Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran cerna.

(1)

Pasien pediatri merupakan kelompok pasien yang rentan terhadap terjadinya adverse drug reaction (ADR). Kelompok pasien pediatri sulit menerima bentuk sediaan obat padat sehingga harus digerus atau diracik. Proses peracikan dapat mengakibatkan perubahan sifat dan terjadinya interaksi obat. Gangguan sistem saluran cerna merupakan kasus yang banyak terjadi di bangsal anak RS Bethesda Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang penggunaan resep racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien, mengetahui profil kasus meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama, mengetahui pola peresepan racikan dan non racikan, serta mengetahui kerasionalan dan dampak terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.

Seluruh kasus yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Kasus terbanyak berumur 1 bulan-2 tahun (50,5%), jenis kelamin terbanyak laki-laki (59,6%), jumlah racikan terbanyak yang diterima sebanyak satu jenis racikan (54,4%). Golongan obat non racikan yang digunakan antara lain obat antiinfeksi, kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran cerna, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan sistem saraf pusat, serta nutrisi dan darah.

Jumlah kasus gangguan saluran cerna sebanyak 32 kasus. Jenis drug related problem yang terjadi, yaitu: interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Kasus terbanyak menjalani rawat inap selama 3-5 hari. Sebagian besar kasus pulang dengan kondisi klinis yang membaik.

Kata kunci : pasien pediatri, resep racikan, saluran cerna, DRP


(2)

ABSTRACT

Pediatric patient are a group of patient who is susceptible toward adverse drug reaction (ADR). Group of pediatric patient have difficulty to accept a kind of solid dosage form then it must be grind or compound. The process of compound can cause characteristic change and drug interaction. Gastrointestinal system disorder is a case that often happens at pediatric ward Bethesda Hospital Yogyakarta.

The objective of this study is to identify the medical doctors, pharmacists, nurses, and patient parents background for the using of compound prescription, to identify the case profiles such as age, gender, and main diagnosis, to identify the prescription pattern of compound and non compound prescription, and to identify the rationally and the effect of therapy on pediatric cases in pediatric ward of Bethesda Hospital Yogyakarta that receive compound prescription on July 2007 period (case studies of gastrointestinal system disorder). This research includes the kind of non experimental research plan descriptive evaluative research which have prospective characteristic.

All case which accepts compound prescription is 99 cases. The most frequency case between 1 month-2 year (50.5%), the most gender is male (59.6%), the amount of most prescription accepted as many as one prescription type (54.4%). Group of non prescription medicine that utilize are anti infection, corticosteroid, antihistamine, analgesic, gastrointestinal system disorder medicine, respiratory disorder medicine, central nervous system disorder medicine, also nutrition and blood medicine.

The total of gastrointestinal system disorder case is 32 cases. The type of drug related problem that happen which is drug interaction 24 cases, unnecessary drug therapy 31 cases, dosage too high 2 case, and dosage too low 11 cases. The most cases undergo stay overnight treatment for 3-5 days. Mostly, the cases return home with good clinical condition.

Key word: pediatric patient, compound prescription, gastrointestinal, DRP

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA YANG MENERIMA RESEP RACIKAN PERIODE JULI 2007

(Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Amanda Marselin NIM : 048114022

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008


(4)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup”

(Yohanes 14 : 6)

Kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, perlindungan dan kasih sayang-Nya

Kedua orang tuaku atas semua kasih sayang, doa, perjuangan, dan pengorbanannya

Almamaterku

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(7)

(8)

Prakata

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna)” ini dengan baik.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Bethesda.

2. Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi.

3. Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. yang telah bersedia menjadi dosen penguji serta memberikan saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini.

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(9)

penguji serta memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan data untuk penelitian ini.

6. Ibu Wiwin beserta semua perawat yang bertugas di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta atas bantuan selama proses pengambilan data penelitian ini.

7. Kepala dan staf Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta atas bantuan yang diberikan selama penulis melakukan pengambilan data penelitian.

8. Ayahanda Benny Heimbach dan Ibunda Cecilia Linggawati yang telah membesarkan dan mendidik penulis, selalu memberikan kasih sayang, perhatian, pengorbanan serta doa yang tulus sepanjang hidup penulis.

9. Adikku tersayang Rinaldo yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. 10.Mas Agus yang dengan setia menemani penulis, selalu memberikan doa dan

dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.

11.Wiwid, Octav, Pipit, Reni, Made, Rina, Atin, Retry, atas persahabatan, kekompakan dan dukungannya selama ini.

12.Novi atas kebersamaan, bantuan, dan semangat selama menjalani kuliah dan penyusunan skripsi ini. Kita memang selalu senasib.

13.Wida, Sisca, Anna, Rissa, Nur, Henny, Bosco, Limdra, Rosa, Sisil dan semua teman-teman kelas FKK 2004 atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. 14.Tata dan Erline atas kerjasama, dukungan dan semangat kepada penulis

selama proses penyusunan skripsi ini.


(10)

15.Mbak Dhian, Mas Yoyok, Mas Rinto, Mas Andri, Amrih, Galuh, Desta, Meta, Angger, Mbak Dita, Clara, Mas Dita, semua teman-teman Mudika Gonzaga yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Mas Badrun terima kasih terjemahannya.

16.Mbak Etty, Mbak Anis, dan Elina atas dukungan dan doa kepada penulis. Mbak Etty terima kasih jawaban tugasnya.

17.Mbak Tatik yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis. 18.Kak Rosa yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Terima

kasih pinjaman bukunya.

19.Mbak Isye, Mas Ardi, dan si kecil Grace yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk penulis.

20.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Keterbatasan pikiran, waktu, dan tenaga membuat penulisan skripsi ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 29 Januari 2008

Penulis

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(11)

(12)

INTISARI

Pasien pediatri merupakan kelompok pasien yang rentan terhadap terjadinya adverse drug reaction (ADR). Kelompok pasien pediatri sulit menerima bentuk sediaan obat padat sehingga harus digerus atau diracik. Proses peracikan dapat mengakibatkan perubahan sifat dan terjadinya interaksi obat. Gangguan sistem saluran cerna merupakan kasus yang banyak terjadi di bangsal anak RS Bethesda Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang penggunaan resep racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien, mengetahui profil kasus meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama, mengetahui pola peresepan racikan dan non racikan, serta mengetahui kerasionalan dan dampak terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna). Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.

Seluruh kasus yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Kasus terbanyak berumur 1 bulan-2 tahun (50,5%), jenis kelamin terbanyak laki-laki (59,6%), jumlah racikan terbanyak yang diterima sebanyak satu jenis racikan (54,4%). Golongan obat non racikan yang digunakan antara lain obat antiinfeksi, kortikosteroid, antihistamin, analgesik, obat gangguan saluran cerna, obat gangguan saluran nafas, obat gangguan sistem saraf pusat, serta nutrisi dan darah.

Jumlah kasus gangguan saluran cerna sebanyak 32 kasus. Jenis drug related problem yang terjadi, yaitu: interaksi obat sebanyak 24 kasus, obat tanpa indikasi 31 kasus, dosis terlalu tinggi sebanyak 2 kasus, dan dosis terlalu rendah sebanyak 11 kasus. Kasus terbanyak menjalani rawat inap selama 3-5 hari. Sebagian besar kasus pulang dengan kondisi klinis yang membaik.

Kata kunci : pasien pediatri, resep racikan, saluran cerna, DRP

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(13)

Pediatric patient are a group of patient who is susceptible toward adverse drug reaction (ADR). Group of pediatric patient have difficulty to accept a kind of solid dosage form then it must be grind or compound. The process of compound can cause characteristic change and drug interaction. Gastrointestinal system disorder is a case that often happens at pediatric ward Bethesda Hospital Yogyakarta.

The objective of this study is to identify the medical doctors, pharmacists, nurses, and patient parents background for the using of compound prescription, to identify the case profiles such as age, gender, and main diagnosis, to identify the prescription pattern of compound and non compound prescription, and to identify the rationally and the effect of therapy on pediatric cases in pediatric ward of Bethesda Hospital Yogyakarta that receive compound prescription on July 2007 period (case studies of gastrointestinal system disorder). This research includes the kind of non experimental research plan descriptive evaluative research which have prospective characteristic.

All case which accepts compound prescription is 99 cases. The most frequency case between 1 month-2 year (50.5%), the most gender is male (59.6%), the amount of most prescription accepted as many as one prescription type (54.4%). Group of non prescription medicine that utilize are anti infection, corticosteroid, antihistamine, analgesic, gastrointestinal system disorder medicine, respiratory disorder medicine, central nervous system disorder medicine, also nutrition and blood medicine.

