis saluran nafas dan gangguan fungsi ginjal. Interaksi antara fenitoin dan fenobarbital memiliki tingkat signifikansi 4 dan onset lambat serta tingkat keparahan sedang moderate. Efek yang ditimbulkan dari interaksi kedua obat tersebut ialah peningkatan kadar serum fenoarbital dengan adanya terapi fenitoin. Tabel XXII. Kelompok Kasus DRP Dosis Terlalu Tinggi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 6, 26 Parasetamol Penggunaan parasetamol pada pasien tidak tepat dosis karena dosis yang diberikan melebihi dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 10-15 mgkgBB. Kasus 6 mendapat dosis 36 mgkgBB, sedangkan kasus 26 mendapat dosis 16,7 mgkgBB. Menurunkan dosis parasetamol sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pemberian obat dengan dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar obat dalam darah meningkat sehingga dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan ketoksikan. Parasetamol dosis tinggi dapat menyebabkan efek toksik pada hepar hepatotoksik. Tabel XXIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 30 Subyektif An. HM, nomor RM 01902995, berat badan 10 kg; umur 1 tahun 4 bulan 18 hari dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret. Diagnosis utama : diare cair akut Obyektif Tanggal periksa Parameter 310707 Nilai normal Hb gr 13,20 12,00-18,00 Hct 43,0 36,0-49,0 AL ribummk 11,03 4,10-13,00 AT ribummk 185,0 140,0-440,0 Basofil 0,9 0,0-0,1 Monosit 12,2 0,0-9,0 Eosinofil 2,5 0,0-8,0 Suhu o C Berkisar antara 36-36,5 Nadi kalimenit Berkisar antara 120-124 Nafas kalimenit Berkisar antara 22-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan siproheptadin ¼ tab + ko-enzim vitamin B12 ½ tab 1x1 oral; Lacto B ® 2x1 oral; Imboost force ® 2x1 cth oral; noscapin drop 2x1cth oral; sefotaksim 3x150 mg i.v; infus KAEN 3A Penilaian Pemberian obat siproheptadin dan noscapin pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi . Rekomendasi Siproheptadin dan noscapin tidak perlu diberikan pada pasien. DRP yang sama terjadi pada kasus 5, 9, 10, 21, 22 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXIV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 1 Subyektif An. DH, nomor RM 00806793, berat badan 6,9 kg; umur 4 bulan dirawat di RS selama 5 hari karena keluhan sejak 4 hari mencret, badan lemas, muntah. Diagnosis utama : GEA gastroenteritis akut Obyektif Tanggal periksa Parameter 01072007 Nilai normal Hb gr 12,5 14,50-22,50 Hct 38,7 45,0-67,0 AL ribummk 6,85 13,00-38,00 AT ribummk 333 100,0-400,0 Basofil 1,0 0,0-4,0 Monosit 6,0 3,0-16,0 Eosinofil 1,2 0,0-3,0 Suhu o C Berkisar antara 36,2-37,7 Nadi kalimenit Berkisar antara 124-130 Nafas kalimenit Berkisar antara 20-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 75 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 oral; Lacto B ® 2x1 oral; kotrimoksazol 2x12cth oral; dan infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. Rekomendasi Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. DRP yang sama terjadi pada kasus 2, 4, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 18, 19, 23, 24, 27 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXV. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 16 Subyektif An. OS, nomor RM 01903004, berat badan 8,7 kg; umur 11 bulan 9 hari dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, badan lemas. Diagnosis utama : gastroenteritis akut GEA dengan dehidrasi Obyektif Tanggal periksa Parameter 16072007 Nilai normal Hb gr 12,90 12,00-18,00 Hct 40,5 36,0-49,0 AL ribummk 7,11 4,10-13,00 AT ribummk 315,0 140,0-440,0 Basofil 6,0 0,0-0,1 Monosit 10,5 0,0-9,0 Eosinofil 5,5 0,0-8,0 Suhu o C Berkisar antara 36,4-37,4 Nadi kalimenit Berkisar antara 112-128 Nafas kalimenit Berkisar antara 20-22 Hasil pemeriksaan kultur: 190707 Biakan: Cedecea netteri Antibiotika yang sensitif: kloramfenikol, streptomisin, asam nalidiksat, tetrasiklin, amikasin, sefepim, meropenem, dan sulperason Antibiotika yang resisten: kotrimoksazol, ampisilin, gentamisin, penisillin G, eritromisin, kanamisin, sefotiam, seftriakson, cefoperazon, dan ofloksasin. Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 100 mg + fenobarbital 10 mg 3x1 oral; kotrimoksazol 2x12 cth oral; Lacto B ® 2x1 oral; KCl 3x125 mg oral; Glostrum ® 2x1cth oral; Rhinofed ® 3x12 cth oral; mikonazol oles mulut; infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital dan Rhinofed ® pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi . c. Pemberian antibiotika kotrimoksazol tidak sesuai dengan hasil kultur. Kotrimoksazol termasuk antibiotika yang resisten untuk jenis bakteri Cedecea netteri , namun pada kasus ini antibiotika kotrimoksazol tepat diberikan pada pasien karena merupakan salah satu antibiotika pilihan untuk kasus GEA. Bakteri Cedecea netteri tersebut kemungkinan merupakan kontaminan di laboratorium mikrobiologi tempat pemeriksaan kultur dilakukan. Rekomendasi a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. b. Obat Rhinofed ® tidak perlu diberikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXVI. Contoh Kasus DRP Pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 25 Subyektif An. DAP, nomor RM 01903363, berat badan 19 kg; umur 4 tahun 4 bulan 15 hari dirawat di RS selama 3 hari karena keluhan panas, mencret, muntah, dan batuk Diagnosis utama : GEA dehidrasi Obyektif Tanggal periksa Nilai normal Parameter 250707 260707 270707 Hb gr 9,90 10,30 12,00-18,00 Hct 30,0 31,9 36,0 36,0-49,0 AL ribummk 5,34 4,10-13,00 AT ribummk 182,0 167,0 250,0 140,0-440,0 Basofil 0,4 0,0-0,1 Monosit 5,4 0,0-9,0 Eosinofil 0,4 0,0-8,0 Antidengue Ig G negatif negatif Antidengue Ig M negatif negatif Suhu o C Berkisar antara 36-38,5 Nadi kalimenit Berkisar antara 120-128 Nafas kalimenit 24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 oral; kotrimoksazol 2x1½ cth oral; deksametason 3x0,5cc inj; infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. c. Pemberian obat parasetamol dan antibiotika kotrimoksazol tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis parasetamol seharusnya 10-15 mgkgBB, yaitu 190-285 mg; sedangkan dosis kotrimoksazol seharusnya 8-12 mgkgBBhari, yaitu 152-228 mghari. Pasien mendapat dosis parasetamol 150 mg, sedangkan dosis kotrimoksazol 120 mghari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah. Rekomendasi a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. b. Menaikkan dosis obat parasetamol menjadi 190-285 mg dan antibiotika kotrimoksazol menjadi 152-228 mg. DRP juga terjadi pada kasus 3, 15, 28, 29, 31, 32 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXVII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 26 Subyektif An. JA, nomor RM 01903349, berat badan 9 kg; umur 1 tahun 0 bulan 22 hari dirawat di RS selama 5 hari karena keluhan muntah dan diare. Diagnosis utama : diare cair akut Obyektif Tanggal periksa Parameter 260707 Nilai normal Hb gr 12,80 12,00-18,00 Hct 41,1 36,0-49,0 AL ribummk 8,12 4,10-13,00 AT ribummk 386,0 140,0-440,0 Basofil 0,5 0,0-0,1 Monosit 13,4 0,0-9,0 Eosinofil 0,0 0,0-8,0 Suhu o C Berkisar antara 36,4-37 Nadi kalimenit Berkisar antara 118-124 Nafas kalimenit Berkisar antara 20-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan parasetamol 150 mg + fenobarbital 15 mg 3x1 oral; Lacto B ® 2x1 oral; domperidon 3x1 cth oral; infus KAEN 3B Penilaian a. Jenis racikan parasetamol dan fenobarbital menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 4. Fenobarbital akan meningkatkan sifat hepatotoksik parasetamol. Efek terapi parasetamol juga akan berkurang dengan adanya fenobarbital. DRP yang terjadi bersifat potensial, yaitu: interaksi obat. b. Pemberian obat fenobarbital tidak tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi. c. Dosis parasetamol terlalu tinggi, seharusnya dosis yang diberikan 10-15 mgkgBB, yaitu 90-135 mg. Pada kasus mendapat dosis 150 mg. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu tinggi. Rekomendasi a. Fenobarbital tidak perlu diberikan, cukup digunakan parasetamol saja. b. Dosis parasetamol diturunkan menjadi 90-135 mg. DRP yang sama terjadi pada kasus 6 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXVIII. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 17 Subyektif An. RF, nomor RM 00406568, berat badan 6,4 kg; umur 2 bulan 23 hari dirawat di RS selama 6 hari karena keluhan mencret. Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi Obyektif Tanggal periksa Parameter 18072007 Nilai normal Hb gr 10,20 14,50-22,50 Hct 31,4 45,0-67,0 AL ribummk 8,03 13,00-38,00 AT ribummk 310,0 100,0-400,0 Basofil 0,4 0,0-4,0 Monosit 7,5 3,0-16,0 Eosinofil 1,7 0,0-3,0 Suhu o C Berkisar antara 36,8-37,2 Nadi kalimenit Berkisar antara 120-128 Nafas kalimenit Berkisar antara 20-24 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan metronidazol + kotrimoksazol 3x1 oral; Tanalbin ® 3x1 oral; kanamisin 3x75 mg oral; amikasin 2x50 mg inj; infus KAEN 3A Penilaian Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral seharusnya 50 mgkgBBhari, yaitu 320 mghari. Pasien mendapat dosis kanamisin 225 mghari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah. Rekomendasi Menaikkan dosis kanamisin menjadi 320 mghari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tabel XXIX. Contoh Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna Periode Juli 2007 Kasus 20 Subyektif An. GL, nomor RM 00806464, berat badan 9,8 kg; umur 1 tahun 2 bulan 18 hari dirawat di RS selama 4 hari karena keluhan mencret, muntah dan panas. Diagnosis utama : diare akut-dehidrasi Obyektif Tanggal periksa Parameter 21072007 Nilai normal Hb gr 12,70 12,00-18,,00 Hct 39,9 36,0-49,0 AL ribummk 10,96 4,10-13,00 AT ribummk 20,30 140,0-440,0 Basofil 2,3 0,0-0,1 Monosit 13,0 0,0-9,0 Eosinofil 0,3 0,0-8,0 Suhu o C Berkisar antara 36,2-37 Nadi kalimenit Berkisar antara 120-124 Nafas kalimenit Berkisar antara 20-28 Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat racikan kanamisin 100 mg + Tanalbin ® 150 mg 3x1 oral; Lacto B ® 2x1 oral; domperidon 2x1cth oral; KCl 2x10cc mg dalam infus; klorpromasin 5 mg inj; amikasin 2x75 mg inj; infus KAEN 3A Penilaian a. Pemberian antibiotika kanamisin tidak tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan pada pasien. Dosis kanamisin secara per oral seharusnya 50 mgkgBBhari, yaitu 490 mghari. Pasien mendapat dosis kanamisin 300 mghari. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: dosis terlalu rendah . b. Pemberian obat klorpromasin pada pasien kurang tepat karena kondisi pasien tidak membutuhkan obat tersebut. DRP yang terjadi bersifat aktual, yaitu: obat tanpa indikasi . Rekomendasi a. Menaikkan dosis kanamisin menjadi 490 mghari. b. Obat klorpromasin tidak perlu diberikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Jumlah DRP pada Kasus Pediatri dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna 31 24 11 2 obat tanpa indikasi interaksi obat dosis terlalu rendah dosis terlalu tinggi Gambar 3. Jumlah Kasus DRP pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 dengan Diagnosis Utama Gangguan Sistem Saluran Cerna

2. Dampak terapi

Dokumen yang terkait

Evaluasi penghitungan pajak pertambahan nilai Instalasi Farmasi studi kasus di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

3 84 126

Evaluasi penggunaan antibiotika pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut kelompok pediatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-September 2013.

2 8 90

Efektivitas pengendalian internal sistem penggajian (studi kasus di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta)

7 98 151

Evaluasi medication error resep racikan pasien pediatrik di farmasi rawat jalan rumah sakit Bethesda pada bulan Juli tahun 2007 : tinjauan fase dispensing.

0 1 128

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran nafas.

0 4 139

Evaluasi penentuan tarif kamar anak : studi kasus pada Rumah Sakit Bethesda - USD Repository

0 0 67

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran nafas - USD Repository

0 0 137

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran cerna - USD Repository

0 0 96

Evaluasi medication error resep racikan pasien pediatrik di farmasi rawat jalan rumah sakit Bethesda pada bulan Juli tahun 2007 : tinjauan fase dispensing - USD Repository

0 0 126

Evaluasi komposisi, indikasi, dosis, dan interaksi obat resep racikan untuk pasien pediatri Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007 - USD Repository

0 0 148