The total of gastrointestinal system disorder case is 32 cases. The type of drug related problem that happen which is drug interaction 24 cases, unnecessary drug therapy 31 cases, dosage too high 2 case, and dosage too low 11 cases. The most cases undergo stay overnight treatment for 3-5 days. Mostly, the cases return home with good clinical condition.

Key word: pediatric patient, compound prescription, gastrointestinal, DRP


(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... ... 4

3. Manfaat penelitian... 4

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Peresepan Kelompok Anak ... 6

B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna ... 8

C. Drug Related Problems (DRPs) ... 9

1. Definisi dan jenis ... 9

2. Interaksi obat... 11

D. Diare Akut... 12

1. Definisi... 12

2. Epidemiologi ... 12

3. Etiologi... 12

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(15)

5. Manifestasi klinik... 14

6. Langkah pencegahan ... 15

E. Diare Disentri ... 15

1. Definisi... 15

2. Epidemiologi ... 16

3. Etiologi... 16

4. Patofisiologi ... 16

5. Manifestasi klinik... 17

F. Penatalaksanaan Terapi... 17

1. Tujuan terapi ... 17

2. Sasaran terapi ... 17

3. Terapi ... 18

G. Keterangan Empiris... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

B. Definisi Operasional ... 20

C. Subyek Penelitian... 23

D. Bahan Penelitian... 23

E. Lokasi Penelitian... 23

F. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Tahap orientasi ... 24

2. Tahap pengambilan data ... 24

3. Tahap penyelesaian data ... 25

G. Tata Cara Analisis Hasil... 25

H. Kesulitan penelitian... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan... 28

1. Dokter... 28

2. Apoteker... 29

3. Perawat... 30


(16)

4. Orang tua pasien... 31

B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan ... 31

1. Berdasarkan kelompok umur ... 32

2. Berdasarkan jenis kelamin ... 33

3. Berdasarkan diagnosis utama ... 33

C. Pola Peresepan Kasus yang Menerima Resep Racikan... 35

1. Jenis resep racikan ... 35

2. Kelas terapi obat non racikan... 38

a) Antiinfeksi... 38

b) Kortikosteroid ... 39

c) Antihistamin... 40

d) Analgesik ... 40

e) Obat gangguan saluran nafas ... 41

f) Obat gangguan saluran cerna ... 42

g) Obat gangguan sistem saraf pusat ... 42

h) Obat nutrisi dan darah ... 43

D. Drug Related Problem (DRP) dan Dampak Terapi ... 44

1. Drug related problem (DRP) ... 44

2. Dampak terapi ... 57

E. Rangkuman pembahasan... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61

B. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN... 65

BIOGRAFI... 106

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(17)

Tabel I Penyebab-penyebab drug related problems (DRPs)... 10 Tabel II Tingkat signifikansi interaksi obat ... 11 Tabel III Terapi cairan untuk pengobatan dehidrasi ... 18 Tabel IV Pengelompokkan umur kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 32 Tabel V Pengelompokkan jenis kelamin kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 33 Tabel VI Pengelompokkan diagnosis utama kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 34 Tabel VII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima satu jenis racikan periode Juli 2007 ... 35 Tabel VIII Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima dua jenis racikan periode Juli 2007 ... 36 Tabel IX Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima tiga jenis racikan periode Juli 2007... 37 Tabel X Jenis resep racikan yang digunakan pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima empat jenis racikan periode Juli 2007 ... 38 Tabel XI Golongan dan jenis obat antiinfeksi pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 39 Tabel XII Golongan dan jenis obat kortikosteroid pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 40


(18)

Tabel XIII Golongan dan jenis obat antihistamin pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 40 Tabel XIV Golongan dan jenis obat analgesik pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 41 Tabel XV Golongan dan jenis obat gangguan saluran nafas

pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 41 Tabel XVI Golongan dan jenis obat gangguan saluran cerna

pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 42 Tabel XVII Golongan dan jenis obat gangguan sistem saraf pusat

pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda

Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 43 Tabel XVIII Golongan dan jenis obat nutrisi dan darah pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 43 Tabel XIX Kelompok kasus DRP dosis terlalu rendah pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 45 Tabel XX Kelompok kasus DRP obat tanpa indikasi pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 46 Tabel XXI Kelompok kasus DRP interaksi obat pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 48

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(19)

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 49 Tabel XXIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 50 Tabel XXIV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 51 Tabel XXV Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 52 Tabel XXVI Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli2007 ... 53 Tabel XXVII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 54 Tabel XXVIII Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 55


(20)

Tabel XXIX Contoh kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 56 Tabel XXX Kondisi keluar pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan dengan diagnosis utama

gangguan sistem saluran cerna periode Juli 2007 ... 57

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(21)

Gambar 1 Anatomi saluran cerna... 8 Gambar 2 Persentase jenis resep racikan kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 37 Gambar 3 Jumlah kasus DRP pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007

dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ... 57 Gambar 4 Lama rawat inap kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007

dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna ... 58


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data rekam medis kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima

resep racikan periode Juli 2007... 65 Lampiran 2 Rangkuman hasil wawancara dengan Apoteker Rawat Inap

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta... 97 Lampiran 3 Rangkuman hasil wawancara dengan Orang Tua Pasien

Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta

yang menerima resep racikan periode Juli 2007 ... 98 Lampiran 4 Rangkuman hasil wawancara dengan Perawat yang bertugas

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ... 100 Lampiran 5 Rangkuman hasil wawancara dengan Dokter yang bertugas

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ... 101 Lampiran 6 Daftar nama obat yang digunakan pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima

resep racikan periode Juli 2007... 102 Lampiran 7 Pemeriksaan feses rutin pada kasus pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima

resep racikan periode Juli 2007... 104 Lampiran 8 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri

di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima

Resep Racikan Periode Juli 2007... 105

xx

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(23)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasien pediatri adalah salah satu kelompok populasi yang rentan terhadap adverse drug reaction (ADR). Suatu penelitian di beberapa rumah sakit di USA menunjukkan sejumlah pasien pediatri harus menjalani rawat inap karena ADR penggunaan obat meskipun persentasenya tidak sebesar kejadian pada orang tua (Mitchell, Lacouture, Sheehan, Kaufman, dan Shapiro, 1988). Penelitian lain menyebutkan efek samping akibat penggunaan obat pada anak di bawah 2 tahun menimbulkan tingkat kematian yang cukup besar (Moore, Weiss, Kaplan, dan Blaidel, 2002).

Pada pasien pediatri umumnya sulit menerima bentuk sediaan obat padat sehingga bentuk sediaan obat padat tersebut baik dalam sediaan tunggal maupun campuran digerus menjadi bentuk serbuk (puyer). Sebagian besar obat hasil racikan yang digunakan di rumah sakit di Indonesia tidak dilakukan pengujian baik kualitatif maupun kuantitatif, sehingga belum ada jaminan keamanan dan khasiat penggunaannya. Dari sisi farmasetik obat jadi merupakan produk akhir yang berarti tidak layak untuk direformulasikan kembali terlebih bila dicampur dengan obat jadi lainnya.

Dalam proses peracikan juga dapat terjadi interaksi obat yang mengakibatkan perubahan sifat fisika, kimia dan klinis dari obat tersebut. Perubahan sifat fisika yang dapat terjadi ialah stabilitas sediaan, sedangkan untuk


(24)

2

mengetahui perubahan sifat kimia dapat dilakukan dengan pengujian kadar zat aktif dalam sediaan racikan tersebut. Selain itu, juga muncul masalah dalam hal khasiat dan keamanan obat, misalnya timbulnya efek toksik obat, berkurangnya dosis obat, dan lainnya.

Gangguan sistem saluran cerna terutama diare merupakan salah satu penyakit yang banyak diderita oleh pasien pediatri. Di negara berkembang, diare adalah penyebab utama penyakit dan kematian pada anak-anak. Faktor yang mempengaruhi meliputi sanitasi yang buruk, nutrisi yang buruk dan banyak terjadi pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun. Kira-kira 1,3 milyar peristiwa terjadi setiap tahun dan 4 juta kematian disebabkan diare di negara-negara tersebut (Spruill dan Wade, 2005).

Pada tahun 2006, jumlah penderita diare di Indonesia mencapai 26.000 jiwa, sedangkan Oktober tahun 2007 sudah mencapai 23.000 jiwa, sebagian besar penderita diare tersebut adalah anak-anak (Anonim, 2007). Banyak pasien anak yang mengalami diare dan dirawat di rumah sakit karena keparahan diare yang dialami juga disertai dengan dehidrasi.

Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama antara Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan pihak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dalam rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit. Rumah Sakit Bethesda merupakan rumah sakit swasta tipe utama dengan akreditasi ISO 9000 versi 2001 dan merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rumah sakit ini memiliki 8 orang apoteker dan telah mulai menjalankan kegiatan farmasi klinis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(25)

Sediaan racikan juga banyak digunakan dalam pengobatan gangguan sistem saluran cerna pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta untuk beberapa indikasi sesuai kondisi pasien. Melihat fenomena tersebut muncul pertanyaan mengenai kerasionalan terapinya terkait kemungkinan terjadinya drug related problems (DRPs) dan dampak terapi yang dialami pasien, untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai evaluasi peresepan obat racikan pada pasien tersebut.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah alasan atau latar belakang pemilihan dan/atau penggunaan sediaan racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda?

b. Seperti apakah profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin, dan diagnosis utama?

c. Seperti apakah pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis obat racikan maupun non racikan?

d. Seperti apakah kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan hasil penelusuran pustaka?


(26)

4

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait dengan masalah peresepan pada anak telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan judul sebagai berikut ini:

a. Evaluasi Peresepan Obat Bagi Penderita Gastroenteritis Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih pada Tahun 1998 (Pati, 2000)

b. Pola Peresepan Diare Akut pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-Desember tahun 2002 (Lestari, 2004) c. Pola Pengobatan Penyakit Diare Akut Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember Tahun 2004 (Adesispanti, 2006)

Penelitian tersebut berbeda pada hal tujuan penelitian, waktu penelitian, dan sifat pengambilan data. Pada penelitian yang dilakukan saat ini ingin melihat dan melakukan evaluasi peresepan resep racikan yang dihubungkan dengan adanya drug related problems (DRPs) berdasarkan hasil penelusuran pustaka dengan sifat pengambilan data yang prospektif.

3. Manfaat penelitian

Manfaat teoritis penelitian ini, diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai penggunaan resep racikan pada pasien pediatri di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Manfaat praktis penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan pertimbangan dalam pemilihan terapi untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(27)

pasien pediatri, khususnya dalam penggunaan resep racikan demi meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji peresepan obat pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna).

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui alasan atau latar belakang pemilihan dan atau penggunaan sediaan racikan oleh dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

b. Mengetahui profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi umur, jenis kelamin dan diagnosis utama.

c. Mengetahui pola peresepan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi jenis racikan maupun non racikan.

d. Mengetahui kerasionalan dan dampak terapi yang diterima oleh kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang menerima resep racikan periode Juli 2007 (kajian kasus gangguan sistem saluran cerna) berdasarkan hasil penelusuran pustaka.


(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Peresepan Kelompok Anak

Menurut The British Paediatric Association (BPA), kelompok anak dibagi dalam beberapa kategori menurut perubahan biologis yang terjadi sebagai berikut: 1) neonatus adalah awal kelahiran sampai usia 1 bulan (dengan subseksi tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan), 2) bayi adalah usia 1 bulan sampai 2 tahun, 3) anak-anak adalah usia 2 tahun sampai 12 tahun, dengan subseksi bahwa anak usia di bawah 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai, 4) remaja 12 sampai 18 tahun (Prest, 2003).

Menurut Ridwan (2007), berdasarkan tumbuh kembangnya umur pada anak-anak dapat dikelompokkan menjadi:

1. masa neonatal (0-4 minggu sesudah lahir) 2. masa bayi (1 bulan-2 tahun)

3. masa pra sekolah (2-6 tahun) 4. masa sekolah (6-12 tahun) 5. masa remaja (12-18 tahun)

Kelompok anak mempunyai risiko yang cukup tinggi terhadap kejadian medication error. Beberapa faktor berkontribusi terhadap hal tersebut termasuk penentuan regimen dosis obat yang terkait dengan berat badan pasien anak, ketersediaan obat-obatan dalam bentuk sirup atau yang sesuai untuk anak,

6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(29)

hambatan komunikasi dengan pasien anak, kegagalan pemberian obat sesuai dengan aturan pakainya, fungsi fisiologi yang belum optimal terkait dengan adverse drug reaction (ADR) yang kemungkinan muncul dalam proses farmakokinetikanya seperti fungsi ginjal dan fungsi hepar (Kaushal, Jaggi, Walsh, Fortescue, dan Bates 2004).

Dosis pada anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis dewasa karena anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil. Dosis anak harus ditetapkan dengan seksama merujuk pada panduan dosis anak atau dihitung menggunakan rumus. Pemilihan bentuk sediaan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu rute pemberian yang diinginkan, usia anak, ketersediaan bentuk sediaan, pengobatan lain yang sedang dijalani dan kondisi penyakit. Rute pemberian secara oral cukup mudah dilakukan dengan bentuk sediaan cair untuk anak yang kurang dari 6 tahun. Untuk anak yang lebih besar dapat diberikan tablet. Pemberian tablet dengan menggerus harus dipertimbangkan apakah akan merusak tujuan formulasi bentuk sediaannya, misalnya, sustained release atau tablet salut tidak tepat apabila digerus untuk dibuat puyer atau racikan (Prest, 2003).

Rute pemberian pada pasien anak dapat melalui oral, rektal, inhalasi, kulit (topikal), dan intramuskular. Sebagian besar obat pada anak diberikan melalui rute pemberian oral, meskipun dapat menimbulkan muntah. Bentuk sediaan oral yang digunakan ialah tablet, kapsul, dan sirup. Sebagian besar anak yang berusia 4 tahun ke atas dapat menelan tablet yang berukuran kecil, namun sulit untuk kapsul yang berukuran besar. Tablet dapat dihancurkan menggunakan dua buah sendok dan serbuknya dicampur dengan minuman atau makanan. Tablet


(30)

8

sustained release tidak boleh dihancurkan, tetapi untuk beberapa kapsul dapat dikeluarkan isinya dan dicampur dengan cairan tanpa gula seperti tablet yang dihancurkan (Barnes, Craft, George, Milner, 1987).

B. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna

Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan mempersiapkannya untuk diasimilasi oleh tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari: mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Seluruh saluran pencernaan dibatasi oleh selaput lendir (membran mukosa). Dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat yang dapat diserap dan digunakan oleh sel-sel dalam tubuh (Pearce, 2002).

Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna (Wakefield, 2005)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(31)

Proses pencernaan dimulai dari mulut, dalam mulut makanan dikunyah untuk dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim amilase dan ptialin. Selanjutnya oleh gerakan peristaltik, makanan masuk ke lambung melalui esofagus. Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang terdiri dari asam hidroklorida dan pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pilorus membuka dan menutup secara refleks.

Makanan yang sudah setengah cair (cimus) melewati pilorus masuk ke dalam usus dua belas jari. Di dalam usus, cimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari getah pankreas dan empedu. Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan lemak dibentuk menjadi suatu emulsi cimus dengan garam kolat untuk memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus besar bagian air dalam cimus dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan melalui dubur sebagai tinja (Heaton dan Lewis, 1997).

C. Drug Related Problems (DRPs)

1. Definisi dan jenis

Drug related problems (DRPs) merupakan masalah-masalah yang tidak diinginkan yang dialami pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat sehingga dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi. Identifikasi DRPs merupakan perhatian dari penilaian dan keputusan akhir yang dibuat dalam tahap proses patient care. Diketahui ada tujuh jenis DRPs yang dapat disebabkan oleh obat yang harus dicarikan solusinya dan menjadi tanggung jawab dari pharmaceutical care (Strand, Morley, dan Cipolle, 1998).


(32)

10

Tabel I. Penyebab-penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Strand et al., 1998)

No Jenis DRPs Kemungkinan penyebab DRPs

1. Ada obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

Ada indikasi obat yang sudah tidak valid saat itu Terapi dengan dosis toksik

Penggunaan obat lebih dari satu dengan kondisi dapat menggunakan terapi tunggal

Kondisi pasien lebih baik diterapi non-farmakologi (tanpa obat) Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman

Kondisi pasien berkaitan dengan penyalahgunaan obat, alkohol, dan merokok

2. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)

Munculnya kondisi medis baru yang membutuhkan tambahan obat baru

Kondisi kronis yang membutuhkan terapi lanjutan secara terus-menerus

Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru atau terapi profilaksis

Kondisi yang membutuhkan terapi kombinasi 3. Pemilihan obat yang salah

(wrong drug)

Obat yang digunakan tidak efektif atau bukan yang paling efektif Pasien alergi atau kontraindikasi terhadap obat tersebut

Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman Kondisi yang sukar disembuhkan dengan obat tersebut Pasien mengalami infeksi diberi obat yang sudah resisten Terapi untuk mencegah timbulnya resiko atau kondisi medis yang baru

Kombinasi obat yang salah 4. Dosis terlalu rendah

(dosage too low)

Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk mendapatkan respon pada pasien

Konsentrasi obat dalam darah tidak berada pada rentang terapi yang diharapkan

Waktu pemberian obat yang tidak tepat, misalnya antibiotik profilaksis untuk operasi

Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien

5. Efek samping dan interaksi obat

(adverse drug reaction)

Obat diberikan terlalu cepat

Pasien memiliki reaksi alergi atau idiosinkrasi terhadap obat Pasien teridentifikasi memiliki resiko terhadap obat tersebut Bioavailabilitas obat diubah oleh interaksi dengan obat lain atau makanan

Efek obat diubah karena adanya induksi atau inhibisi enzim, serta pergeseran tempat ikatan

Hasil laboratorium dipengaruhi oleh adanya obat 6. Dosis terlalu tinggi

(dosage too high)

Dosis terlalu tinggi

Konsentrasi obat dalam darah di atas rentang terapi yang diharapkan

Dosis obat dinaikkan terlalu cepat

Akumulasi obat karena terapi jangka panjang

Obat, dosis, rute, frekuensi pemberian atau formulasi kurang sesuai untuk pasien

7. Kepatuhan pasien (compliance)

Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error Pasien tidak mematuhi aturan yang ditetapkan baik dengan sengaja maupun karena tidak mengerti

Pasien tidak mampu menebus obat karena masalah biaya

Jenis DRPs ada obat tanpa indikasi dan butuh obat tambahan merupakan DRPs yang berhubungan dengan indikasi. Pemilihan obat yang salah dan dosis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(33)

pemberian yang terlalu rendah berhubungan dengan masalah keefektifan. Efek samping dan interaksi obat serta dosis pemberian yang terlalu tinggi berhubungan dengan masalah keamanan, sedangkan jenis DRPs yang terakhir berhubungan dengan masalah kepatuhan pasien (Strand et al., 1998).

2. Interaksi obat

Tingkat signifikansi interaksi obat berdasarkan pustaka yang digunakan berupa angka 1 sampai 5, dengan tingkatan sebagai berikut:

Tabel II. Tingkat Signifikansi Interaksi Obat (Tatro, 2001)

Tingkat Signifikansi Keparahan Laporan

1 Berat (major) Terbukti

2 Sedang (moderate) Terbukti

3 Ringan (minor) Terbukti

4 Berat/Sedang (major/moderate) Mungkin terjadi Ringan (minor) Mungkin terjadi 5

Tidak ada Tidak mungkin terjadi

Onset terjadinya interaksi obat dapat terbagi menjadi 2, yaitu cepat dan tertunda. Cepat berarti efek akan terjadi selama 24 jam setelah pemberian obat yang berinteraksi, dibutuhkan penanganan segera untuk menghindari efek interaksi obat. Tertunda berarti efek akan terjadi setelah pemberian obat yang berinteraksi selama beberapa hari atau minggu (Tatro, 2001).

Potensi keparahan interaksi obat penting untuk menilai resiko dan manfaat alternatif terapi, dengan modifikasi dosis dan waktu pemberian obat dapat mengatasi terjadinya efek interaksi obat. Ada 3 tingkat keparahan, yaitu berat (major), sedang (moderate), dan ringan (minor). Tingkat keparahan berat kemungkinan berpotensi menimbulkan kerusakan organ yang permanen. Efek dari tingkat keparahan sedang tergantung dari kondisi klinis pasien, dapat berupa butuh terapi tambahan, rawat inap di rumah sakit, maupun semakin lamanya


(34)

12

pasien menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tingkat keparahan ringan efek yang ditimbulkan tidak diketahui dan tidak mempengaruhi tujuan terapi secara signifikan, biasanya juga tidak membutuhkan terapi tambahan (Tatro, 2001).

D. Diare Akut 1. Definisi

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah karena infeksi rotavirus. Diare menyebabkan gangguan gizi dan kematian (Soenarto et. al., 2004).

2. Epidemiologi

Diare akut merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah umum di berbagai negara. Tingkat kematian karena diare pada usia anak masih sangat tinggi, mencapai 5 juta balita per tahun di dunia. Sebanyak 80% di antara kematian tersebut, terjadi sebelum menginjak usia 2 tahun. Diare yang disebabkan virus lebih banyak terjadi dibandingkan diare akibat bakteri. Salah satu virus penyebab diare, yaitu rotavirus yang sebagian besar dialami bayi usia 6-24 bulan (Anonim, 2007).

3. Etiologi

Diare akut dapat disebabkan oleh beberapa agen penginfeksi seperti virus, bakteri, dan parasit (Entamoeba histolytica). Penyebab terbanyak pada kasus diare ialah rotavirus. Jenis bakteri yang dapat menyebabkan diare akut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(35)

antara lain Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Clostridium perfingens, Staphylococcus, dan beberapa jenis bakteri lainnya (Anonim, 1997).

4. Patofisiologi

Diare akut infeksi dapat diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Pada pemeriksaan feses rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Diare non inflamasi disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit (Zein, Sagala, dan Ginting, 2004).

Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium (Zein et al., 2004).

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transpor elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non osmotik. Beberapa hormon


(36)

14

intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik (Zein et al., 2004).

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus (Zein et al., 2004).

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Zein et al., 2004).

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus (Zein et al., 2004).

5. Manifestasi klinik

Diare dapat disertai dengan kejang, nyeri perut, kembung, dan mual. Selain itu, tergantung dari penyebabnya, penderita juga dapat mengalami demam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(37)

atau tinja yang berdarah. Anak-anak harus dibawa ke dokter bila menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut: tinja mengandung nanah dan darah atau tinja berwarna hitam, suhu badan di atas 38°C, setelah 24 jam tidak ada perbaikan, dan menunjukkan tanda-tanda dehidrasi (Anonim, 2004).

Gejala umum dehidrasi antara lain: haus, frekuensi buang air kecil menurun, kulit kering, fatigue, urin berwarna gelap. Gejala dehidrasi pada anak-anak di antaranya, lidah dan mulut kering, jika menangis tidak mengeluarkan air mata, popok yang digunakan tidak basah selama 3 jam atau lebih, perut, mata dan pipi cekung, demam tinggi, lesu atau mudah marah, kulit tidak kembali rata jika ditekan dan kemudian dilepaskan (Anonim, 2004).

6. Langkah pencegahan

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004), yang termasuk langkah pencegahan antara lain mengajarkan pola makan yang benar, mengandung cukup serat, pemberian cairan yang cukup, dan melatih berdefekasi yang benar. Toilet training mulai diajarkan sejak usia 1 tahun dan dikatakan gagal apabila pada usia 3 tahun anak belum dapat buang air besar dengan benar.

E. Diare Disentri 1. Definisi

Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di usus yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, mencret, serta tinja mengandung darah dan lendir (Simanjuntak, 1991).


(38)

16

Angka kejadian disentri sangat bervariasi di beberapa negara. Di Bangladesh dilaporkan selama sepuluh tahun (1974–1984) angka kejadian disentri berkisar antara 19,3-42%. Di Indonesia dilaporkan dari hasil survei evaluasi tahun 1989–1990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar 15%. Proporsi penderita diare dengan disentri di Indonesia dilaporkan berkisar antara 5-15 % (Anonim, 2000).

3. Etiologi

Penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonela, Compylobacter jejui, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat ummunya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella, dan EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli). Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan kondisi lingkungan perorangan yang buruk (Anonim, 2000).

4. Patofisiologi

Shigella menghasilkan sekelompok eksotoksin yang dinamakan shigatoksin (ST) kelompok toksin ini mempunyai 3 efek: neurotoksik, sitotoksik, dan enterotoksik. Beberapa bakteri enterik lain menghasilkan toksin dengan efek yang sama, dinamakan shiga like toksin (sit). Toksin ini mempunyai dua unit, yaitu unit fungsional, yang menimbulkan kerusakan, dan unit pengikat yang menentukan afinitas toksin terhadap reseptor tertentu. Perbedaan unit inilah yang menetapkan bentuk komplikasi yang terjadi. Infeksi Shigella dysentery dan flexneri telah dibuktikan menurunkan imunitas, antara lain disebabkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(39)

peningkatan aktifitas sel T suppressor dan penekanan kemampuan fagositosis makrofag (Anonim, 2000).

5. Manifestasi klinik

Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair, kemudian pada hari kedua atau ketiga akan muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, kemudian akan mengalami sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah. Pada saat tenesmus terjadi, biasanya pada sebagian besar penderita akan mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin feses hanya berupa darah dan lendir. Disentri dapat menimbulkan dehidrasi, dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare akut. Komplikasi disentri dapat terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik (Anonim, 2000).

F. Penatalaksanaan Terapi 1. Tujuan terapi

a. meringankan gejala b. mengobati penyebab diare

c. menangani gangguan sekunder yang dapat menyebabkan diare 2. Sasaran terapi

a. gejala

b. penyebab diare


(40)

18

Menurut Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda (1997), dasar pengobatan diare terdiri dari:

1) pemberian cairan, baik untuk pencegahan dehidrasi maupun untuk pengobatan dehidrasi

2) pemberian makanan (refeeding) yang adekuat secepat mungkin

3) pemberian obat-obatan berupa antibiotika sesuai dengan penyebabnya. Obat-obat antispasmodik (HCl papaverin, loperamid, ekstrak beladona, dan lain-lain) dapat digunakan untuk pengobatan gejala yang dialami. Penggunaan obat pengeras tinja serta karbon adsorbent (norit, kaolin, pektin, dan lainnya) tidak dibenarkan untuk diberikan.

Pemberian terapi cairan dan elektrolit untuk pengobatan dehidrasi dapar dilihat pada tabel III.

Tabel III. Terapi Cairan untuk Pengobatan Dehidrasi (Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, 1997)

Derajat dehidrasi

Umur Jenis cairan Dosis (ml/kg BB) Lama pemberian

(jam) Ringan Semua umur Oralit per os 50 4 Sedang Semua umur Oralit per os 100 4

Ringer Laktat intra vena

30 (10-12 tetes/kgBB/menit)

1 kemudian

Ringer Laktat intra vena

10 (3-10 tetes/kgBB/menit) 7 kemudian

Bayi (0-1 tahun), Anak <2 tahun

Oralit per os ad libitum atau ± 125 ml/kgBB/hari

16 Ringer Laktat

intra vena

100 4 kemudian

Berat

Anak >2 tahun

Oralit per os 100 ml/kgBB/hari 20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(41)

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004), terapi yang direkomendasikan untuk pengobatan diare sebagai berikut:

1) tidak boleh diberikan obat antidiare

2) antibiotik sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Pilihan antibiotik yang dapat diberikan adalah kotrimoksazol, amoksisilin, dan atau sesuai hasil uji sensitivitas

3) antiparasit yang dapat diberikan ialah metronidazol

G. Keterangan Empiris

Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan resep racikan pada terapi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif. Penelitian non eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2007).

Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena data yang diperoleh dari lembar catatan medik kemudian dievaluasi berdasarkan studi pustaka, dan dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Penelitian ini bersifat prospektif karena data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan mengamati keadaan kasus selama mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan melihat lembar catatan mediknya.

B. Definisi Operasional

1. Kasus adalah kasus pada pasien pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dan mendapatkan resep racikan pada periode Juli 2007.

20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(43)

2. Lembar catatan medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat, diagnosis, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat, hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume kasus pediatri yang menerima resep racikan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007.

3. Resep racikan adalah resep dengan komposisi campuran dua obat atau lebih yang disiapkan/diproduksi/diracik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda. 4. Alasan pemilihan dan atau penggunaan resep racikan dideskripsikan

berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bertugas di Klinik Anak, apoteker rawat inap, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007.

5. Jenis obat yang dikaji peresepannya dalam penelitian ini ialah jenis racikan dan jenis non racikan dengan menggunakan nama generik serta nama dagang untuk obat kombinasi.

6. Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat racikan yang meliputi jenis racikan, maupun obat non racikan, yang meliputi kelas terapi, penggolongan obat, dan jenis obat pada kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007.

7. Evaluasi kerasionalan terapi yang dilihat dalam penelitian ini adalah kesesuaian terapi yang diberikan dan kemungkinan terjadinya drug related


(44)

22

problem (DRP) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna berdasarkan standar terapi dan hasil penelusuran pustaka.

8. Jenis DRP yang dapat diamati dalam penelitian ini, yaitu interaksi obat, terjadi efek samping, obat tanpa indikasi, butuh obat tambahan, salah obat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, sedangkan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat tidak dapat diamati.

9. Standar terapi yang digunakan ialah Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda dan Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

10.Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006).

11.Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat dalam satu jenis racikan maupun interaksi antara obat racikan dan obat non racikan berdasarkan sumber referensi Drug Interaction Fact (Tatro, 2001). 12.Penggolongan obat berdasarkan golongan obat yang ada pada sumber

referensi British National Formulary 52 (Anonim, 2006).

13.Dampak terapi pada penelitian ini dievaluasi berdasarkan lama perawatan di bangsal dan kondisi saat keluar dari rumah sakit (mengalami kesembuhan, efek samping, terjadi komplikasi, bertambah parah atau meninggal) pada kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna.

14.Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan selama satu bulan pada periode Juli 2007 yang dimulai dari tanggal 4 Juli sampai dengan 4 Agustus 2007.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(45)

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dan menerima resep racikan periode Juli 2007. Pada kajian kerasionalan terapi subyek penelitian dibatasi hanya kasus dengan diagnosis utama gangguan sistem saluran cerna. Berdasarkan data yang didapatkan, jumlah subyek penelitian untuk permasalahan latar belakang pemilihan dan atau penggunaan resep racikan, profil kasus, dan pola peresepan sebanyak 99 kasus. Pada permasalahan kerasionalan dan dampak terapi jumlah subyek penelitian sebanyak 32 kasus.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medik kasus pediatri yang menerima resep racikan dan dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007 yang ditulis oleh dokter, perawat, dan apoteker mengenai data klinis pasien. Hasil wawancara dengan dokter, apoteker, perawat, dan orang tua pasien digunakan untuk membantu menggambarkan latar belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian Evaluasi Peresepan Kasus Pediatri di Bangsal Anak yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007 (Kajian Kasus Gangguan Sistem Saluran Cerna) dilakukan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.


(46)

24

F. Tata Cara Penelitian

Ada tiga tahapan yang dijalani dalam penelitian ini, yaitu tahap orientasi, tahap pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap orientasi

Pada tahap ini penelitian dimulai dengan mencari informasi mengenai penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Tujuan tahap ini juga untuk mencari teknis pengambilan data yang sesuai agar tidak mengganggu aktivitas yang ada di bangsal anak tersebut. Orientasi dilakukan selama satu minggu.

2. Tahap pengambilan data a. Pengumpulan data

Pada proses ini, subyek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria inklusi secara prospektif selama periode waktu satu bulan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengikuti perkembangan kasus melalui lembar catatan medis kasus. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, tanda vital, riwayat pengobatan, riwayat penyakit, anamnesis, diagnosis, obat yang diberikan, dan data laboratorium serta keterangan kesembuhan kasus.

b. Tahap wawancara

Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter yang bertugas di Klinik Anak, perawat di Bangsal Anak, dan orang tua pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data penunjang untuk membantu mendeskripsikan latar belakang penggunaan dan pemilihan resep racikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(47)

3. Tahap penyelesaian data a. Pengolahan data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa keterangan, yaitu tabel tentang golongan obat, dosis serta cara pemakaian, tanggal pemberian obat, data laboratorium, tanda vital, serta jenis obat yang diberikan kepada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan. Data tersebut digunakan untuk identifikasi drug related problem (DRP) yang mungkin terjadi.

b. Evaluasi data

Penggolongan jenis obat non racikan yang digunakan pada kasus berdasarkan referensi dari British National Formulary 52 (2006). Evaluasi penggunaan resep racikan pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda dilakukan dengan mengidentifikasi kasus DRP (drug related problem) yang terjadi berdasarkan pembanding standar yang bersumber dari Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit Bethesda, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Drug Information Handbook (Lacy et.al., 2006), dan Drug Interaction Fact (Tatro, 2001). Evaluasi dilakukan secara kasus per kasus.

G. Tata Cara Analisis Hasil

Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar:

a. Persentase umur kasus dikelompokkan menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak masa pra sekolah (>2 tahun-≤ 6 tahun), anak masa sekolah (>6 tahun-≤12


(48)

26

tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun), dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok umur dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

b. Persentase jenis kelamin kasus dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok jenis kelamin dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. c. Persentase jenis penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus

setiap jenis penyakit kemudian dibagi dengan jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

d. Persentase jenis resep racikan yang digunakan dihitung dengan cara menjumlahkan berapa kali jenis resep racikan digunakan pada setiap kasus, dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

e. Golongan obat non racikan yang digunakan dihitung berdasarkan jumlah kasus yang menggunakan jenis obat tertentu dibagi jumlah seluruh pasien yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%. f. Persentase dampak terapi yang terjadi dihitung dengan cara menjumlahkan

berapa kali dampak terapi tersebut terjadi pada kasus dibagi jumlah keseluruhan kasus yang dirawat dan mendapatkan resep racikan kemudian dikalikan 100%.

g. Evaluasi dampak terapi dilakukan dengan membandingkan persentase dampak terapi yang terjadi dari penggunaan resep racikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(49)

H. Kesulitan Penelitian

Dalam proses pengambilan data pada penelitian ini, peneliti menemui beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman penulis dalam membaca tulisan dokter maupun perawat yang ada pada lembar catatan medis dan terkadang peneliti tidak mengerti beberapa istilah atau adanya lokal terminologi yang ditulis pada lembar catatan medis tersebut. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya pada perawat yang bertugas jaga di bangsal anak pada saat itu.

Peneliti juga mengalami kesulitan dalam proses evaluasi data, yaitu adanya data yang tidak lengkap pada lembar catatan medis. Ada kemungkinan dokter maupun perawat tidak mencantumkan beberapa catatan klinis kasus ke dalam lembar catatan medis. Salah satu catatan klinis yang tidak dituliskan secara lengkap ialah diagnosis pasien, terkadang hanya ada satu diagnosis yang tertulis pada lembar catatan medis, sedangkan kasus mengalami diagnosis lain yang tidak dituliskan dalam lembar catatan medis kasus tersebut. Proses evaluasi peresepan hanya berdasarkan catatan yang terdapat pada lembar catatan medis kasus tersebut.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Penggunaan Resep Racikan 1. Dokter

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada dokter anak yang bertugas di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta ada beberapa hal penting mengenai penggunaan resep racikan untuk pasien pediatri. Dasar pertimbangan penggunaan resep racikan, antara lain ketepatan dosis dapat disesuaikan dengan berat badan dan kondisi pasien, dan lebih efisien untuk pasien yang membutuhkan beberapa jenis obat sehingga lebih mudah dalam pemberian serta nyaman bagi pasien. Alasan lain adalah resep racikan lebih murah jika dibandingkan bentuk sediaan sirup untuk anak-anak.

Prinsip jumlah obat yang diracik dibuat seminimal mungkin dan sesuai kebutuhan pasien. Penentuan dosis obat dalam resep racikan berdasarkan umur dan berat badan pasien. Obat yang berbeda aturan dosis dan aturan pakainya tidak dicampur menjadi satu racikan. Sediaan racikan hanya terdiri dari obat yang aturan pakainya sama. Dari pihak dokter ketika meresepkan obat untuk diracik sudah mempertimbangkan interaksi obat yang mungkin terjadi, dan terkadang ada pemberitahuan dari bagian instalasi farmasi kepada dokter jika ada interaksi obat maupun penggantian obat.

Pemberian resep racikan oleh dokter ditujukan untuk mendapatkan dosis yang sesuai dan tepat untuk anak-anak, hal ini dikarenakan masih kurangnya

28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(51)

bentuk sediaan obat yang khusus untuk anak-anak. Menurut penulis, sebaiknya pemberian resep racikan dilakukan hanya dilakukan pada pasien anak yang benar-benar membutuhkan sesuai dengan kondisinya, jika pasien sudah mampu menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik tanpa digerus maka resep racikan tidak perlu diberikan atau diberikan dalam bentuk sediaan sirup. Jumlah obat yang diresepkan dalam bentuk racikan juga harus diperhatikan karena semakin banyak obat yang diracik menjadi satu maka kemungkinan terjadinya interaksi juga semakin besar.

2. Apoteker

Instalasi Farmasi merupakan bagian yang melakukan proses peracikan untuk obat racikan yang diresepkan oleh dokter, karena itu apoteker bertanggung jawab mengawasi semua hal yang berkaitan dengan proses peracikan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan apoteker yang bertugas di instalasi rawat inap, dalam proses peracikan sudah dipertimbangkan adanya interaksi obat dalam resep racikan, baik interaksi antar komponen dalam satu jenis racikan maupun interaksi antar obat yang diracik dengan obat non racikan yang ada dalam resep tersebut. Apoteker akan memberitahu dokter jika terjadi interaksi obat dalam racikan atau jika ada penggantian obat dengan zat aktif yang sama.

Menurut apoteker, sebaiknya resep racikan tidak ada karena bentuk sediaan obat yang sudah jadi tidak boleh direformulasi. Hal ini berhubungan dengan ketepatan dosis dan kebersihan saat proses peracikan. Sebaiknya industri farmasi dapat menambah jenis produk khusus untuk anak-anak baik untuk bentuk


(52)

30

sediaan oral maupun parenteral untuk memudahkan peresepan obat pada anak-anak.

Pemberian informasi mengenai penggunaan obat untuk pasien yang dirawat di bangsal termasuk di Bangsal Anak belum dapat dilakukan langsung oleh apoteker tetapi disampaikan melalui perawat. Hal ini disebabkan jumlah apoteker yang ada belum mencukupi untuk berkeliling ke bangsal.

Resep untuk pasien anak harus mendapat perhatian yang lebih karena kelompok pasien anak merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap terjadinya adverse drug reactions (ADR) terutama jika mendapat resep racikan. Apoteker sebagai penanggungjawab terhadap kegiatan di Instalasi Farmasi harus dapat menjalin komunikasi yang baik dengan dokter sebagai penulis resep dan dengan perawat sebagai petugas yang memberikan obat kepada pasien yang menjalani rawat inap di bangsal agar terapi yang diberikan tepat dan sesuai dengan kondisi pasien.

3. Perawat

Perawat bertanggung jawab memberikan obat langsung kepada pasien. Cara meminumkan obat racikan oleh perawat kepada pasien di bangsal anak biasanya dicampurkan dengan air putih, air teh, gula, madu atau sirup tergantung kebiasaan pasien sehingga mudah dalam pemberian. Jika saat meminum obat racikan pasien mengalami muntah maka obat diberikan lagi, tetapi ada juga perawat yang tidak memberikan lagi karena menganggap sudah ada obat yang masuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(53)

4. Orang Tua Pasien

Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pasien, bentuk sediaan obat yang dapat diterima oleh pasien anak-anak antara lain sirup, racikan dan tablet. Sirup merupakan bentuk sediaan obat yang paling disukai oleh pasien anak-anak. Dari tiga belas responden, tujuh orang pasien anak pernah mengalami muntah saat minum obat racikan, dan enam orang pasien anak tidak pernah mengalami muntah. Bagi sebagian besar orang tua pasien tidak bermasalah dengan adanya resep racikan.

Orang tua pasien juga perlu mendapatkan informasi yang jelas mengenai obat yang diberikan pada anak mereka karena orang tua juga berperan dalam proses terapi tersebut. Informasi yang diberikan dapat berupa keterangan dosis, indikasi, aturan dan cara pemakaian, serta keterangan lain dari obat yang diberikan. Pada pasien anak sering mengalami muntah saat meminum resep racikan karena rasanya yang pahit, maka orang tua pasien juga perlu diberikan informasi hal yang boleh dilakukan jika hal tersebut terjadi.

B. Profil Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan

Profil kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 meliputi persentase kasus pasien pediatri berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan indikasi.


(54)

32

1. Berdasarkan kelompok umur

Umur kasus pediatri yang dirawat di Bangsal Anak dikelompokkan menjadi bayi (1 bulan-2 tahun), anak masa pra sekolah (>2 tahun-≤ 6 tahun), anak masa sekolah (>6 tahun-≤12 tahun), dan remaja (>12 tahun-18 tahun).

Tabel IV. Pengelompokkan Umur Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Umur Jumlah kasus (n = 99) Persentase (%)

1 bulan – 2 tahun 50 50,5

> 2 tahun – 6 tahun 36 36,4

> 6 tahun – 12 tahun 12 12,1

> 12tahun – 18 tahun 1 1,0

Dari data didapatkan, yang paling banyak menerima resep racikan adalah adalah kasus dengan kelompok umur 1 bulan–2 tahun dan yang kedua adalah kelompok umur >2-6 tahun. Berdasarkan pustaka yang didapatkan anak usia 4 tahun ke atas sudah dapat menelan tablet yang berukuran kecil. Dalam pustaka lain juga menyebutkan bentuk sediaan obat cair diberikan untuk anak berumur di bawah 6 tahun, sedangkan anak dengan umur 6 tahun ke atas dapat diberikan tablet. Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan bahwa kelompok umur kasus yang banyak menerima resep racikan ialah kelompok umur 1 bulan–2 tahun dan kelompok umur >2-6 tahun, karena pada kelompok umur tersebut masih sulit menerima bentuk sediaan obat padat dengan baik. Semakin bertambah umur anak maka akan semakin mudah untuk menerima bentuk sediaan padat secara oral.

Kelompok umur kasus yang paling sedikit menerima resep racikan ialah kelompok remaja yang berumur lebih dari 12 tahun, hal ini disebabkan pada kelompok umur ini sudah dapat menerima atau menelan bentuk sediaan obat padat dengan baik sehingga dokter jarang meresepkan obat racikan untuk kelompok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(55)

umur tersebut. Rata-rata umur kasus yang menerima resep racikan di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda pada periode Juli 2007 ialah 2,9±2,9 tahun (rata-rata

± SD), yaitu rentang umur antara 0–5,8 tahun. 2. Berdasarkan jenis kelamin

Masing-masing kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep racikan dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Kasus pediatri yang dirawat di bangsal anak yang menerima resep racikan paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 59,6%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 40,4%. Pada penelitian ini tidak dapat dihubungkan antara jenis kelamin dengan penggunaan resep racikan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya perbedaan penggunaan resep racikan, baik alasan, jenis racikan maupun dosis yang digunakan pada kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Jenis kelamin kasus pediatri dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan kondisi kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007.

Tabel V. Pengelompokkan Jenis Kelamin Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Jenis Kelamin Jumlah kasus (n = 99) Persentase (%)

Laki-laki 59 59,6

Perempuan 40 40,4

3. Berdasarkan diagnosis utama

Kasus pediatri di bangsal anak yang menerima resep racikan dapat dibagi menjadi lima kelompok besar, yaitu kasus dengan satu diagnosis utama, kasus dengan dua diagnosis utama, kasus dengan empat diagnosis utama, dan kasus tanpa diagnosis utama. Jumlah keseluruhan kasus pediatri di Bangsal Anak


(56)

34

Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan sebanyak 99 kasus. Penggunaan resep racikan paling banyak untuk diagnosis utama gangguan saluran cerna, dan yang kedua untuk diagnosis utama gangguan saluran nafas. Kasus dengan satu diagnosis utama yang mengalami gangguan saluran cerna sebanyak 30 kasus, dan kasus yang mengalami gangguan saluran nafas sebanyak 15 kasus.

Tabel VI. Pengelompokkan Diagnosis Utama Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli

2007

No. Diagnosis Utama Jumlah kasus Persentase (%) Dengan satu diagnosis

Gangguan saluran nafas

1. ISPA 1 1,0

2. Tonsilitis kronis 1 1,0

3. Asma 1 1,0

4. Bronkitis 7 7,1

5. Bronkiolitis 1 1,0

6. Pneumonia 4 4,0

Gangguan saluran cerna

7. Diare akut 20 20,0

8. Diare disentriform 9 9,1

9. Stomatitis 1 1,0

Lain-lain

10. Febris 5 5,1

11. Kejang demam 2 2,0

12. Epilepsi 1 1,0

13. Dengue fever 4 4,0

14. Infeksi virus tidak khas 11 11,1

15. Infeksi non spesifik 1 1,0

16. Infeksi Saluran Kencing (ISK) 2 2,0

17. Obs. trauma capitis 1 1,0

Dengan dua diagnosis

18. ISPA + Gastroenteritis akut (GEA) 1 1,0

19. Bronkitis + GEA 1 1,0

20. Bronkitis asmatis + CP 1 1,0

21. Pneumonia + asmatis 1 1,0

22. PKTB + Dengue fever 1 1,0

23. Kejang demam + GEA 1 1,0

24. Sefalgia + GEA 1 1,0

Dengan empat diagnosis

25. Bronkitis + GEA dehidrasi + DHF + kejang 1 1,0 Tanpa diagnosis 19 19,2

JUMLAH 99 100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(57)

C. Pola Peresepan Kasus Pediatri yang Menerima Resep Racikan 1. Jenis resep racikan

Resep racikan yang diterima pada kasus pediatri di Bangsal Anak dikelompokkan menurut jumlah dan jenis resep racikan yang diresepkan. Jumlah kasus paling banyak menerima satu jenis racikan, yaitu sebanyak 54 kasus, dengan jenis resep racikan yang paling banyak adalah parasetamol dan fenobarbital sebanyak 39 kasus. Berdasarkan data yang didapatkan, rata-rata setiap kasus yang dirawat di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda menerima satu sampai dua jenis racikan (rata-rata ± SD = 1,6 ± 0,8).

Tabel VII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Satu Jenis Racikan

Periode Juli 2007

No. Jenis Racikan Jumlah

kasus

Presentase (%) 1. Parasetamol + Fenobarbital 39 39,4

2. Siproheptadin + Vitamin B 3 3,0

3. Parasetamol + Deksametason +

Karbazokrom-Na-Sulfonat+ Vitamin K 2 2,0

4. Ketotifen + Siproheptadin 1 1,0

5. Parasetamol + Metilprednisolon + Kodein 1 1,0

6. Polimiksin + Strocain® + Fenobarbital 1 1,0 7. Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1 1 1,0

8. Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan + CTM 1 1,0 9. Prokaterol-HCl + Dekstrometorfan +

Eritromisin 1 1,0

10. Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl +

Salbutamol 1 1,0

11. Aminofilin + Ambroksol 1 1,0

12. Kotrimoksazol + Metronidazol 1 1,0

13. Kanamisin + Tanalbin® 1 1,0


(58)

36

Tabel VIII. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Dua Jenis Racikan

Periode Juli 2007

No. Jenis Racikan Jumlah

kasus

Persentase (%) Parasetamol + Fenobarbital

1. Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

2.

Siproheptadin + Ko-enzim B12 2 2,0

Parasetamol + Fenobarbital 3.

Polimiksin + Vitamin B1 6 6,1

Parasetamol + Fenobarbital 4.

Ketotifen + Setirizin + Prokaterol HCl 1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

5.

Ketotifen + Siproheptadin + Setirizin 1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

6.

Kotrimoksazol + Ketotifen + Setirizin 1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

7.

Ketotifen + Siproheptadin 11 11,1 Parasetamol + Fenobarbital

8.

Parasetamol + Diazepam 1 1,0

Parasetamol + Fenobarbital 9.

Sefiksim + Vitamin B1 1 1,0

Parasetamol + Fenobarbital 10.

Kotrimoksazol + Setirizin + Vitamin B1 1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

11. Eritromisin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin B1

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

12. Salbutamol + Metilprednisolon + Pseudoefedrin + Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

13. Salbutamol + Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl + Ambroksol

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

14.

Isoniazid + Rifampisin 1 1,0

Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K

15.

Kanamisin + Tanalbin

1 1,0 Parasetamol + Deksametason +

Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K 16.

Ketotifen + Mebhidrolina Napadisilat

1 1,0 Parasetamol + Deksametason +

Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K 17.

Sefadroksil + Dimenhidrinat

1 1,0 Ketotifen + Setirizin

18.

Siproheptadin + Ko-enzim B12 2 2,0

JUMLAH 35 35,4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(59)

Tabel IX. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Tiga Jenis Racikan

Periode Juli 2007

No. Jenis Racikan Jumlah

kasus

Persentase (%) Parasetamol + Fenobarbital

Polimiksin + Vitamin B1 1.

Ranitidin + Vitamin B1

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

Polimiksin + Homoklorsiklizin-HCl + Vitamin B1

2.

Ketotifen + Setirizin + Pseudoefedrin

1 1,0

Parasetamol + Fenoberbital Polimiksin + Vitamin B1 3.

Ketotifen + Setirizin

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

Ketotifen + Setirizin 4.

Prokaterol-HCl + Ambroksol

1 1,0 Parasetamol + Fenobarbital

Ketotifen + Siproheptadin 5.

Metilprednisolon + Homoklorsiklizin-HCl

1 1,0 Parasetamol + Diazepam

Parasetamol + Fenobarbital 6.

Ketotifen + Siproheptadin

1 1,0

JUMLAH 6 6,1

Persentase Jenis Resep Racikan

54.40% 4.00%

6.00%

35.20%

1 jenis resep racikan 2 jenis resep racikan 3 jenis resep racikan 4 jenis resep racikan

Gambar 2. Persentase Jenis Resep Racikan Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007


(60)

38

Tabel X. Jenis Resep Racikan yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Empat Jenis Racikan

Periode Juli 2007

No. Jenis Racikan Jumlah

kasus

Persentase (%) Parasetamol + Fenobarbital

Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K

Aminofilin + Deksametason + Prokaterol-HCl 1.

Sy.Thimii + Mebhidrolina Napadisilat + Ketotifen + Terbutalin Sulfat

1 1,0

Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K

Kotrimoksazol + Metoklopramid Methicol + Curcuma + Dimenhidrinat 2.

Metronidazol + Tanalbin

1 1,0

Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K

Sy.Thimii + Deksametason + Salbutamol Aminofilin + Prokaterol-HCl

3.

Metronidazol + Kotrimoksazol + Tanalbin

1 1,0

Parasetamol + Deksametason + Karbazokrom-Na-Sulfonat + Vitamin K

Diphantoin + Fenobarbital

Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen + Terbutalin sulfat

4.

Kodein + Mebhidrolina napadisilat + Ketotifen + Terbutalin sulfat

1 1,0

JUMLAH 4 4,0

2. Kelas terapi obat non racikan a. Antiinfeksi

Kelas terapi antiinfeksi digunakan pada kasus yang mengalami infeksi untuk membasmi mikroba penyebab infeksi. Golongan obat antiinfeksi yang paling banyak digunakan adalah sefotaksim. Mekanisme kerja sefotaksim dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan antiinfeksi haruslah hati-hati dan dengan dosis yang tepat karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi mikroba terhadap obat antiinfeksi tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(61)

Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang Menerima Resep Racikan Periode

Juli 2007

No. Golongan Antiinfeksi Jenis Obat Jumlah Persentase (%)

Antibakteri

1. Beta Laktam

Penisilin Amoksisilin trihidrat 1 1,0 Amoksisilin & asam

klavulanat

4 4,0 Sefalosporin (generasi 2) Sefaklor 2 2,0

Sefalosporin (generasi 3) Sefotaksim 34 34,3

Seftriakson 4 4,0

Seftazidim 3 3,0

Sefiksim 2 2,0

Kombinasi Sulperason® 1 1,0

2. Makrolid Spiramisin 1 1,0

3. Aminoglikosida Gentamisin 1 1,0

Streptomisin 1 1,0

Amikasin sulfat 8 8,1

Kanamisin 1 1,0

4. Derivat Sulfonamid Kotrimoksazol 9 9,1 5. Lain-lain

Polimiksin Kolistin 2 2,0

Antifungi

6. Imidazol Ketokonazol 4 4,0

Polien Nistatin 2 2,0

Mikonazol 1 1,0

Antiprotozoa

7. Amubasid Metronidazol 1 1,0

Anthelmintik

8. Anthelmintik Pirantel pamoat 2 2,0

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid sangat efektif digunakan untuk mengobati inflamasi yang terjadi pada saluran nafas terutama untuk penyakit asma. Pemberian kortikosteroid dapat secara oral maupun inhalasi. Selain pada gangguan saluran nafas, kortikosteroid juga digunakan untuk antiinflamasi pada saluran cerna. Banyaknya penggunaan kortikosteroid pada kasus pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dikarenakan sebagian besar kasus yang


(1)

(2)

Daftar Nama Obat yang Digunakan pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Antiinfeksi

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Beta laktam amoksisilin Yekamox ®

amoksisilin dan asam klavulanat

Clavamox®

sefaklor Cloracef®

sefiksim Cefspan®

sefotaksim Claforan®

seftazidim Ceftum®

Fortum® 02. Makrolid spiramisin Spiradan® 03. Aminoglikosida gentamisin Pyogenta® amikasin sulfat Mikasin® 04. Derivat Sulfonamid kotrimoksazol Ottoprim®

Bactricid® Yekaprim® 05. Polimiksin kolistin Colistine®

06. Antifungi mkonazol Dactarin oral gel®

nistatin Mycostatin®

07. Amubasid metronidazol Flagyl® 08. Anthelmintik pirantel pamoat Combantrin®

Kortikosteroid

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Kortikosteroid deksametason Kalmetason®

Indexon® flutikason propionat Flixotide®

Antihistamin

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Antihistamin sedatif difenhidramin Delladrill®

ketotifen Profilas®

02. Antihistamin non sedatif desloratadin Aerius®

Analgesik

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Analgesik non-opioid parasetamol Sanmol®


(3)

Obat gangguan saluran nafas

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Ekspektoran noscapin Mercotin® 02. Mukolitik bromheksin Mucosulven®

Bisolvon® 03. Antitusif prokaterol HCl Meptin® 04. Agonis adrenoseptor salbutamol Ventolin exp®

Fartholin®

Obat gangguan saluran cerna

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Antidiare dioktahedrol smektil Smecta®

02. Antagonis reseptor H2 ranitidin Rantin®

03. Khelator sukralfat Inpepsa® 04. Laksatif bisakodil Dulcolax® 05. Antimual dan vertigo domperidon Vometa®

metoklopramid Primperan® 06. Antimuskarinik hiosin butilbromida Buscopan plus®

Obat gangguan sistem saraf pusat

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Antiepilepsi Fenitoin Dilantin®

Diazepam Stesolid®

Klonazepam Rivotril®

Okskarbazepin Trileptal® Asam valproat Depakene® 02. Antimigrain Co-dergokrina mesilat Xepadergin®

Obat darah

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat 01. Hemostatik Karbazokrom Na-sulfonat Adona®


(4)

Pemeriksaan Feses Rutin pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Normal

Ascaris Negatif Ankilostoma Negatif Trikhiuris Negatif Axyuris Negatif

Sel eritrosit Negatif

Sel leukosit Negatif

Sel epitel Negatif

Histolitika Negatif

Amoeba coli Negatif

Kista Negatif

Sisa makanan Negatif

Serat daging Negatif

Granula amilum Negatif

Granul lemak Negatif


(5)

Pemeriksaan Mikrobiologi pada Kasus Pediatri di Bangsal Anak Rumah Sakit Bethesda yang Menerima Resep Racikan Periode Juli 2007

Bahan : feses

Permintaan periksa : kultur, sensitivitas test, angka kuman Biakan :

Uji kepekaan obat Kotrimoksazol Kloramfenikol Ampisilin Streptomisin Asam nalidiksat Tetrasiklin Gentamisin Penisillin G Eritromisin Kanamisin Amikin Ceradolan Fortum Rochepin Tequin Tarivid Maxipime Ceftum Cravit Cefoperason Meronem Zyvox Sulperason


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Amanda Marselin merupakan anak pertama dari pasangan Benny Heimbach dan Cecilia Linggawati, lahir di Cilacap pada tanggal 02 Mei 1986. Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak Maria Immaculata Cilacap pada tahun 1990-1992. Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Xaverius 4 Palembang pada tahun 1992-1996 dan Sekolah Dasar Santo Yoseph I Denpasar pada tahun 1996-1998. Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama Santo Yoseph Denpasar pada tahun 1998-2001. Kemudian naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menegah Umum Stella Duce 2 Yogyakarta pada tahun 2001-2004. Selanjutnya pada tahun 2004 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa studi pada tahun 2008. Penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Bioanalisis (2007).


Dokumen yang terkait

Evaluasi penghitungan pajak pertambahan nilai Instalasi Farmasi studi kasus di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

3 84 126

Evaluasi penggunaan antibiotika pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut kelompok pediatri di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Juli-September 2013.

2 8 90

Efektivitas pengendalian internal sistem penggajian (studi kasus di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta)

7 98 151

Evaluasi medication error resep racikan pasien pediatrik di farmasi rawat jalan rumah sakit Bethesda pada bulan Juli tahun 2007 : tinjauan fase dispensing.

0 1 128

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran nafas.

0 4 139

Evaluasi penentuan tarif kamar anak : studi kasus pada Rumah Sakit Bethesda - USD Repository

0 0 67

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda yang menerima resep racikan dalam periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran nafas - USD Repository

0 0 137

Evaluasi peresapan kasus pediatri di bangsal anak rumah sakit Bethesda Yogyakarta yang menerima resep racikan periode Juli 2007 : kajian kasus gangguan sistem saluran cerna - USD Repository

0 0 96

Evaluasi medication error resep racikan pasien pediatrik di farmasi rawat jalan rumah sakit Bethesda pada bulan Juli tahun 2007 : tinjauan fase dispensing - USD Repository

0 0 126

Evaluasi komposisi, indikasi, dosis, dan interaksi obat resep racikan untuk pasien pediatri Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli 2007 - USD Repository

0 0 148